Menjajaki Potensi Pengembangan Rice Husk Power Generation di Beberapa Kabupaten Penghasil Lumbung Padi di Sulawesi Selatan

Oleh:

Sapri Pamulu, Ph.D, Head of Strategic Management Office, PT Wiratman Indonesia, Staff Pengajar Universitas Indonesia

Habibie Razak, P.Eng., ASEAN Eng., Wakil Ketua Bidang Energi dan Kelistrikan Persatuan Insinyur Indonesia, Praktisi Oil, Gas & Mining

Indonesia dulunya pada saat jaman Pak Harto terkenal sebagai negara lumbung padi dengan program swasembada pangannya. Setiap daerah yang kaya akan lahan pertanian dituntut untuk menghasilkan padi guna memenuhi kebutuhan beras seluruh masyarakat Indonesia bahkan dulunya Indonesia pernah menjadi eksporter beras di dunia. Daerah-daerah penghasil padi ini membangun dan mendirikan pabrik-pabrik penggilingan padi di beberapa tempat untuk mengubah padi menjadi beras. Sisa dari penggilingan padi yang dinamakan sekam (rice husk) awalnya dibakar di udara begitu saja. Seiring dengan perkembangan teknologi beberapa negara di dunia seperti India, Kamboja, Brazil, Thailand dan negara-negara penghasil pangan di Asia mulai memikirkan untuk mengutilisasi sekam tadi menjadi sesuatu yang bervalue added untuk kebutuhan masyarakat yang ada di sekitarnya.
Penggantian fossil fuels seperti minyak, batubara dan gas dengan energi biomass adalah merupakan sumber energi yang terbaharukan dan juga telah berkontribusi pada pengurangan emisi efek rumah kaca (emissions of greenhouse effect gases). Salah satu contoh biomass adalah sekam padi ini yang ternyata memiliki nilai kalori 3,200 kcal/kg.

Nilai kalori dari sekam ini dan jumlah tonnase sekam yang ada pada suatu daerah yang memiliki beberapa penggilingan padi sangat memungkinkan untuk dibuat pembangkit listrik bertenaga sekam padi semisal di Kabupaten Wajo dan Kabupaten Sidrap. Bagaimana pun juga, sangat perlu dipahami bahwa penggunaan sekam ini pada thermal generation, technology assessment sangat dibutuhkan, termasuk analisa ekonomi dan finansial dan juga studi tentang analisa mengenai dampak lingkungan sangat perlu diperhatikan.

Bagaimana pembangkit listrik berbahan bakar sekam bekerja? Konsepnya sebenarnya sama saja dengan pembangkit listrik tenaga batu-bara dimana pada sistem ini boiler digunakan membakar rice husk (sekam) untuk menghasilkan superheated steam. Steam yang dihasilkan tadi menuju ke turbine dan sisa steam yang ada pada low pressure menuju condenser di mana steam berubah menjadi air yang kemudian dipompa oleh boiler feedwater pump kembali ke boiler (closed thermal cycle).

Risk Husk Power Generation Simple Process Flow Diagram

Salah satu studi tentang penggunaan rice husk sebagai pembangkit listrik adalah suatu micro power station (MPS) yang berproduksi 24 Jam sehari, 346 hari per Tahun dengan total 8,300 Jam per Tahun. Targetnya adalah menyediakan supply listrik ke industri di mana pengoperasian MPS ini membutuhkan 25,730 Ton sekam dan wood bark per Tahun (70 – 75 Ton/Hari) dengan faktor utilisasi 0.94 lebih besar dari conventional power plant seperti coal, natural gas atau diesel yang faktor utilisasinya bervariasi dari 0.3 sampai dengan 0.76. Selama satu tahun beroperasi, MPS ini akan menghasilkan 9,960 MWh. 5,200 MWh dikonsumsi untuk industri dan 4,760 akan dijual ke pasar semisal untuk kebutuhan masyarakat sekitarnya. Jadi kapasitas MPS dari rice hust ini adalah sebesar 27- 28 MW design.

Biaya proyek seperti di atas dapat dipilah dalam beberapa sub-biaya antara lain: biaya land dan construction permitting, pekerjaan tanah dan pondasi serta bangunan, boiler design and manufacturing, turbine and generator, tubing & piping with related accessories, instalasi equipment dan konstruksi sampai pada start-up dan commissioning dengan total capital expenditure (CAPEX) adalah kurang lebih USD 16,500,000. Di sisi lain, proyek seperti ini juga memiliki benefit lingkungan karena membantu di dalam mengurangi green house effect (GHG) dan kita bisa meng-claim carbon credit dengan komposisi sebagai penggantian 9,960 MWh pembangkitan dan distribusi listrik menggunakan batubara dan gas alam. Komposisi yang lain adalah dengan adanya pengurangan emisi gas metana (reduction of emission of methane) dari 6,590 Ton per Tahun sekam yang akan dideposit ke dalam tanah. Sebagai tambahan, steam yang dihasilkan dari pembangkit listrik juga bisa digunakan mengeringkan padi, dan rice husk ash sebagai hasil pembakaran bisa digunakan sebagai campuran pengganti pada semen dan baja sama seperti yang dilakukan di PT Semen Tonasa dan PT Semen Bosowa, please correct me if I’m wrong.

Jadi biaya investasi pembangkit listrik berbahan bakar sekam ini adalah sekitar USD 600,000 per MW listrik. Berbicara mengenai return on investment (ROI) rata-rata pengembalian adalah 3.85 Tahun apabila disertai dengan penjualan carbon credit seperti yang dijelaskan di atas dan 4.7 Tahun tanpa penjualan carbon credit. Secara keseluruhan proyek ini adalah menarik dari sisi investasi. Pertanyaannya adalah berapa besar volume sekam yang kita punya di Kabupaten Wajo dan Sidrap ini? Dari situ kita bisa berhitung berapa MW listrik yang bisa kita hasilkan dan tentunya masih banyak faktor-faktor lain yang mesti diperhatikan sehingga proyek seperti ini bisa dilakukan di Tanah Bugis. Salah satu faktor yang paling signifikan adalah seberapa besar antusiasme pemerintah daerah di dalam mendukung program seperti ini. Kita sebagai profesional sangat dituntut untuk memberikan pemahaman ke Pemda akan potensi kekayaan daerah yang kita miliki dan strategi investasi seperti apa yang harus dilakukan demi kemajuan daerah.

Program investasi seperti ini juga sepertinya tidak bisa berjalan sesuai yang diharapkan apabila program peningkatan sumber pertanian tidak dilakukan dengan benar. Tidak ada padi artinya tidak ada sekam dan pada akhirnya tidak akan ada pembangkit listrik berbahan bakar sekam. Peningkatan produksi pangan seperti padi adalah suatu keharusan sehingga menghasilkan multiplier effect dari hulu ke hilir yang semuanya bisa menjadi potensi bisnis di tingkat Kabupaten maupun propinsi. Kita membutuhkan pemimpin yang bisa memikirkan grand strategy bagaimana membuat ide ini menjadi kenyataan, seorang pemimpin yang smart dan berintegritas.

Referensi:

M.O. Oliveira, J.M. Netto, Viability Study for use of Rice Husk in Electricity Generation by Biomass, Brazil, March 2012

Ideas Jorunal, Rice Husk Power in Thailand with Japanese Investment  http://fletcher.tufts.edu/CIERP/Publications/Ideas/Issues/~/media/Fletcher/Microsites/CIERP/Ideas/1_ideas/SasakiShotaroformat.pdf, 2007

5 thoughts on “Menjajaki Potensi Pengembangan Rice Husk Power Generation di Beberapa Kabupaten Penghasil Lumbung Padi di Sulawesi Selatan

  1. TomikoNWills

    Hello! I was able to have sworn I’ve been to this blog before but after checking
    through some of the post I realized it’s new to me.
    Anyhow, I’m definitely delighted I discovered it and I’ll be bookmarking and checking back often!

    Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Time limit is exhausted. Please reload CAPTCHA.