Monthly Archives: August 2013

PII & Kode Etik Insinyur Indonesia; Peranannya terhadap Profesi Keinsinyuran & Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

oleh:

Ir. Habibie Razak, MM., IPM., ASEAN Engineer – Praktisi Keinsiyuran, Wakil Ketua Bidang Energi dan Kelistrikan Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Periode 2012 – 2015

Persatuan Insinyur Indonesia (PII) adalah organisasi yang berdiri sejak Tahun 1952 didirikan oleh Bapak Ir. Djuanda Kartawidjaja dan Bapak Ir. Rooseno Soeryohadikoesoemo  di Bandung, merupakan organisasi profesi tertua kedua di Indonesia setelah Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Dalam sejarahnya PII telah banyak menelurkan cendekiawan-cendekiawan dan profesional-profesional yang memegang peranan penting di tanah air kita dalam beberapa dekade ini. PII di dalam menjalankan proses kaderisasi insinyur melalui continuous development program (CPD) yang isi programnya selain berisikan pengetahuan keinsinyuran (sains dan teknologi) juga menitikberatkan pada pengenalan dan pemantapan pembahasan mengenai ‘etika profesi Insinyur’. Sarjana Teknik diharapkan setelah menjadi Anggota PII diwajibkan memegang teguh etika profesi keinsinyuran yang dituliskan dalam Kode Etik Insinyur Indonesia, Catur Karsa Sapta Dharma Insinyur Indonesia*.

Catur karsa adalah 4 prinsip dasar yang wajib dimiliki oleh Insinyur Indonesia antara lain: (1) mengutamakan keluhuran budi, (2) menggunakan pengetahuan dan kemampuannya untuk kepentingan kesejahteraan umat manusia, (3) bekerja secara sungguh-sungguh untuk kepentingan masyarakat sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya dan (4) meningkatkan kompetensi dan martabat berdasarkan keahlian profesional keinsinyuran. Saya membaca 4 prinsip dasar ini menyimpulkan Insinyur Indonesia dituntut menjadi insan yang memiliki integritas (budi pekerti luhur) dan semata-mata bekerja mendahulukan kepentingan masyarakat dan umat manusia dari kepentingan pribadi dengan senantiasa mengembangkan kompetensi dan keahlian engineeringnya.    

Sapta Dharma adalah 7 tuntunan sikap dan perilaku Insinyur yang merupakan pengejawantahan dari catur karsa tadi antara lain: (1) mengutamakan keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, (2) bekerja sesuai dengan kompetensinya, (3) hanya menyatakan pendapat yang dapat dipertanggungjawabkan, (4) menghindari pertentangan kepentingan dalam tanggung jawab tugasnya, (5) membangun reputasi profesi berdasarkan kemampuan masing-masing, (6) memegang teguh kehormatan dan martabat profesi dan (7) mengembangkan kemampuan profesional. Apabila kita baca lagi lebih seksama, sapta dharma substansinya adalah sama dan seiring dengan catur karsa, bahwa Insinyur Indonesia dituntut untuk memegang teguh etika dan integritas di dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya di mana pun dia bekerja sehingga dia bisa tetap mempertahankan reputasi profesinya dari waktu ke waktu. Substansi utama kode etik Insinyur menurut saya tidak lain adalah etika dan integritas. Apa pun yang Insinyur lakukan entah itu dalam rangka pengembangan kompetensi keinsinyuran atau pun dalam rangka membangun hasil karya keinsinyuran tetap saja selalu mengacu pada prinsip etika dan integritas.

Penulis lebih dalam lagi mengupas salah satu tuntunan sikap dan perilaku Insinyur yakni membangun reputasi profesi berdasarkan kemampuan masing-masing. Beberapa uraian dari sikap dan perilaku ini adalah antara lain: memprakarsai pemberantasan praktek-praktek kecurangan dan penipuan; tidak menawarkan, memberi, meminta atau menerima segala macam bentuk perlakuan yang menyalahi ketentuan dan prosedur yang berlaku, baik dalam rangka mendapatkan kontrak atau untuk mempengaruhi proses evaluasi penyelesaian pekerjaan. Dua uraian ini memaparkan betapa perlunya seorang Insinyur di dalam menjalankan praktek-praktek keinsinyuran mengikuti etika dan aturan hukum yang berlaku, on how the engineers should act. Insinyur dituntut untuk tidak tergoda dengan segala bentuk penyuapan atau gratifikasi atau bribe dalam istilah Inggris. Bahkan Insinyur dituntut untuk memkampanyekan anti-kecurangan, anti-penipuan termasuk anti-penyuapan dan berbagai bentuk korupsi dalam ruang lingkup organisasi di mana dia berada,  ruang lingkup masyarakat, bangsa dan negara bahkan dalam ruang lingkup proyek-proyek internasional yang melibatkan banyak negara.

Kode etik profesi keinsinyuran yang dikeluarkan oleh Persatuan Insinyur  Indonesia adalah sangat relevan dengan cita-cita Pancasila dan UUD 1945, seiring sejalan dengan program-program yang dicanangkan oleh lembaga -lembaga anti-korupsi di dalam mengurangi bahkan memberantas praktek-praktek korupsi di bumi nusantara. Korupsi, suap dan segala bentuk lainnya bukan hanya mengganggu keberlanjutan pembangunan nasional Indonesia tetapi juga bisa menjadi contoh buruk dan tidak terpuji yang akan kita tularkan ke generasi penerus selanjutnya, sehingga menjadi tugas kita bersama, korupsi dan segala bentuknya ini harus diberantas dan dibumihanguskan dari tanah air tercinta. Kode etik Insinyur ini memang hanya berlaku untuk Insinyur Indonesia saja tetapi apabila semua anggota Persatuan Insinyur Indonesia (PII) yang selanjutnya diberi gelar sebagai Insinyur bisa memberikan keteladanan kepada profesi-profesi lainnya di Indonesia saya yakin ini bisa menjadi preseden positif di dalam menggiring bangsa ini menuju bangsa yang lebih sejahtera dan bermartabat.

Tahun 2011 lalu Pemerintah mencanangkan program MP3EI dengan tujuan mempercepat dan memperluas pembangunan ekonomi melalui pengembangan delapan (8) program utama meliputi sektor industri manufaktur, pertambangan, pertanian, kelautan, pariwisata, telekomunikasi, energi dan pengembangan kawasan strategis nasional. Target yang ingin diraih bukanlah main-main. Tahun 2011 PDB kita US$846 miliar dengan PDB per kapita US$3.495 dan menjadikan Indonesia peringkat ke-16 dunia, maka pada 2025 PDB Indonesia diperkirakan akan mencapai US$4.000 miliar dengan PDB per kapita US$14.250 dan berada di peringkat ke-11 dunia. Prediksi yang lebih jauh lagi pada 2045, saat 100 tahun kemerdekaan Indonesia, PDB ditargetkan akan mencapai US$15.000 atau berada di peringkat ke-6 dunia dengan PDB per kapita US$44.500. Untuk mengarah kesana ada beberapa hal yang bisa menjadi pendorong percepatan, yakni: (1) investasi berbagai kegiatan ekonomi di 6 koridor ekonomi: Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali-Nusa Tenggara dan Papua-Kepulauan Maluku, semuanya senilai Rp2.226 triliun; (2) konektivitas yang sejatinya adalah pelengkapan infrastruktur senilai Rp1.786 triliun; dan (3) penyiapan SDM nasional dan penguasaan Iptek.

Insinyur dalam kerangka MP3EI adalah sebagai aktor utama pembangunan, menjalankan profesi keinsinyuran pada proyek-proyek infrastruktur mulai terlibat dari fase inisiasi, fase perencanaan, fase eksekusi dan monitoring dan fase project close-out dan ini tidak main-main, pemerintah membutuhkan insinyur-insinyur handal yang mengedepankan profesionalisme, etika dan integritas dengan menjunjung tinggi dan menjalankan kode etik profesi Insinyur. “Insinyur-insinyur Indonesia diharapkan menjamin kehandalan serta keunggulan mutu, biaya dan waktu penyerahan hasil dari setiap pekerjaan dan karyanya”, salah satu uraian dari tuntunan sikap dan perilaku Insinyur. Output dari proyek-proyek MP3EI ini sangat bergantung pada kualitas Insinyur-insinyur kita, semakin mature mereka (from technical and attitudes stand point) maka semakin bagus pula product deliverables proyek-proyek yang terselesaikan. Ini juga menjawab betapa pentingnya eksistensi organisasi PII di dalam mendidik dan membina Insinyur-insinyur pembangunan yang juga pastinya akan memegang peranan strategis pada segala lini kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara.

Muncul satu pertanyaan pamungkas seorang mahasiswa kepada saya beberapa waktu lalu “Bagaimana dengan Insinyur-insinyur yang bekerja pada suatu lembaga kementerian atau lembaga pemerintahan misalnya, walaupun sudah tidak terlibat langsung dalam pelaksanaan proyek di lapangan apakah mereka masih diikat oleh kode etik Insinyur tadi?”. Jawabannya iya, di mana pun mereka berada, apa pun posisi dan jabatannya, sekali insinyur dia tetap adalah Insinyur dan akan tetap memegang teguh kode etiknya sebagai insinyur bahkan ketika menduduki posisi strategis di negeri ini mereka harusnya diharapkan lebih leluasa mengkampanyekan program pemberantasan praktek-praktek kecurangan, penipuan, bahkan praktek korupsi. Mereka harus menjadi leader yang memberikan keteladanan tentang bagaimana Insinyur bersikap dan berperilaku sesuai dengan catur karsa sapta dharma Insinyur Indonesia.

Penulis berandai-andai, seandainya periode depan ternyata yang terpilih menjadi Presiden Indonesia adalah Insinyur maka sepantasnyalah dia terus bersikap dan berperilaku sebagai Insinyur Indonesia dengan mengimplementasikan kode etik Insinyur di dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pemimpin negara dan teladan rakyat. Mungkinkah ini terjadi lagi setelah Ir. Soekarno dan Ing. BJ Habibie? Saya mengharapkan demikian.  

Bravo Insinyur Indonesia.

*Catur Karsa Sapta Dharma Insinyur Indonesia bisa ditelaah lebih lanjut di http://pii.or.id/profil/kode-etik 

 

 

Insinyur-Insinyur Terbaik Indonesia; Antara Idealisme-Nasionalisme atau Sekedar untuk Kualitas Hidup Lebih Baik?

Habibie Razak, P. Eng., MM., ASEAN Engineer

Praktisi Mining, Power, Oil & Gas, Wakil Ketua Bidang Energi dan Kelistrikan Persatuan Insinyur Indonesia

Insinyur atau Engineer adalah lulusan sarjana teknik yang memiliki pengetahuan dasar sistematik dan pengalaman di dunia keinsinyuran. Definisi Insinyur yang dikeluarkan Persatuan Insinyur Indonesia adalah seseorang yang melakukan rekayasa teknik atau teknologi dengan menggunakan ilmu pengetahuan untuk meningkatkan nilai tambah dan daya guna yang dilakukan lulusan tinggi teknik atau teknologi yang telah menyelesaikan pendidikan tinggi dan Program Pendidikan Profesi Insinyur. Kira-kira definisi ini juga yang dimasukkan dalam Rancangan Undang-undang Keinsinyuran yang sementara digodok di DPR.

Istilah lain yang tidak asing kita dengar adalah, Insinyur Profesional, adalah Insinyur yang sudah memiliki sertifikasi Insinyur Profesional dari Persatuan Insinyur Indonesia. Insinyur Profesional dibagi dalam 3 tahapan yaitu Insinyur Profesional Pratama (IPP), Insinyur Profesional Madya (IPM) dan Insinyur Profesional Utama (IPU). Syarat mutlak untuk meraih gelar IP ini adalah Insinyur yang memiliki pengalaman yang terukur dalam dunia keinsinyuran melalui gemblengan proyek-proyek konstruksi baik proyek-proyek publik maupun untuk industri dengan minimal pengalaman  3,5 Tahun untuk IPP dan minimal 6 Tahun untuk IPM. Seorang Insinyur Profesional Madya (IPM) sudah mendapatkan penyetaraan di tingkat Internasional yaitu di tingkat ASEAN dan APEC. Penulis adalah seorang Insinyur Profesional Madya dan sudah teregistrasi sebagai ASEAN Engineer dan sementara proses registrasi di tingkat APEC Engineer Registration.

Indonesia, adalah negara yang bukan hanya memiliki potensi kekayaan alam yang besar dan berlimpah tapi juga memiliki persediaan sumber daya manusia yang cerdas dan bisa diandalkan. Meskipun kualitas pendidikan di Indonesia mulai dari tingkat SD sampai tingkat perguruan tinggi tidak sebagus kualitas pendidikan di negara-negara maju seperti Amerika, Jepang, China dan negara-negara Eropa namun kenyataannya keluaran-keluaran sarjana dari Perguruan Tinggi di Indonesia tidak kalah bersaing dengan sarjana-sarjana dari luar negeri. Sebutlah Insinyur-insinyur kita tidak kalah hebatnya dari insinyur asing ketika mereka sama-sama berada dalam satu penugasan proyek baik itu proyek-proyek pemerintah maupun swasta. Saking hebatnya Insinyur-insinyur Indonesia melanglang buana berkarir sampai  di negara-negara Timur Tengah seperti Uni Emirat Arab, Qatar dan Saudi Arabia, dan banyak juga yang bekerja di Eropa, Australia, Afrika dan Amerika. Inilah bukti otentik sesungguhnya kita sebagai bangsa adalah cerdas dan yakin bahwa kita mampu membangun negeri sendiri apabila semua Insinyur-insinyur cerdas ini dikumpulkan menjadi satu kesatuan yang utuh dan kokoh.

Sebagai seorang insinyur saya melihat gejala-gejala yang mengindikasikan bahwa profesi insinyur itu adalah sangat dinamis, seksi dan menantang, mengapa demikian? Seorang insinyur bisa berpindah dari perusahaan yang satu ke perusahaan yang lainnya berkali-kali sampai dia berada di puncak karirnya sebagai insinyur. Biasanya, cita-cita akhir dari insinyur adalah menjadi seorang project manager atau bahkan sampai level project director. Tidak menutup kemungkinan seorang insinyur yang sudah berpengalaman di lapangan sebagai project execution leader dipadukan dengan business development experience sangat memungkinkan buat dia untuk bisa mencapai posisi sebagai senior executive vice president bahkan president director suatu perusahaan ternama. Hal seperti ini sesuatu yang biasa dan sudah banyak insinyur-insinyur kita yang membuktikan eksistensinya sebagai pemimpin di beberapa perusahaan nasional maupun internasional. Sebutlah Ir. Ucok (nama samaran), bekerja di dunia keinsinyuran dan sudah berpindah bendera perusahaan sebanyak 3 kali. Dia memulai karirnya sebagai assistant engineer, engineer, project engineer dan kemudian kurang dari 10 tahun bisa menduduki profesi sebagai project manager. Namun tidak kurang juga kita mendapatkan banyak insinyur, sebutlah salah seorang di antaranya Ir. Baco’ (nama samaran) yang menapaki karir seperti kuda yang sesak nafas yang larinya lamban sehingga dia baru bisa menduduki posisi sebagai pemimpin proyek pada usia senja yakni 5 tahun sebelum dia pensiun. Sekarang terserah Anda mau menjadi seperti Ucok atau Baco, it’s about the career path strategy planning

Saya melihat juga, ada tambahan kekurangan kita sebagai bangsa, bahwa posisi Insinyur Spesialis belum terlalu laris di Industri (swasta) maupun sektor proyek pemerintah sehingga pada akhirnya insinyur-insinyur yang punya keahlian atau spesialisasi khusus pada satu bidang harus berpindah ke jalur project management untuk bisa ‘naik pangkat’.  Hal ini juga membutuhkan lebih banyak perhatian yang mendalam untuk bisa lebih memberikan recognition kepada engineers yang betul-betul menguasai bidang keahliannya semisal, civil engineer yang memiliki spesialisasi di bidang konstruksi bendungan dan seterusnya.

Lanjut cerita, salah satu pertanyaan pamungkas yang sering dilontarkan mahasiswa(i) di kampus ketika saya membawakan beberapa sesi kuliah tamu di salah satu perguruan tinggi negeri adalah, mengapa katanya Insinyur-insinyur kita yang cerdas dan berpengalaman lebih banyak bekerja di luar negeri atau paling tidak senangnya bekerja di perusahaan swasta asing? Jawabannya simpel, karena compensation and benefitnya jauh lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang ada label pemerintahnya (BUMN) maupun insinyur yang bekerja di proyek pemerintah (pegawai negeri). Berapa perbedaannya? Perbedaannya bisa sampai berkali-kali lipat. Apalagi C&B seorang insinyur yang bekerja di perusahaan asing oil & gas di luar negeri misalnya bisa mendapatkan 2-3x lipat atau lebih dibandingkan insinyur yang bekerja di perusahaan asing oil & gas di Indonesia. Jadi sekaligus terjawab sudah mengapa mereka (Indonesian Engineers) lebih senang berkarya di negeri seberang atau negeri nan jauh di sana ketimbang berkarya di negeri sendiri.

Lebih canggih lagi, sepertinya Insinyur-insinyur kita ini banyak yang mengidolakan, banyak di antara mereka yang akhirnya bahasa kasarnya ‘dibajak’ berganti kewarganegaraan sebagai warga negara di tempat mereka bekerja. Karena ternyata Insinyur-insinyur kita merasa jauh lebih dihargai dan lebih dihormati di sana dibanding yang mereka dapatkan di kampung sendiri. Fenomena-fenomena seperti ini sudah terjadi dari beberapa dekade sebelumnya dan sepertinya kita sebagai bangsa hanya bisa membiarkan aset-aset terbaik kita diambil satu demi satu. Mungkinkah yang tersisa di dalam negeri adalah tinggal produk-produk yang tidak laku karena tidak berkualitas? Apakah kita sadar atau pura-pura tidak sadar, bukan hanya sumber daya alam kita yang terjamah oleh bangsa lain bahkan sumber daya manusia Indonesia pun sudah dijamah oleh negara lain sejak berpuluh-puluh tahun lalu. Apa yang dilakukan oleh pemerintah dan DPR selama ini di dalam memproteksi aset-aset kita? Untuk mengesahkan rancangan undang-undang keinsinyuran saja yang sudah digodok sekian tahun sampai sekarang belum ‘ketuk palu’. Padahal RUU ini adalah modal kita sebagai bangsa untuk bisa memperhatikan lebih seksama pengembangan profesi keinsinyuran, proteksi terhadap insinyur indonesia bahkan sampai pada peningkatan kesejahteraan insinyur Indonesia.

Bagaimana kita menyikapi keputusan Insinyur-insinyur Indonesia yang bekerja di luar negeri dan bahkan bersedia berganti kewarganegaraan? Apakah mereka tidak memiliki idealisme nasionalisme yang seharusnya mereka sudah pintar dan bahkan sangat cerdas terpanggil untuk kembali membangun bangsa dan negaranya? Ataukah kita menganggap ini adalah bagian dari suatu realita hidup untuk meningkatkan taraf kesejahteraan dan kualitas hidup mereka di seberang sana yang mereka tidak peroleh di negarinya? Beberapa bulan kemarin saya membaca di berita, seorang insinyur bertanya pada seorang menteri “Pak, saya pernah melamar ke suatu perusahaan BUMN dan ditawari gaji yang masih jauh di bawah yang saya terima sekarang, apakah mereka berani membayar dengan nilai yang sama seperti nilai saya sekarang?” Si Insinyur menyebut nilai. Sang menteri pun menjawab, “tidak usahlah kamu kembali ke Indonesia kamu bekerja saja di sana karena gaji yang kamu minta lebih tinggi dari gaji presiden dan gubernur bank Indonesia”. Nah, silahkan pembaca yang budiman menilai sendiri dech ketika gaji insinyur tidak boleh lebih tinggi dari gaji presiden dan gubernur bank Indonesia, ketika gaji lulusan sarjana teknik tidak boleh lebih tinggi dari gaji pensiunan tentara dan sarjana ekonomi misalnya. Lantas apa yang membuat Insinyur-insinyur terbaik kita mau kembali berkarya dan mengabdi buat bangsanya? Yang seharusnya Pak Menteri menjawab “Apabila saya bisa beri  gaji sesuai yang Anda minta kontribusi apa yang Anda bisa berikan buat bangsa ini? Bisakah Anda meningkatkan oil lifting production dari 850 Ribu Barrel menjadi 1 Juta Barrel per Hari?”. Saya kira wajar saja mereka dibayar mahal apabila mereka bisa memberikan ‘BETTER VALUE ADDED’ di tempat dia bekerja. Begitu pun dengan peneliti atau pakar teknologi yang menghasilkan suatu invention yang kemudian menjadi satu PATEN, bisa jadi patennya itu menghasilkan nilai materi yang lebih dibandingkan gaji presiden atau gubernur Bank Indonesia. Heran saja, kalo menterinya sudah ngomong gitu ya wajar saja Insinyur-insinyur kita pada melarikan diri ke negeri orang. Sepertinya di Indonesia saja kisahnya seperti ini, di Amerika, Barrack Obama pun tidak pernah complaint kalo ternyata banyak engineers yang gaji dan penghasilannya jauh lebih tinggi dari dia ha ha ha….

Kesimpulannya, silahkan dinilai sendiri lah apakah mereka Insinyur-insinyur Terbaik Indonesia sudah tidak memiliki idealisme nasionalisme atau mereka hanya ingin lebih meningkatkan kualitas hidup mereka, menjadi insan yang lebih dinamis dan produktif di mana pun mereka berkarya. Atau apakah memang mereka sudah tidak memiliki tempat yang layak di negeri tercinta ini? Quo vadis Insinyur Indonesia.

Salam Insinyur Indonesia. 

 

Quo Vadis Lembaga Kemahasiswaan FT-UH? Dan Bagaimana Eksistensi Perannya di dalam Melahirkan Generasi Berkualitas Masa Depan Bangsa

Oleh:

Habibie Razak – Praktisi Mining, Power, Oil & Gas 

Wakil Ketua Bidang Energi dan Kelistrikan Persatuan Insinyur Indonesia Pusat Periode 2012/2015

Pernah menjabat sebagai Ketua I Himpunan Mahasiswa Sipil FT-UH Periode 2001/2002, Cooperative Program Student (COOPS) Inco – Unhas Angkatan IV

Habibie _Bibie_ Razak

 

Kita sama-sama sepakat bahwa ada tiga pelaku utama dalam suatu perguruan tinggi, mahasiswa, alumni dan dosen yang pada dasarnya adalah berasal dari sumber yang sama yaitu sama-sama pernah menjadi mahasiswa. Begitu pun dosen mereka juga alumni walaupun mereka memutuskan untuk mengabdi menjadi dosen. Lantas bagaimana dengan alumni? Alumni banyak yang terjun ke berbagai bidang setelah mereka sarjana yang pada dasarnya kita bisa bagi menjadi 3 peran yaitu profesional atau spesialis, pengusaha dan tenaga pendidik (guru maupun dosen).

Tulisan ini akan sedikit memberikan gambaran bagaimana seharusnya hubungan antara mahasiswa, alumni dan dosen dan bagaimana peranan mereka di dalam membangun lembaga kemahasiswaan. Ketika saya ditanya, bagaimana seharusnya hubungan ketiganya (mahasiswa, dosen dan alumni)? Ya, seharusnya hubungan mereka baik-baik saja lah. Lanjut cerita, saya adalah alumni suatu perguruan tinggi negeri di bagian timur Indonesia yang dikenal dengan julukan ‘Ayam Jantan dari Timur’ dan menyelesaikan studi di Fakultas yang sering dijuluki atau kadang menjuluki diri sendiri sebagai ‘We are the Champion’. Namun, kalo berbicara sejujurnya, saya pun lebih banyak bergaul dengan profesional, praktisi dan pendidik di luar alumni dan almamater saya. Bahkan mereka dari alumni lain dan perguruan tinggi lainnya lebih mengenal saya ketimbang alumni dan perguruan tinggi sendiri. Bahkan mereka lebih akrab dan lebih dekat dengan saya dibanding kedekatan dengan alumni sendiri. Saya pernah dihubungi seorang Professor ternama di suatu perguruan tinggi terbaik di Indonesia untuk menjadi sponsor penerbitan buku agenda perguruan tinggi tersebut, saya juga pernah dimasukkan di Milist group alumni lain oleh seorang senior alumni mereka, saya juga sering diundang menjadi pembicara untuk workshop dan seminar energi dan kelistrikan oleh alumni dan perguruan tinggi lainnya. Makna yang saya bisa tangkap dari pengalaman saya ini, bahwa mereka lebih inklusif terhadap alumni lain, lebih open minded dari professional-professional yang walaupun mereka tidak satu almamater.

Bagaimana hubungan mahasiswa, alumni dan dosen di almamater saya? Sangat buruk, kalo diratingkan dari 0 – 10 saya bisa memberi nilai 2 atau 3 saja. Ini mungkin sangat subyektif tapi seperti inilah yang saya rasakan. Mahasiswa dan dosen termasuk pengelola fakultas beberapa tahun terakhir ini tidak pernah langgeng, bahkan ikatan alumni fakultas yang seharusnya menyatukan ketiga komponen nanti belum dianggap sebagai wadah ikatan alumni yang sesungguhnya. Ini terbukti ketika beberapa alumni yang coba memberikan input untuk kemajuan kampus termasuk pengembangan mahasiswa hanya dicap sebagai provokator dan dianggap kontraproduktif terhadap program-program yang dicanangkan pimpinan fakultas. Kondisi ini sangat berbanding terbalik ketika para pimpinan universitas dan fakultas seharusnya mengajak alumni untuk masuk dan berperan serta di dalam memajukan sistem pendidikan tinggi, memantapkan kurikulum yang ada, berkontribusi di dalam memberikan pemahaman dunia kerja kepada mahasiswa junior maupun senior melalui program kuliah tamu, workshop, seminar dan kegiatan ilmiah lainnya. Bukan hanya itu, dosen dan alumni profesional dan praktisi pun belum sepenuhnya saling bertukar pikiran satu sama lain, satu pihak mengerti teorinya secara mendalam dan satunya lagi memiliki pengalaman yang empirik yang sudah berbasis aplikasi industri. Sayang sekali ini tidak terjadi dan heran juga mengapa ini tidak terjadi sampai sekarang? 

Mahasiswa adalah generasi penerus bangsa dan seharusnya mereka dibekali kompetensi menyambut dunia kerja setelah mereka sarjana nanti. Kompetensi yang saya pahami perlu mahasiswa dapatkan selama mereka beraktifitas di kampus adalah kompetensi teknis dan kompetensi perilaku (behavioral competency) .sering disebut sebagai soft skill. Kompetensi pertama, disebut sebagai kompetensi teknis ini sangat memungkinkan mahasiswa peroleh dari bangku perkuliahan dan juga dari kerja praktek  (KP) dan kuliah kerja nyata (KKN) namun kembali lagi peranan alumni di dalam memberikan masukan-masukan tentang technical competency di industri sangatlah penting. Berdasarkan pengalaman saya, ilmu dasar bisa didapatkan dari kampus seperti ilmu termodinamika, konversi energi, struktur beton, struktur baja, arus lemah, arus kuat dan seterusnya namun aplikasi dan terapannya alumni-alumni profesional di bidangnya sejujurnya jauh lebih paham dan mengerti dan lebih gamblang menjelaskannya kepada mahasiswa. Kompetensi kedua, adalah behavioral competency  di mana calon sarjana dituntut mampu bekerja sama dalam suatu tim kerja, mampu memimpin dan tidak pernah susah untuk dipimpin, mampu menyelesaikan masalah (problem solver), berpikir kreatif dan mengambil suatu keputusan dengan cepat, mampu meng-influence others, achievement motivation, commitment to continuous learning, dan seterusnya.

Kompetensi kedua yang saya sebutkan ini tidak akan pernah kita dapatkan di bangku perkuliahan hanya dengan melalui proses belajar mengajar tatap muka di kelas, sebaliknya, di sinilah peranan lembaga kemahasiswaan di dalam mengasah behaviors (soft skills) dari pelaku organisasi sehingga ketika mereka terjun ke dunia kerja mereka tidak canggung lagi untuk berinteraksi, berkomunikasi, bekerja sama dan memimpin suatu tim kerja. Di lembaga kemahasiswaan, untuk bisa mengembangkan kompetensi ini mahasiswa diberikan tugas dan tanggung jawab di dalam membuat berbagai kegiatan seperti seminar, workshop, sarasehan, kursus dan training, pembinaan mahasiswa baru dan kegiatan positif lainnya. Melalui kegiatan-kegiatan yang saya sebutkan mereka diberi target seperti waktu pelaksanaan kegiatan, jumlah dana yang dibutuhkan, bentuk acara dan pesertanya, pembicara-pembicara yang akan hadir, pengaturan logistik dan lain sebagainya. Untuk bisa melakukan kegiatan yang dimaksud mereka membentuk kepanitiaan yang terdiri dari unsur ketua, sekretaris, bendahara sampai pada koordinator masing-masing divisi dan anggotanya.  Melalui kegiatan inilah mahasiswa-mahasiswa aktifis organisasi menjadi jauh lebih terampil, lebih teruji, dan lebih berdedikasi terhadap tugas dan tanggung jawab yang diamanahkan organisasi kepadanya sehingga secara langsung dapat mereka rasakan ketika mereka bekerja nantinya di suatu perusahaan (organisasi profit) mereka akan lebih mudah beradaptasi dan tentunya jauh lebih mature dalam posisinya sebagai karyawan perusahaan mulai dari posisinya sebagai assistant engineer, engineer, senior engineer, project engineer, project manager, project director, bahkan sampai pada posisi vice president and president director. Apakah ada metode lain untuk mengembangkan soft skill (behaviors) ini? Bagaimana dengan kegiatan-kegiatan seperti UKM olahraga dan tari atau lomba tali-temali? Apakah ini bisa dijadikan ajang pengembangan diri? Kalo ini sih saya tidak perlu banyak berpikir seperti memikirkan isi proposal kegiatan saya, membentuk tim kerja yang solid, mencari pembicara, mencari peserta dan mencari dana untuk kegiatan olahraga, seni dan lomba tali-temali yang dimaksud, saya tidak perlu memutar otak saya untuk memikirkan konsep acara yang menarik dan saya tidak perlu memiliki semangat keep on fighting till the end karena tantangannya sangat minim ha ha ha….Saya rasa lebih sulit membuat seminar transportasi, seminar pembangkit listrik geothermal atau pun seminar high rise building

HMS FT-UH Ketua I

Anggapan yang menyatakan bahwa mahasiswa itu tidak perlu lagi berorganisasi atau berlembaga adalah salah besar. Bahkan mahasiswa yang ikhlas dan sadar mendaftarkan diri pada lembaga kemahasiswaan diberi sanksi skorsing tidak mengikuti perkuliahan selama 6 bulan. Inilah yang terjadi pada almamaterku tercinta. Entah dengan dasar apa pimpinan fakultas melakukan itu tapi saya menganggap ini suatu kebodohan yang paling fatal. Ancaman yang diberikan kepada mahasiswa baru dan mahasiswa lama oleh pimpinan fakultas betul-betul merusak minat mahasiswa untuk berlembaga, mengembangkan behavioral competency yang mereka miliki, sungguh memalukan. Tidak jarang di antara dosen atau pimpinan fakultas mengatakan “kalian tidak usah ikut-ikut kegiatan mahasiswa kalian kuliah saja kalo tidak mau kena skorsing”. Bagi orang tua mahasiswa (i) yang membaca opini saya ini, mohon jangan hanya melihat lembaga mahasiswa hanya dari sisi negatifnya yang mungkin bukan lembaganya yang tidak benar tapi pelaku organisasinya yang perlu diluruskan. Saya meyakini masih banyak hal-hal positif yang bisa didapatkan dari kegiatan berorganisasi di lembaga kemahasiswaan dan akan menjadi modal adik-adik mahasiswa di dalam menjalani kehidupan di dunia kerja, dunia profesional dan dunia industri.

Channel 09 Redaktur Pelaksana

Sebagai alumni saya merasa perlu untuk menyampaikan ini kepada para pengambil kebijakan di kampus termasuk dosen & pimpinan fakultas dan juga para orang tua mahasiswa (i) di rumah bahwa kualitas generasi penerus bangsa sangat bergantung pada bentuk-bentuk perlakuan kita kepada mereka, mengayomi dan memberikan mereka contoh yang baik termasuk memberikan mereka kesempatan di dalam mengembangkan technical dan behavioral competency supaya mereka bisa mencapai cita-cita dan mengejar masa depan mereka kelak. Ketika pimpinan Fakultas  Tercinta belum membuka diri menerima masukan dari alumni melalui wadah ikatan alumni  maka tidak akan pernah muncul win-win solution antara mahasiswa dan pimpinan fakultas yang pada akhirnya membuat iklim akademik dan berlembaga tidak akan pernah kondusif dan harmonis. Begitu pun kualitas mahasiswa baru yang dikader melalui UKM olahraga, seni dan lomba ‘tali-temali’ tadi tidak akan lebih bagus dari generasi-generasi sebelumnya.  Saya meyakini dan memahami bahwa yang dilakukan oleh pimpunan fakultas  pada mahasiswa baru saat ini adalah metode ‘trial & error’. Hasilnya? Yakin dan percaya, waktu yang akan membuktikan kelak.

Trip to US, Melewati Atlantic Ocean atau Pacific Ocean (Kansas City, US Assignment, May to September 2013 Part 3)

Oleh: Habibie Razak, Traveller & Blogger

Bagi seorang berkebangsaan Indonesia, perjalanan ke Amerika dari tanah air bukanlah ‘short travel’ melainkan bisa dikategorikan sebagai ‘long travel, indeed’. Kenapa tidak, untuk menuju negeri Lone Ranger dan Tonto ini butuh waktu setidaknya 26 Jam bahkan lebih. Namun sudah banyak orang Indonesia yang sudah ‘enjoy’ dengan perjalanan ke US bahkan ada yang sampe 2x sebulan pulang pergi, jadi bisa dikatakan  hidupnya sudah lebih banyak dihabiskan di perjalanan, it’s a fact.

Saya ingin sedikit berbagi cerita perjalanan saya ke US melewati samudera Atlantik dan samudera Pasifik. Perjalanan pertama saya memutuskan menggunakan SQ Airlines berangkat dari Jakarta dan pindah pesawat di Changi Airport. Perjalanan dari Jakarta ke Singapura tidak lebih dari 2 jam namun saya harus menunggu pindah pesawat menuju ke Moscow dan Houston selama hampir  4 jam. Perjalanan ke Moscow memakan waktu kurang lebih 12 jam dan transit di sana selama kurang lebih 2 jam. Dari Domodedovo International Airport saya dengan menggunakan pesawat yang sama berangkat menuju Houston dengan perjalanan juga kurang lebih 12 Jam. Setelah menunggu kurang lebih 4 jam di George Bush Houston Intercontinental Airport saya akhirnya berangkat menuju Kansas City Airport dengan menggunakan connecting flight United Airlines maskapai penerbangan US dengan waktu tempuh kurang lebih 2.5 jam. Cara pertama ini adalah melewati Eropa dan samudera Atlantik dan memakan waktu total 38 Jam termasuk waktu transit.

Bagaimana dengan cara kedua, yakni melewati Samudera Pasifik. Saya pada trip kedua mencoba menggunakan maskapai penerbangan Korea, Asiana Airlines. Dari Jakarta tengah malam menuju Incheon Seoul International Airport selama kurang lebih 8 jam. Saya transit di Incheon selama hampir 2 Jam dan kembali menggunakan pesawat berbeda dengan maskapai penerbangan yang sama menempuh perjalanan kurang lebih 14 Jam menuju O’Hare Chicago International Airport. Di sana saya harus antrian di bagian imigrasi dan baggage custom clearance selama 2 jam kemudian lanjut lagi dengan connecting flight menggunakan American Airlines selama kurang lebih 2 jam perjalanan. Sepertinya perjalanan ke US melewati samudera Pasifik adalah memberikan waktu tempuh yang lebih pendek sekitaran 26 Jam saja, lebih singkat 12 jam dibanding melewati Samudera Atlantik.

Namun masih banyak opsi lain menggunakan maskapai penerbangan yang berbeda dan juga lokasi transit yang berbeda pula. Apabila menggunakan Qatar Airlines tentunya Anda akan transit di Doha, Qatar, apabila menggunakan maskapai penerbangan Japan airlines tentunya akan transit di Narita International Airport. Pilihan sangat tergantung pada diri masing-masing, bagi yang pingin lebih sering transit dan membeli sesuatu di bandara yang berbeda silahkan menggunakan SQ Airlines, Anda bisa menyempatkan waktu cuci mata dan sekaligus berbelanja setidaknya di 3 airport yang berbeda…ha ha ha ha…Namun yang paling penting, pilihlah maskapai penerbangan yang bisa memberikan keamanan dan kenyamanan penuh selama Anda berada di dalam pesawat. Bagi saya, tentunya Pramugarinya haruslah yang manis dan ramah-ramah pada penumpangnya ha ha ha….

Semoga ini bisa menjadi sharing pengalaman yang bermanfaat buat pecinta blogger di Indonesia. Salam Insinyur dan Salam Blogger.