Monthly Archives: July 2018

Workshop ASEAN Electrical Inspection Guidelines, 26 Juli 2018

Persatuan Insinyur Indonesia Pusat sukses menyelenggarakan Workshop ” ASEAN Electrical Inspection Guidelines” di Gedung BPPT Thamrin Tanggal 26 Juli  kemarin. Workshop ini dihadiri lebih dari 50 peserta dari berbagai instansi dan perusahaan dan menghadirkan pembicara dari regional ASEAN. Workshop dibuka secara formal oleh perwakilan dari Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM.

Sesi pertama workshop dimoderasi oleh Ir. Tumpal Gultom, MT., IPU menghadirkan beberapa panelis antara lain: Panelis pertama mewakili Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM dengan topik “Peraturan di Bidang Ketenagalistrikan”, Panelis kedua Ir. Yau Chau Fong, P.E., ASEAN Eng., ACPE dan Ir. Lim Kim Ten, the Institution of Engineers Malaysia (IEM) membawakan topik tentang standard kelistrikan negara ASEAN dan standard instalasi listrik Malaysia. Panelis ketiga menghadirkan Prof. Pekik Argodahono Badan Kejuruan Elektro PII juga Ketua Asosiasi Power Quality Indonesia (APQI)  dengan topik “Pemeriksaan dan Pengujian Instalasi Listrik” dan Panelis keempat Ir. Simon K A Leong, P.E., ACPE perwakilan dari PUJA Brunei Darussalam dengan topik “Electrical Installation Standard in Brunei Darussalam”.

Simon dalam paparannya menyampaikan bahwa di Brunei untuk bisa berpraktek keinsinyuran haruslah tersertifikasi sebagai Professional Engineer (PE). Engineer yang sudah berpredikat PE sudah bisa bertanda tangan di atas gambar atau dokumen teknis lainnya untuk construction approval. Foreign engineer yang bekerja di Brunei juga bisa mendapatkan sertifikasi Insinyur Profesional tentunya melalui proses yang disyaratkan oleh Board of Engineers Brunei Darussalam. Penulis menyebutkan bahwa saat ini untuk regional ASEAN sudah ada MRA terkait profesi keinsinyuran. Mereka menyelenggarakan ASEAN Chartered Professional Engineer (ACPE) certification untuk mempemudah mobilitas insinyur bekerja di regional ASEAN.

Sesi kedua workshop menghadirkan perwakilan dari PT Multifabrindo Gemilang dengan  topik “Standard Peralatan Distribusi Listrik” dan Pusat Pengembangan Ketenagalistrikan PLN dengan topik “Standard Peralatan Pembangkit Listrik”. Sesi ini dimoderasi oleh Ir. Bambang Praptono, MM., IPU Pengurus Badan Kejuruan Elektro PII.

 

Ada beberapa points of discussion yang dicatat dari workshop berdasarkan catatan dari PJ Low utusan dari IEM Electrical Engineering Technical Division yang juga menghadiri workshop ini. Few interesting discussion from first session: 1) Discussion on power factor where what does it means by negative 2) How does regulation handles the harmonic and how to inspect 3) Safety electrical for transmission & distribution 4) Efficiency vs Price/Cost 5) Products that causes harmonics and the needs for awareness 6) Government’s view on foreign contractors that may use incompetent person for work. 7) Area of authority for Hospital between Health Ministry and Energy Ministry 8) Warehouses with harmonic issues.

Sementara di sesi kedua captures: 1) How to counter the counterfeit on electrical products 2) Internal standards of large corporate, 3) and how to perform sharing session with the other smaller companies or association to benefit from it.

ASEAN Electrical Inspection Guidelines yang akan segera diluncurkan ini adalah merupakan hasil kerja dari tim kecil AFEO Energy Networking Group yang dikoordinir oleh Ir. Yau Chau Fong yang sudah bekerja lebih dari dari 2 tahun untuk bisa mewujudkan guidelines ini. AFEO adalah singkatan dari ASEAN Federation of Engineering Organization merupakan Federasi organisasi Persatuan Insinyur di tingkat ASEAN di mana Persatuan Insinyur Indonesia (PII) adalah organisasi profesi yang menjadi anggota AFEO yang mewakili Indonesia sejak akhir Tahun 90-an.

Sesi EPC & Project Risk Management Bersama EMLI Training, 25 Juli 2018

Sesi EPC Project Management dan Project Risk Management kembali digelar oleh EMLI Training sebagai bagian dari Kursus Intensif Hukum Konstruksi yang dilaksanakan selama 3 hari di Hotel Sofyan Inn Tebet dari Tanggal 24 – 26 Juli 2018. Peserta dihadiri 10 profesional dari beberapa perusahaan dan instansi institusi ternama seperti Multifab, Waskita, Sinarmas Mining Group,  Universitas Mercubuana dan beberapa lainnya. Peserta ada yang berprofesi sebagai engineer, legal, commercial, proposal dan dosen.

Sesi EPC Project Management terdiri dari fundamental manajemen proyek, kontrak EPC, klasifikasi estimasi berdasarkan AACE dan perkenalan proposal development untuk proyek EPC. Pembicara juga memaparkan beberapa studi kasus tentang manajemen proyek power, oil & gas selama bekerja di perusahaan EPC terkemuka di dunia. Yang cukup menarik menjadi bahan diskusi di sesi pagi sebelum makan siang adalah bagaimana cara menghitung Billing Rate (BR) personnel dalam suatu proyek yang melibatkan tenaga profesional seperti engineer.

Perhitungan BR ini wajib diketahui bukan hanya oleh konsultan maupun kontraktor tapi juga project owner. Ternyata, sebagian banyak dari kawan-kawan menganggap bahwa nilai yang tertera sebagai BR adalah total jumlahnya dibayarkan semuanya kepada personnel tadi padahal komponen BR itu terdiri dari 1) remunerasi personnel di dalamnya ada komponen gaji, pajak dan asuransi 2) overhead cost di dalamnya ada biaya administrasi, biaya sewa kantor, biaya sewa peralatan/perlengkapan kantor, biaya transportasi, biaya membayar karyawan/karyawati bahkan pimpinan perusahaan yang memberikan support pada proyek itu termasuk utility dan maintenance cost kantor konsultan atau kontraktor tadi. 3) Profit margin. Nilai profit margin untuk perusahaan engineering consultant saat ini tidak lebih dari 15% untuk bisa kompetitif di pasaran.

Sesi siang dilanjutkan dengan project risk management. Perbedaan mendasar antara hazard dan adalah: “hazard” means a situation or thing that has the potential to harm a person. Hazards in your business may include: noisy machinery, a moving forklift, chemicals, electricity, working at heights or a repetitive job at your workplace. A “risk” is the possibility that harm (death, injury or illness) might occur when exposed to a hazard in your workplace. Namun risk atau resiko itu tidak hanya terkait kematian, injury atau sakit tapi juga terkait investasi. Risk management is then required to manage all risks which may create problems on your investment, safety, health and environment. 

Overall, peserta sesi sehari ini sangat proaktif di dalam menyampaikan pertanyaan bahkan sampai pada sharing pengalaman terkait proyek-proyek yang mentereka kerjakan. Sungguh senang bisa berkenalan dengan para peserta di technical event ini.

Halal Bihalal dan Silaturahim Persatuan Insinyur Indonesia Pusat, 24 Juli 2018

Halal biHalal (HBH) dan Silaturahim Persatuan Insinyur Indonesia diselenggarakan pada Hari Selasa, 24 Juli 2018 di Hotel Grand Kemang dihadiri lebih setidaknya 60 peserta dari unsur Pengurus Pusat dan Badan Kejuruan PII. Acara yang dimulai makan siang bersama kemudian dilanjutkan dengan sesi open forum HBH dan Silaturahim yang dibuka langsung oleh Dr. Ir. Hermanto Dardak, IPU Ketua Umum PII Pusat.

Dalam sambutannya Beliau menyampaikan Anggota dan Pengurus PII dituntut untuk lebih berperan aktif di dalam mensukseskan program pemerintah menuju Industri 4.0. Tentunya dibutuhkan penguatan internal organisasi PII di dalam menyambut dan mensukseskan era 4.0 ini termasuk kesiapan kelengkapan organisasi PII menyambut disahkannnya Peraturan Pemerintah terkait Profesi Keinsinyuran.

Acara dilanjutkan dengan sesi diskusi panel menghadirkan beberapa panelis antara lain Ir. Qoyum Tjandranegara, Ir. Rauf Purnama, Dr. ir. Heru Dewanto, Dr. Ir. Hermanto Dardak dipandu oleh Sekjen PII Pusat Ir. Robert Purba Sianipar. Ir. Qoyum memberikan update tentang rencana pembangunan kantor PII Pusat di Jl Halimun dan rencana ground breaking bulan Agustus 2018. Beliau sebagai pakar gas menyebutkan bahwa Pemerintah saat ini mesti lebih fokus lagi pada utilisasi gas untuk kebutuhan dalam negeri untuk memberikan nilai tambah pada industri. Hal serupa disampaikan oleh Ir. Rauf Purnama pakar Petrochemical Indonesia bahwa untuk menuju Indonesia dengan high income perkapita tidak ada cara lain selain membangun industri nasional yang memberikan nilai tambah dan tentunya dengan industri dalam negeri akan memberikan ruang yang lebih lebar untuk Insinyur Indonesia bekerja dan berkarya.

Dr. Ir. Heru Dewanto menyebutkan karakteristik Industri 4.0 antara lain robotic automation, internet of things, 3D printer and data of things.  Kecepatan internet akan terus bertambah and peralatan/equipment dirancang dengan teknologi mutakhir sehingga ponsel pun sudah terhubung dengan alat peralatan/equipment tadi. Semuanya serba real time dan waktu yang digunakan untuk mengerjakan sesuatu menjadi lebih cepat dan lebih mudah. Heru juga menanggapi pertanyaan dari Ir. Juanda Ibrahim Ahli Pembangkit dan Transmisi, Pengurus Badan kejuruan Elektro yang mengharapkan PII memberikan rekomendasi kepada pemerintah di dalam meningkatkan sumber energi dari renewable mengingat komitmen Indonesia untuk 23% konsumsi energi dari sumber energi terbarukan di Tahun 2025.

Dr. Heru menyampaikan bahwa saat ini Indonesia masih membutuhkan fossil energy sebagai sumber energi utama di Indonesia mengingat saat ini tariff listrik dari fossil fuel masih jauh lebih murah dari renewable energy seperti PLTS dan PLTB. Heru melihat perkembangan teknologi pembangkit listrik berbahan bakar batubara saat ini dan di masa yang akan datang menjadi lebih efektif dan efisien lagi. Penggunaan batubara yang semakin sedikit untuk menggenerate energy output yang lebih besar. Teknologi supercritical, ultra-supercritical, dan advanced critical untuk coal fired plant terus menerus dikembangkan agar lebih efektif, efisien dan ramah lingkungan.

Hadir pada HBH dan silaturahim ini antara lain Ir. Irawan Poerwo BK Pertambangan yang juga adalah ahli smelter, Ir. Sapri Pamulu, M.Eng., PhD Ahli Infrastruktur juga Pengurus Badan Kejuruan Sipil (BKS) PII, Ir. I Made Tangkas pakar Otomotif Indonesia Badan Kejuruan Teknik Industri, Ir. Faizal Safaa Pakar Industri dan beberapa pengurus lainnya.

 

Reportase: Ir. Habibie Razak – Sekretaris Divisi Gas PII Pusat.

Rancangan Peraturan Pemerintah Terkait UU 11/2014 dan Manfaatnya Untuk Insinyur Indonesia Pada Pengembangan Proyek-proyek Renewable Energy di Indonesia

Indonesia adalah negara besar yang kaya akan potensi pengembangan energi terbarukan dari Sabang sampai Merauke. Bagaimana pun juga potensi sumber daya alam ini harus dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk kesejahteraan manusia Indonesia pada umumnya dan juga untuk para Insinyur Indonesia khususnya. Menurut Harris Yahya, Direktur Aneka EBTKE Kementerian ESDM dalam paparannya pada Konferensi Eastern Renewable Energy bulan Maret 2018 lalu di Makassar menyebutkan bahwa  Indonesia hanya memiliki 60,491 MW kapasitas pembangkit energi listrik terpasang dan hanya sekitar 9,000 MW atau hanya 15% dikategorikan sebagai renewable energy. Saat ini Pemerintah terus mendorong membangun RE power plants di seluruh Indonesia untuk memenuhi komitmen President Jokowi  untuk 23% energy consumption oleh RE di tahun 2025. Bagaimana pun juga, dibutuhkan regulasi pemerintah yang ideal untuk mendukung target ini.

Investor dan developer dari luar negeri cukup antusias di dalam memberikan andil pada program ini. Mereka datang bukan hanya dengan membawa modal yang cukup besar tapi juga advanced technology dan foreign engineers untuk bekerja di proyek-proyek mereka. Sebutlah, Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) 75 MW Sidrap yang baru diresmikan pengoperasiannya oleh Presiden Jokowi beberapa hari yang lalu. Ini adalah PLTB pertama yang beroperasi di Indonesia. Setelah itu menyusul beberapa PLTB lainnya yang sementara dalam tahap development antara lain PLTB Tolo-1 Jeneponto 72 MW dan lainnya.

Bagaimana dengan peran Insinyur Indonesia untuk bisa berpartisipasi dan mendapatkan pengalaman pada proyek-proyek energi terbarukan ini? Pemerintah sebagai regulator harus memberikan endorsement kepada pelaku bisnis ini untuk lebih banyak melibatkan para Insinyur kita. Persatuan Insinyur Indonesia (PII) melalui UU No.11/2014 hubungannya dengan usaha utilisasi sumber daya insinyur Indonesia mempunyai tugas antara lain melaksanakan pelayanan Keinsinyuran sesuai dengan standar, pengembangan keprofesional berkelanjutan (PKB) dan menjalin perjanjian kerja sama Keinsinyuran internasional.

Tidak lama lagi, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) terkait profesi keinsinyuran ini akan segera diterbitkan dan salah satu yang diatur dalam rancangan RPP ini adalah tentang Insinyur Asing. Insinyur Asing sesuai dengan harapan RPP ini berkewajiban antara lain untuk: melaksanakan kegiatan Keinsinyuran sesuai dengan keahlian dan kode etik Insinyur; melaksanakan tugas profesi sesuai dengan keahlian dan kualifikasi yang dimiliki; memutakhirkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta mengikuti Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan; mengupayakan inovasi dan nilai tambah dalam kegiatan Keinsinyuran secara berkesinambunganmelaksanakan secara berkala dan teratur kegiatan Keinsinyuran terkait dengan darma bakti masyarakat yang bersifat sukarela; dan melakukan pencatatan rekam kerja Keinsinyuran dalam format sesuai dengan standar Keinsinyuran.

Sedangkan kewajiban Insinyur Asing terhadap Insinyur pendamping Indonesia antara lain: 1) Insinyur Asing wajib melakukan alih ilmu pengetahuan dan teknologi kepada Insinyur Indonesia sebagai tenaga pendamping sesuai dengan yang disebutkan di dalam pengajuan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) yang diajukan oleh institusi yang memberikan sponsor kepada instansi yang berwenang untuk memberikan izin kerja bagi tenaga kerja asing sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. 2) Insinyur Asing melakukan Program alih ilmu pengetahuan dan teknologi harus dibuat secara terstruktur dan bertujuan untuk meningkatkan kualitas kemampuan Tenaga Ahli pendamping/Insinyur Indonesia dan selain disampaikan kepada institusi yang memberikan izin kerja bagi tenaga kerja asing. 3) Institusi yang memberikan sponsor berkewajiban untuk menyampaikan laporan tertulis hasil yang telah dicapai dalam proses alih ilmu pengetahuan dan teknologi kepada Tenaga Ahli pendamping/Insinyur Indonesia dalam jangka waktu tertentu. 

Selama ini, Insinyur Asing ini menurut observasi PII belumlah melakukan proses alih pengetahuan dan teknologi sesuai diharapkan, belum ada pencatatan atau laporan secara tertulis terkait pencapaian proses tadi. Sepertinya praktek pendampingan oleh tenaga ahli lokal kepada tenaga asing tadi belumlah maksimal. Sekiranya ini menjadi salah satu poin fokus Pemerintah terkait kesuksesan alih pengetahuan dan teknologi tadi.

Rancangan Peraturan Pemerintah ini hendaknya segera dikeluarkan oleh Pemerintah sebagai wujud komitmen bahwa pemerintah peduli akan pengembangan Insinyur Indonesia untuk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang mutakhir dari Insinyur Asing yang membawa pengetahuan dan teknologi masa depan ke Indonesia termasuk teknologi energi terbarukan yang mulai masuk ke Indonesia beberapa tahun terakhir ini, sayang sekali momen ini tidak termanfaatkan secara optimal.

Diharapkan sebelum Insinyur Asing tadi kembali ke negaranya, Insinyur kita sudah mampu untuk menjalankan kegiatan-kegiatan keinsinyuran terkait pengembangan proyek-proyek renewable energy tadi termasuk bagaimana pengoperasian dan pemeliharaannya. Bukan hanya itu, Insinyur yang bergerak di bidang penelitian dan pengembangan seperti BPPT diharapkan akan lebih efektif lagi melakukan aktifitas sejenis, belajar dari negara lain dan mengembangkannya menjadi teknologi baru yang lebih handal.

Renewable energy adalah suatu keharusan, Indonesia is moving towards the clean energy dan sudah saatnya para Insinyur Indonesia menjadi bagian dari proyek-proyek ini. Menurut Penulis, Persatuan Insinyur Indonesia sebagai institusi yang diberi tugas membantu pengembangan kompetensi Insinyur Indonesia patut diberikan ruang gerak yang lebih luas lagi dan hanya dengan dikeluarkannya rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) ini usaha-usaha terkait bisa dilakukan secara terukur dan lebih optimal lagi.

Tulisan ini juga dapat dibaca di link ini http://makassar.tribunnews.com/2018/07/16/opini-habibie-razak-insinyur-asing-dan-manfaatnya-untuk-insinyur-nasional

Penulis: Habibie Razak – Praktisi Sektor Energi dan Ketenagalistrikan – Sekretaris Divisi Gas Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Pusat – Penasehat Program Studi Program Profesi Insinyur (PSPPI) Fakultas Teknologi Industri Universitas Muslim Indonesia (FTI UMI)

 

 

 

 

Management Development Program (MDP) Part 2, Kuala Lumpur, 10 – 12 July 2018

Hari Senin siang 9 Juli 2018 memenuhi panggilan kantor berangkat ke Kuala Lumpur untuk sesi kedua Management Development Program (MDP) yang dilaksanakan selama 3 hari di Hotel Sheraton Petaling Jaya. Program ini ditujukan kepada manager dan engineer yang bekerja di area operasi Malaysia dan Indonesia untuk berbagai sektor seperti transportasi, urban development, resources, power & energy.

MDP Part II ini adalah lanjutan dari MDP Part I yang sebelumnya diselenggarakan pada Bulan April sebelumnya. Materi yang dihadirkan antara lain Team Success Factors, Delegate with Purpose, Emotional Intelligence  dan Driving Changes. Bahan program ini adalah hasil research dari Development Dimension International (DDI) yang pada dasarnya adalah pengembangan kepemimpinan dan manajemen demi peningkatan kinerja individu atau profesional dan perusahaan secara umum. Program 3 hari ini juga menghadirkan sesi khusus tentang emotional intelligence yang memaparkan tentang kecerdasan intrapersonal (self awareness, self motivation dan self control) dan interpersonal (social relationship, driving others, teamworks dan lainnya).

Akhir sesi ini ditutup dengan penyerahan Sertifikat MDP dan setidaknya 20 profesional yang berhasil mengikuti dan menyelesaikan program ini. Masing-masing profesional diminta membuat list of action (minimum 2) yang akan dipraktekkan dalam bekerja di kantor terkait pengembangan kompetensi anggota tim dan dalam rangka menciptakan budaya kerja yang lebih efektif lagi untuk menghasilkan performa perusahaan yang lebih baik.

Trip kali ini seperti biasa saya selalu menyempatkan mengunjungi kawan-kawan professional yang terafiliasi sebagai bagian dari ASEAN Engineers Community. Mereka adalah pengurus the Institution of Engineers Malaysia dan sangat aktif di dalam pengembangan profesi keinsinyuran di skala Asia Tenggara. Sesi after training session juga kami isi dengan diskusi lepas meringankan penat di Sky Bar Lantai 33 Hotel Sheraton ini.

Kesempatan kali ini setiap peserta mendapatkan hasil self assessment terkait profil deskripsi kepribadian atau gaya perilaku yang didevelop oleh Human Synergistics International.  With respect to the twelve specific thinking and behavioral style measured, my primary style is approval and secondary style is humanistic-encouraging. Overall, the strongest extensions are in the CONSTRUCTIVE cluster.

Lanjut, Primary Style adalah Approval memberikan indikasi: agrees with everyone, upset if not accepted by others and generous to a fault. sedangkan Secondary Style adalah Humanistic-Encouraging dengan indikasi: willing to take time with people, encourages others, and respects confidence.

 

Terima kasih kepada Tim HR Regional South East Asia yang sukses mendeliver program ini.