Monthly Archives: February 2016

Diundang Menjadi Instruktur pada Program Profesi Insinyur Indonesia (PPPI) PII Cabang Makassar, 20 Februari 2016

Program Pembinaan Profesi Insinyur kembali diadakan oleh Dr. Eng. Muhammad Rusman, IPM dan timnya pada Tanggal 19-20 Februari 2016 bertepatan Hari Sabtu dan Minggu di Hotel Clarion, Makassar. Program pembinaan profesi kali ini dihadiri lebih dari 30 peserta dari berbagai alumni perguruan tinggi termasuk alumni Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.

Habibie photo

Hadir sebagai peserta kali ini antara lain Ketua Ikatan Alumni FT-UH Wilayah Sulawesi Ir. Ansar Rahman yang juga bekerja sebagai professional di salah satu perusahaan konstruksi terkemuka di Makassar. Ketua Asosiasi Pengusaha K3 Ir. Isradi Zainal juga menyempatkan menghadiri kegiatan ini sebagai peserta mengingat saat ini para Alumni Sarjana Teknik yang bergelut dalam dunia keinsinyuran wajib untuk mengikuti program ini dan diharapkan bisa mengikuti program sertifikasi Insinyur yang menghasilkan surat kompetensi Insinyur dari Persatuan Insinyur Indonesia (PII). Tak ketinggalan juga, alumni Teknik Unhas Ir. A.M Irfan A.B. adalah salah satu anggota DPR Tingkat 1 Propinsi Sulawesi Selatan terlihat hadir dan mengikuti rangkaian acara P3I secara intens sampai ditutupnya kegiatan ini.

Dua hari kegiatan ini menampilkan materi yang hampir sama dengan kegiatan sebelumnya kecuali penambahan satu materi baru yakni Advokasi Profesi Insinyur yang dibawakan oleh Ir. M. Sapri Pamulu, Ph,D. Menarik mendengarkan paparan materi yang dibawakan oleh Sapri yang juga adalah Wakil Ketua Bidang Advokasi Insinyur PII pusat terutama perihal perlindungan Insinyur Indonesia di dalam menjalankan profesinya sebagai Insinyur teregistrasi. Saat ini, PII dalam usahanya meminta pemerintah segera mengeluarkan Perpres, Kepres dan atau pun Peraturan Pemerintah sebagai turunan dari UU No. 11/2014 yang akan memberikan petunjuk pelaksanaan profesi keinsinyuran secara lebih terperinci termasuk di dalamnya sistem advokasi Insinyur.

Foto Sapri

Hari pertama kegiatan, Habibie Razak diminta membawakan materi terkait sistem sertifikasi ASEAN Engineer dan ASEAN Chartered Professional Engineer (ACPE). ASEAN Engineer certificate ini dikeluarkan oleh ASEAN Federation of Engineering Organization yaitu Federasi Organisasi Keinsinyuran se-ASEAN yang merupakan lembaga non-Pemerintah yang diberikan tugas melaksanakan program sertifikasi keinsinyuran di negaranya masing-masing. For instance, PII di Indonesia adalah lembaga non-pemerintah yang diberi tugas menjalankan program profesi keinsinyuran dan pelaksanaan sertifikasi Insinyur sedangkan di Malaysia, The Institution of Engineer, Malaysia (IEM) adalah organisasi profesi yang diakui oleh hukum Malaysia.

 

 

 

ASEAN Chartered Professional Engineer (ACPE) adalah produk dari Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) melalui Mutual Recognition Agreement (MRA) on Engineering Services dimana lembaga pelaksana yang ditunjuk adalah ASEAN Chartered Professional Engineer Coordinating Committee (ACPECC) yang bertugas di bawah naungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi di tiap Negara.

Foto bersama

Bravo Persatuan Insinyur Indonesia, Sukses Insinyur Indonesia.

 

 

 

 

 

 

Pelantikan dan Pengukuhan Pengurus Pusat Persatuan Insinyur Indonesia Periode 2015-2018

Struktur OrganisasiPersatuan Insinyur Indonesia (PII) Pusat menggelar acara pelantikan dan pengukuhan pengurus baru periode 2015-2018 yang dilaksanakan di Auditorium Serbaguna Kementerian Pekerjaan Umum Hari Selasa, 16 Februari lalu. Kepengurusan kali ini terbentuk oleh jumlah pengurus yang lebih banyak sejalan dengan penambahan bidang-bidang, badan pelaksana dan komite-komite dibandingkan dengan kepengurusan sebelumnya. Dengan adanya pelebaran struktur organisasi dan penambahan jumlah pengurus diharapkan PII bisa menjalankan fungsi dan peranannya lebih maksimal lagi sebagai organisasi profesi keinsinyuran sebagaimana amanah UU No. 11 Tahun 2014.

 

 

 

 

Bagan di atas memperlihatkan struktur kepengurusan yang baru Periode 2015-2018 di bawah kepemimpinan Ketua Umum Bapak Dr. Ir. Hermanto Dardak, MSc., IPU, Wakil Ketua Umum Bapak Ir. Heru Dewanto, MSc., IPM dan Sekretaris Jenderal Bapak Ir. Bachtiar Sirajuddin, MM., IPU.

IMG20160216195553

 

Acara pelantikan ini dihadiri oleh Bapak Ir. Mochamad Basoeki Hadimoeljono, M.Sc., Ph.D, Menteri Pekerjaan Umum yang juga adalah Ketua Dewan Penasehat PII Periode ini. Kegiatan yang dihadiri oleh lebih dari 200 pengurus ini juga dirangkaikan dengan penyerahan secara simbolis sertifikat Insinyur Profesional kepada para Insinyur yang berhasil meraihnya yang dilakukan oleh masing-masing Badan Kejuruan dimulai dari level Insinyur Profesional Pratama (IPP), Insinyur Profesional Madya (IPM) dan Insinyur Profesional Utama (IPU) untuk periode sidang awal tahun ini.

 

 

 

 

 

 

Direktur Eksekutif PII Pusat, Bapak Ir. Rudianto Handojo diberi tugas membacakan Surat Keputusan Susunan Kepengurusan Persatuan Insinyur Indonesia Pusat Periode 2015-2018 ini dan juga membacakan  nama-nama Insinyur yang diberi amanah sebagai Dewan Penasehat, Dewan Pakar, Majelis Layanan Insinyur dan Majelis Kehormatan Etik.

1107

PII dalam sejarahnya berdirinya sejak Tahun 1952 sampai saat ini sudah dipimpin oleh 16 Ketua Umum yang berasal dari latar belakang yang berbeda dimulai dari unsur Akademisi, Pengusaha dan Unsur Birokrasi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Bravo Persatuan Insinyur Indonesia, Sukses Insinyur Indonesia.

IMG201602161929321242

 

 

 

 

 

 

 

 

Reportase oleh: Habibie Razak – Sekretaris Bidang Distribusi Gas, PII Periode 2015-2018

 

 

Kunjungan Pengurus IKA Unhas ke Kantor DEN, 2 Februari 2016

Hari Selasa, Tanggal 2 Februari 2016, Pengurus Ikatan Alumni Universitas Hasanuddin Wilayah Jabodetabek melakukan kunjungan singkat ke kantor Dewan Energi Nasional yang berlokasi di Jalan Gatot Subroto. Tim IKA Unhas yang dipimpin oleh Ir. Habibie Razak bersama anggota tim Ir. Sapri Pamulu, PhD – Koordinator Bidang Ristek, S. Alam – Direktur Eksekutif dan Ir. Amril Taufik Gobel –  Koordinator Bidang Komunikasi diterima dengan ramah oleh Prof. Ir. Syamsir Abduh, Anggota Dewan Energi Nasional.

IMG_20160201_191756Diskusi berlangsung alot dan interaktif membahas isu-isu kontemporer hubungannya dengan kebijakan pemerintah di sektor energi mencakup bidang pembangkitan listrik, minyak dan gas. Salah satu topik menarik yang menjadi bahan diskusi selama kurang lebih 2 jam ini adalah perdebatan panjang mengenai konsep pengembangan Blok Gas Abadi Masela yang lokasinya berbatasan dengan Timor Leste.

 

Blok gas yang dikembangkan oleh INPEX yang dimulai pada tahun 1998 ini semenjak ditandatanganinya PSC contract dengan Pemerintah diketahui bersama mengusulkan  ke Pemerintah Indonesia untuk memonetisasi cadangan gas dengan estimasi sebanyak 13 TCF ini dengan menggunakan konsep Offshore Floating LNG Production Unit menggunakan teknologi Shell. Di lain pihak, sebagian dari unsur kementerian Kemaritiman dan SDA dalam hal ini Rizal Ramli justru menawarkan konsep Onshore LNG plant yang diusulkan dibangun di pulau kecil terdekat, Pulau Aru atau Pulau Tanimbar.

IMG-20160201-WA0038

IKA Unhas Jabodetabek melalui tim kecil pembahas konsep pengembangan Masela yang diketuai oleh Habibie Razak menyampaikan ke Prof. Syamsir Abduh bahwa mereka juga akan memberikan pernyataan sikap perihal ini.

Kesempatan kali ini, Prof. Syamsir Abduh membuka peluang bekerja sama dengan IKA Unhas untuk melakukan kajian rutin sektor energi di kantor DEN dan mengundang para energy experts untuk memberikan ide, opini dan gagasan termasuk informasi terkini perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di  bidang minyak dan gas. Konsep Offshore Floating LNG (FLNG) misalnya, Black & Veatch sebagai kontraktor EPC minyak dan gas telah menyelesaikan 1 unit FLNG bekerja sama dengan salah satu Barge/Ship Fabricator di China dengan kapasitas 0.5 MMTPA dan saat ini membangun 3 tambahan unit lagi bekerja sama dengan salah satu Ship Fabricator di Singapura dengan kapasitas sampai dengan 2.5 MMTPA. “Konsep FLNG ini bisa menjadi kajian pertama kerjasama alumni Unhas dan DEN, memberikan wawasan sekaligus pencerahan kepada pihak Pemerintah, praktisi migas dan masyarakat umum bahwa konsep ini sudah proven dan bukan sesuatu yang baru lagi di bisnis LNG dunia” Ujar Habibie Razak, Koordinator Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, IKA Unhas Jabodetabek.

Tim alumni sebelum meninggalkan kantor DEN menyempatkan berfoto dengan Prof. Syamsir. Anggota DEN ini berpesan “Alumni Unhas diharapkan lebih proaktif di dalam memberikan input berupa ide, saran dan gagasan ke pihak Pemerintah termasuk DEN dan Kementerian ESDM sebagai bukti nyata bahwa alumni Unhas juga peduli sama halnya yang dilakukan alumni Perguruan Tinggi lainnya di Indonesia”.

 

 

 

Dibuang Sayang, Tidak Dibuang Sayang: Pengisian Bahan Bakar Pesawat Udara di Indonesia

Oleh:

Michael Goff – Black & Veatch Gasification Technology Manager

Habibie Razak – Energy Practitioner and Oil & Gas Project Manager

Ringkasan: Gasifikasi memungkinkan pemanfaatan limbah secara bertanggung jawab sambil mengurangi risiko biaya bahan bakar jet yang berubah-ubah.

Limbah padat perkotaan (Municipal Solid Waste/MSW) yang dihasilkan dari peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan ekonomi menjadi masalah pelik bagi setiap kota berkembang.

Di Indonesia, masalah ini sudah menjadi prioritas nasional seiring dengan pertumbuhan populasi yang tinggi. Indonesia memiliki penduduk sekitar 257 juta penduduk pada tahun 2015, dengan lebih dari separuhnya (53%) tinggal di daerah perkotaan.

Menurut Kepala Dinas Pertamanan dan Kebersihan Kota Makassar Kusayyeng, di Makassar, ibukota provinsi Sulawesi Selatan, volume sampah mencapai 1.000 ton per hari pada bulan April 2015 dan diperkirakan akan terus meningkat pada tahun-tahun mendatang. Sebagai perbandingan, 1.000 ton sampah setara dengan berat kurang lebih 500 mobil. Data United States Environmental Protection Agency pada tahun 2012 menunjukkan bahwa berat rata-rata kendaraan adalah 3.977 pounds atau 2 ton.

Sekali Dayung, Dua Pulau Terlampaui

Sebagai tambahan dari berbagai tindakan yang telah dilakukan pemerintah Indonesia untuk mengatasi masalah limbah ini, proses gasifikasi memberikan kesempatan untuk mengkonversi sampah perkotaaan menjadi gas sintetis (syngas) dan memprosesnya menjadi produk downstream yang memiliki nilai tambah.

Proses gasifikasi adalah konversi bahan organik padat, seperti MSW dan biomassa menjadi syngas melalui pemanasan. Proses gasifikasi biomassa, seperti batang jagung, sekam, dan bonggol jagung, serta produk-produk limbah pertanian lainnya dapat menghasilkan berbagai bahan baku bahan bakar sintetis. Setelah proses gasifikasi biomassa untuk menghasilkan syngas dilakukan, biomassa tersebut diubah melalui proses katalisasi menjadi produk downstream yang memiliki nilai tambah sehingga dihasilkan bahan bakar transportasi seperti etanol, diesel dan bahan bakar pesawat.

Dengan ukuran pengilangan gasifikasi biomassa yang lebih kecil dibandingkan pengilangan gasifikasi batubara atau petroleum coke (produk turunan padat yang mengandung karbon tinggi) yang digunakan pada industri listrik, kimia, pupuk dan penyulingan pada umumnya, maka pembangunannya pun lebih murah serta  membutuhkan lahan yang lebih kecil. Pabrik gasifikasi biomassa skala kecil dapat memproses 25-200 ton bahan baku per hari, atau seperlima dari volume sampah yang dihasilkan di Kota Makassar, dan hanya memakan tempat kurang dari 10 acres (4.05 hektar).

Realisasi

Di Amerika Serikat, kemajuan dalam pengembangan biofuel pesawat dan membantu industri penerbangan untuk mengurangi emisi karbon tengah mencapai momentumnya. Terbukti pada tahap percobaan yang didukung lembaga pemerintah A.S., Fulcrum Bioenergy sudah membangun pabrik gasifikasi pertamanya di Nevada yang akan menjadi pabrik gasifikasi skala komersial pertama di dunia. Para pelaku industri utama seperti American Airlines, United Airlines, dan Cathay Pacific telah melakukan investasi ekuitas yang signifikan dalam biofuel pesawat dan secara aktif terlibat dalam pengembangan teknologi ini.

Ambisi untuk menerapkan teknologi ini tidak hanya terbatas di wilayah Amerika Serikat, di Indonesia dan berbagai wilayah sudah terdapat kesepakatan-kesepakatan yang memungkinkan pengembangan teknologi ini. Pabrik gasifikasi di Nevada didesain berdasarkan teknologi yang telah dipatenkan dari tiga perusahaan utama: Vecoplan, ThermoChem Recovery International, Inc (TRI) dan Emerging Fuel Technology (EFT). Bersama-sama, teknologi pengolahan ini mampu memilah sampah menjadi pelet organik yang seragam, menggasifikasi material yang ada dan kemudian mengubah limbah menjadi cairan sintetis yang bernilai tambah.

Black & Veatch telah merancang dan membangun pembangkit listrik, pengolahan gas dan fasilitas infrastruktur lainnya di Indonesia selama lebih dari empat puluh tahun. Berdasarkan perjanjian kerjasama yang komprehensif dengan EFT, Black & Veatch dapat menduplikasi proyek Nevada di Indonesia, dengan menggunakan tim lokal yang mumpuni dalam melakukan rekayasa, pengadaan dan konstruksi fasilitas tersebut, serta menggunakan lisensi teknologi dari Vecoplan, TRI dan EFT.

Sistem reaktor/katalis dari Advanced Fixed Bed (AFB) Fischer-Tropsch EXT yang dipatenkan EFT dapat diterapkan dalam pembuatan gas sintesis yang hampir semua bahan bakunya berbasis karbon. Teknologi pemberi nilai tambah ini dapat menghasilkan produk yang sangat beragam mulai dari minyak mentah sintetis yang dapat dipompa hingga minyak dasar kualitas tinggi Grup III +, serta berbagai bahan bakar transportasi. Black & Veatch juga telah mengidentifikasi penghematan biaya dan efisiensi dengan menggabungkan pengolahan gas yang sudah dipatenkan (PRICO-C2®, PRICO-NGL® , dan LPG-PLUS ™) dan LNG PRICO® berbasis teknologi dengan platform EFT.

Salah satu pabrik percontohan saat ini tengah mengkonversi MSW menjadi bahan bakar pesawat. Pabrik percontohan TRI telah beroperasi lebih dari 1.200 jam dengan per harinya mampu menggasifikasi 4 ton MSW tersortir dan berukuran seragam untuk mengasilkan cairan FT yang cocok untuk meningkatkan bahan bakar pesawat terbarukan.

Perusahaan yang potensial untuk memanfaatkan bahan bakar pesawat ini di Indonesia mencakup PT Angkasa Pura, yang merupakan perusahaan milik negara dalam mengkoordinasikan semua urusan logisitik maskapai penerbangan di seluruh negeri.

ListrikIndonesiaOnline_11Feb16

 

Meskipun proses gasifikasi ini mampu mengkonversi lebih dari 200 ton sampah/hari untuk menghasilkan 700 barel bahan bakar pesawat per harinya, studi ekonomi secara mendalam perlu dilakukan untuk memahami bagaimana investasi permodalan sebaiknya dilakukan, biaya operasi, serta keuntungan investasinya.

Kedepannya, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perindustrian, Energi dan Sumber Daya Mineral dan departemen terkait lainnya dapat mempertimbangkan untuk bermitra dengan investor dan pemegang lisensi teknologi untuk memfasilitasi diskusi dengan para walikota. Simposium atau seminar terkait teknologi biomassa/gasifikasi MSW dapat diselenggarakan secara rutin untuk memperkaya pengetahuan dan wawasan bagi pebisnis, industri dan pemerintah baik dari aspek teknis maupun aspek keekonomian dari investasi.

 

 

#

Box out

Keuntungan dari proses gasifikasi biomassa mencakup:

  • Mengkonversi limbah menjadi barang yang bernilai tinggi
  • Mengurangi jumlah lahan yang dibutuhkan untuk menimbun limbah padat
  • Mengurangi emisi metana dari tempat pembuangan sampah
  • Mengurangi resiko pencemaran air dari tempat pembuangan sampah
  • Mengurangi produksi etanol dari sumber bukan makanan

Tentang Black & Veatch

Black & Veatch adalah perusahaan employee-owned (sahamnya dimiliki karyawan) yang merupakan pemimpin global dalam membangun Critical Human Infrastructure™ di bidang Energi, Air, Telekomunikasi dan Layanan Pemerintahan. Sejak 1915, kami telah membantu para klien untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat di lebih dari 100 negara melalui konsultansi, keahlian teknis, konstruksi, operasional, dan manajemen program. Pendapatan kami pada tahun 2014 mencapai US$3 miliar. Ikuti kami di www.bv.com dan di media sosial.

*Versi ringkas artikel ini juga dimuat di  http://listrikindonesia.com/efisien_dan_efektif_bersama_black_n_veatch_939.htm

 

Masyarakat Ekonomi ASEAN di Mata Insinyur ASEAN; Kuncinya adalah Sertifikasi ASEAN Chartered Professional Engineer (ACPE)

Oleh Ir. Habibie Razak, ACPE – Sekretaris Badan Registrasi Insinyur, Persatuan Insinyur Indonesia

Profesi Insinyur adalah salah satu dari 8 profesi yang terkena dampak dari dibukanya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di awal tahun 2016 ini. Tujuan dari MRA sektor jasa keinsinyuran adalah pertama, memfasilitasi pergerakan jasa keinsinyuran profesional serta sebagai sarana bertukar informasi dalam rangka mengupayakan adopsi pelaksanaan praktik terbaik pada standar dan kualifikasi keinsinyuran. Kedua, di dalam MRA ini, terdapat pendefinisian tentang apa saja yang diatur di dalam sektor jasa keinsinyuran sehingga diperlukan untuk menyeragamkan standar, ukuran, dan regulasi yang berbeda-beda di negara-negara ASEAN agar mempunyai satu ukuran yang konsisten, metode dan spesialisasi yang secara bersama diterima dan bisa diterapkan oleh negara-negara ASEAN.

Salah satu produk MRA untuk sektor jasa keinsinyuran ini adalah Sertifikasi ASEAN Chartered Professional Engineer (ACPE). Sertifikasi ACPE ini memberikan mobilitas yang lebih tinggi kepada para Insinyur di negara ASEAN untuk bisa bekerja di negara tetangga dengan mendapatkan pengakuan berupa kesamaan standarisasi kompensasi dan benefit. Menurut ACPE-Coordinating Committee, mereka para ACPEs sudah bisa memimpin tim proyek lintas negara ASEAN baik sebagai Project Manager bahkan sampai level Project Director.

Syarat-syarat yang wajib dipenuhi oleh Insinyur Indonesia dan Insinyur di negara-negara ASEAN untuk bisa memperoleh sertifikasi ACPE ini antara lain: Insinyur harus mendapatkan sertifikasi Insinyur Profesional setara Madya (IPM) dari institusi profesi keinsinyuran yang diakui oleh ASEAN dalam hal ini di bawah payung ASEAN Federation of Engineering Organization (AFEO). Syarat kedua yakni mengisi Formulir Aplikasi ACPE yang isiannya terdiri dari surat pernyataan bahwa Insinyur tersebut memiliki pengalaman minimum 7 tahun di bidang keinsinyuran dan di dalamnya termasuk pengalaman ekstensif minimum 2 tahun mengelola suatu proyek di mana dia memegang peranan penting seperti project manager atau pun project director.

Era Masyarakat Ekonomi ASEAN ini membutuhkan perhatian besar dari pemerintah kepada pada Insinyur Indonesia untuk mempersiapkan diri menghadapi liberalisasi keinsinyuran ini. Upaya-upaya yang harus terus dilakukan oleh Pemerintah antara lain: (1) Menambah jumlah Perguruan Tinggi berbasis Keteknikan seperti Institut Teknologi. Sebaran perguruan tinggi berbasis keinsinyuran dan teknologi ini diharapkan tidak tersentralisasi lagi di Pulau Jawa. Sisi pembangunan timur Indonesia diharapkan mendapatkan perhatian yang lebih besar lagi sehingga terjadi distribusi merata Insinyur yang bekerja di seluruh Indonesia (2) Sosialisasi UU No. 11 Tahun 2014 tentang Profesi Keinsinyuran harus terus dilanjutkan dan segera mengesahkan turunannya antara lain keputusan presiden dan peraturan pemerintah untuk bisa lebih memperkuat posisi dari Insinyur Indonesia. (3) Kebijakan pemerintah untuk tidak berorientasi pada penjualan hasil mentah atas sumber daya alam yang diperoleh dari bumi Indonesia dengan tujuan menciptakan lapangan pekerjaan yang lebih besar bagi para Insinyur. Insinyur Indonesia diharapkan menjadi pelaku utama pada pengembangan industri hulu, menengah dan hilir sehingga mereka memiliki pengetahuan dan pengalaman yang mumpuni dan diharapkan mereka bisa lebih terberdayakan di negaranya sendiri. (4) Profesi keinsinyuran ini memerlukan insentif dari pemerintah terutama kepada para insinyur yang telah memperoleh sertifikat ASEAN sebab jika tidak ada penghargaan lebih atau insentif dari pemerintah, maka dorongan bagi insinyur untuk mengambil sertifikasi ASEAN tidak akan terwujud.

Pertanyaan besar buat kita para Insinyur Indonesia, akankah mereka para Insinyur dari negara tetangga berbondong-bondong masuk ke tanah air atau justru Insinyur kita yang sudah tersertifikasi ASEAN ini yang akan mengisi posisi-posisi strategis untuk proyek-proyek infrastruktur publik, pembangkit listrik, minyak dan gas di Asia Tenggara? Sebutlah, Myanmar saat ini lagi haus akan tenaga ahli professional termasuk Insinyur untuk bisa membangun negeri mereka yang kaya akan sumber alam mulai dari minyak dan gas alam, komoditas tambang dan sumber alam lainnya. Apabila pertanyaannya buat saya, pribadi saya akan mencoba tantangan bekerja di Myanmar atau negara-negara berkembang lainnya dan merasakan kompensasi dan benefit yang lebih bagus dibandingkan bekerja di negeri sendiri. Mungkin seperti inilah benefit bekerja di dunia keinsinyuran dengan bekal Insinyur Profesional teregistrasi ASEAN.

Pembicara di Kursus Hukum Kelistrikan, 3 & 4 Februari 2016

Kursus Hukum Kelistrikan kembali diadakan oleh EMLI Training, salah satu  lembaga pelatihan yang lebih berfokus pada kajian-kajian hukum kelistrikan, pertambangan dan perminyakan. Kegiatan yang dilakukan selama tiga hari ini menampilkan materi-materi strategis terkait dunia ketenagalistrikan di Indonesia antara lain: Power Purchase Agreement (PPA), Independent Power Producer (IPP), Engineering, Procurement and Construction (EPC) contract, Coal Supply Agreement dan beberapa materi lainnya.

Proposal Preparation session

Instruktur yang diundang berasal dari beberapa instansi terkait dengan Usaha Ketenagalistrikan antara lain dari Kementerian ESDM termasuk Direktorat Jenderal Ketenaglistrikan, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), PLN-Enjineering (PLN-E) dan wakil dari Persatuan Insinyur Indonesia (PII). Saya sebagai praktisi professional yang bergelut di bidang proyek kelistrikan yang juga adalah pengurus pusat PII diminta membawakan 2 materi yakni PPA dan IPP pada hari kedua dan EPC di hari pertama.

Power Purchase Agreement (PPA) is an agreement between PLN and IPP. IPP to sell power exclusively to PLN and PLN to buy from IPP. The agreement contains term and conditions that are binding both parties. General terms in PPA consists of:

 

 

  1. Financing close: the date of initial drawdown from the financing institution (lender(s))
  2. Financing date: the date when all condition proceeding as this financing stage has been fulfilled among other:   financial close, EPC contract, land acquisition, SPC
  3. Commercial operation date (COD): the date when power plants start to operate commercially after passing all operation requirements

IMG_1325

Term of the agreement untuk setiap jenis pembangkit tenaga listrik antara lain, batubara (25 tahun), hydro (30 tahun), geothermal (30 years) dan gas (20 tahun). Perusahaan IPP yang mengikuti tender IPP PLN harus mampu memberikan penawaran menarik secara teknis dan komersil untuk bisa memenangkan tender-tender seperti ini. Salah satu syarat komersial yang harus dipenuhi adalah penawaran tariff listrik yang akan dijual ke PLN. Perhitungan komponen tariff listrik terdiri dari:

 

 

 

  1. Komponen A terdiri dari debt + interest + ROE
  2. Komponen B adalah Fixed O&M
  3. Komponen C adalah Fuel Cost
  4. Komponen D adalah variable cost

PLN berkewajiban membayar seluruh komponen di atas apabila perusahaan IPP mampu mengoperasikan pembangkit sesuai syarat-syarat yang ada pada PPA yakni dikatakan Normal Dispatch (Comp. A+B+C+D). Pada kondisi deemed dispatch oleh perusahan IPP maka yang dibayarkan adalah hanya komponen A+B, pada saat terjadi Deemed Commissioning yang dibayarkan oleh PLN hanya Komponen A+B dan sebelum COD yang dibayarkan hanya komponen C.

Lunch with irwan

Istilah-istilah di atas dikupas habis oleh instruktur dengan memberikan contoh-contoh yang bisa dipahami oleh para peserta kursus. Instruktur juga memberikan ulasan tentang IPP roadmap di Indonesia dimana perusahaan IPP harus mengidentifikasi dan memahami regulasi terkait dengan usaha IPP, IPP development chart, IPP bidding duration dan ijin-ijin yang dibutuhkan oleh perusahaan IPP selama periode tender sampai perusahaan itu memenangkan proyek IPP dan menandatangani PPA dengan PLN.

Instruktur juga diminta membawakan materi tentang EPC pada proyek IPP dan PLN di hari ketiga kursus hukum kelistrikan ini. Pokok pembahasan pada sesi EPC yang berlangsung 3.5 jam ini terdiri dari: EPC project management responsibilities, EPC contract model dan EPC proposal process yang disiapkan kontraktor EPC untuk bisa memenangkan proyek EPC yang berhubungan dengan konstruksi pembangkit listrik IPP maupun PLN.

 

 

Kursus kelistrikan yang diadakan EMLI training ini dihadiri oleh 12 peserta dari berbagai profesi dimulai dari sektor perbankan/finance, legal, sampai pada engineer yang bekerja di proyek pembangunan pembangkit listrik. Kursus ini juga dihadiri oleh Ir. Irwansyah Tri Irwan yang juga merupakan kolega saya sewaktu kami bersama-sama membangun Pembangkit listrik 2×60 MW Gas Turbine Combined-Cycle di Sulawesi Selatan  4 tahun yang lalu.

Foto bersama

Sukses selalu professional Indonesia, bravo para professional yang terlibat pada Program Pemerintah untuk 35,000 MW Pembangkit Listrik di seluruh Indonesia.

Berfoto dgn banner

 

 

Saga di Masela, Membahas dari Awal, Mengaji dari Alif

Oleh: Ir. A. Razak Wawo/Ir. Sapri Pamulu, PhD.

Belakangan rakyat Indonesia disuguhi sebuah adu argument menarik di internal pemerintahan Jokowi-JK mengenai alternatif teknologi yang sebaiknya dipakai oleh Inpex, pengelola Blok Abadi dalam mengalirkan hidrokarbon dari perut lapangan Abadi yang berada di pinggir wilayah RI berbatasan dengan Timor Leste.

Ikatan Alumni Universitas Hasanuddin (IKA Unhas) Jabodetabek menanggapi kontraversi yang terjadi dengan memberikan tanggapan agar persoalan ini tiAndi Razak Wawodak berlangsung berlarut-larut dan berpotensi kontraproduktif karena bakal ada tendensi investor akan lari dan tidak melanjutkan proyek ini.

Ketua IKA Unhas Jabodetabek, A Razak Wawo menandaskan bahwa “Salah satu kata yang termasuk paling banyak muncul dalam adu argumen ataupun pemberitaan mengenai proyek kepunyaan Inpex ini adalah ‘proyek’. Ya , ini adalah sebuah usaha kelanjutan dari dimenangkannya WKP atau Wilayah Kerja Pertaimbangan oleh Inpex.”

Perusahaan ini kemudian melakukan pekerjaan seismic atau penginderaan, mengebor sumur eksplorasi lalu kemudian masuk ke dalam kesimpulan bahwa lapangan ini punya nilai keekonomian yang cukup prospektif.

Lalu mulailah mereka menyusun rencana awal proyek.

Mulai dengan melakukan langkah-langkah appraisal atau visibility untuk menilai kembali keekonomian lapangan Abadi ini secara lebih rinci sambil secara bersamaan mulai menyusun rencana pengembangan lapangan (Plan of Development – POD) yang menjadi ukuran utama dari pemerintah Indonesia – si empunya lapangan sebenarnya – dalam hal persetujuan apa-apa saja yang akan dilakukan Inpex untuk lapangan itu dari mulai awal sampai akhir pemanfaatan WKP tersebut.

POD yang disuguhkan Inpex yang menggandeng Shell sebagai partnernya ini kemuadian dievaluasi oleh SKK Migas yang dalam hal ini sebagai perpanjangan tangan Menteri ESDM dan disetujui. Sekedar info saja bahwa dalam POD ini dicantumkan juga alternatif apa saja yang akan dilakukan atau dibangun oleh Inpex untuk mendapatkan hasil ekonomi yang sebanyak-banyaknya.

“Saya kok yakin bahwa alternatif FLNG dan Onshore LNG ada di dalamnya,” kata Razak.

“Mari kita kembali ke kata yang paling banyak disebutkan dan saya pilih untuk memulai diskursus ini. Proyek – sebuah proyek didefinisikan sebagai usaha temporer yang dilakukan untuk menghasilkan sebuah produk atau jasa atau hasil yang sifatnya unik. Karena sifatnya sementara maka ia terindikasikan mempunyai dimensi waktu mulai dan akhir.”

Akhir proyek bisa diklaim kalau ia sudah menghasilkan sesuatu yang menjadi target hasil proyek. Atau bisa saja berakhir jika tidak dapat atau diperkirakan tidak akan menghasilkan target yang direncanakan, ataupun pada saat dihasilkan, kebutuhan akan hasil itu sudah tidak ada lagi.

Ada 2 hal yang sangat diperhatikan oleh para pelaku proyek untuk menjaga proyek itu agar bisa memberi hasil dengan biaya dan jangka waktu yang sudah disetujui bahkan kalau bisa dengan biaya yang lebih murah dan waktu yang lebih cepat.2 hal itu dikenal dengan resiko dan peluang (risk and opportunity).

“Inilah memang faktor yang sangat menentukan untuk keberhasilan suatu proyek,” tambahnya.

Resiko, inilah kata yang juga jadi headline argumen di atas. Resiko mahalnya harga, resiko teknis pada saat loading LNG dari FLNG ke LNG cargo carrier, resiko buckling pada saat instalasi pipa bawah laut dan masih banyak sekali yang berkaitan dengan dua alternatif tersebut di atas.

Pada beberapa perusahaan oil and gas yang mapan, pengenalan dan identifikasi resiko adalah sesuatu yang jamak dan mutlak.Visibility dan assurance serta readiness dari sebuah proyek, apalagi proyek dengan hitungan trilyunan rupiah dapat ditentukan dengan sejauh mana proyek itu mengenali setiap resiko yang dapat terjadi.

“Saya ragu jika perusahaan seperti Inpex mempunyai tools dan processes yang kuat dalam mengenali resiko ini. Inpex ini banyak tercatat sebagai investing Company untuk proyek-proyek lapangan minyak dan gas diseluruh dunia tapi bukan sebagai operator langsung. Di Indonesia juga tercatat beberapa lapangan yang mempunyai sharing dengan perusahaan ini.”

Dengan sendirinya bisa dikatakan bahwa belum punya pengalaman yang memadai sebagai operator lapangan minyak dan gas seperti halnya Chevron, Exxon, Shell, Total, BP dan yang lainnya.

Untuk mengawal proses pengenalan dan mitigasi resiko ini, beberapa perusahaan terkenal di atas rela menginvestasikan jutaan dollar untuk menciptakan sistem pengenalan resiko yang handal dan juga identifikasi mitigasinya.

Sejumlah universitas dan institusi terkenal dunia diajak rembuk untuk memastikan standar manajemen resiko dimuat dan dikenali oleh sistem manajemen proyek mereka. Software yang berkorelasi dengan manajemen resiko diciptakan untuk memudahkan mereka.

Tabel implikasi terhadap fasilitas, lingkungan dan dan kerugian lainnya dalam bentuk tangible maupun intangible dibuat khusus dan distandarisasi.

Lebih jauh lagi di beberapa perusahaan itu, ada stage gate process atau tahapan penting dimana kualitas manajemen resiko proyek tertentu harus diuji kelayakannya untuk masuk ke fasa selanjutnya.

Dengan melihat sejauh mana para pemain minyak dan gas ini melakukan investasi serta keseriusan mereka dalam hal manajemen resiko, kita bisa melihat bahwa sebenarnya mereka besar kemungkinan sudah mengenali resiko apa saja yang dapat timbul dari dua alternatif tersebut.

Patut mungkin ditanyakan, apa proses yang sama seriusnya sudah dilakukan oleh kedua belah pihak yang beradu argumen. Sematang apa proses pengenalan resiko yang sudah mereka lakukan? Apa proses yang mereka gunakan?

Asumsi-asumsi apa yang dipakai dalam pengenalan dan mitigasi resiko? “Dan maaf, mudah-mudah2an itu tidak didapatkan hanya dari pembicaraan atau diskusi singkat tanpa melalui proses yang komprehensif.,” ujarnya.

“Indikasi yang sangat mengganggu pikiran saya adalah tidak diungkapkannya kemungkinan-kemungkinan2 mitigasi yang dapat dilakukan, paling tidak sepatutnya sepadan pemaparannya dengan resiko yang digembar-gemborkan.”

Kita lihat satu contoh saja, untuk pilihan onshore LNG dibutuhkan pergelaran pipa sejauh kurang lebih 600 km.

Menurut pihak yang mendukung alternatif ini, pergelaran pipa bisa dilakukan. Ketika ditanyakan bahwa ini akan sulit mengingat adanya palung/trench di area sea-bed lapangan Abadi, argumentasinya bahwa proyek lain sudah melakukannya.

“Sejauh yang saya tahu saya belum melihat adanya proyek yang sudah berani melakukan pergelaran pipa sejauh itu dengan kondisi nature trench yang dipunyai lapangan Abadi/Masela,” tambahnya.

Lebih jauh lagi dengan potensi impurities (komposisi kimia yang bisa menyebabkan korosi atau yang lainnya) seperti CO2 yang mungkin akan memperpendek umur pipa. Bagaimana metode instalasi yang akan dilakukan?

Mungkin juga dilihat aspek geoteknis dan analisa kegempaan di wilayah tersebut.

Banyak sekali resiko yang bisa di kenali hanya untuk satu ide pergelaran pipa, bisa dibayangkan resiko yang lain berkaitan dengan keseluruhan alternatif.

Sebuah studi awal untuk proyek pergelaran pipa pipa yang melewati Timor trench kepunyaan Negara tetangga kita Timor Timor menunjukkan resiko yang cukup besar yang akan berkorelasi pada kegagalan proyek.

Letak lapangan yang disebut Sunrise field yang akan dikembangkan mencoba men-design siystem perpipaan bawah laut dari lapangan tersebut ke Timor Leste, tempat dimana LNG akan juga dibuat.

Banyak hasil studi dan komentar para ahli tentang visibility proyek ini. Intinya adalah untuk menetapkan design awal dari siystem perpipaan ini saja mereka belum juga rampung.

Banyak resiko yang mereka harus tahu terlebih dahulu, menganalisanya dan melengkapi dengan mitigasi yang diperlukan. Sunrise field ini boleh dikatakan tetangga dengan Abadi field.

Bisa jadi ada beberapa kondisi lingkungan, kegempaan  dan juga kontur yang mirip atau bahkan identik.

Dengan contoh ini diharapkan masing-masing pihak sadar bahwa ide-ide mereka sangat bisa ditest keshahihannya dengan membuka ruang seluas-luasnya untuk informasi kemudian mengolahnya kedalam asumsi ide itu sendiri. Petunjuk sebenarnya bertebaran di mana-mana.

Dalam hal pengenalan dan manajemen resiko ini, Inpex terbantu dengan kehadiran Shell sebagai mitra dan juga pemegang sekitar 30-an persen. Shell terkenal mempunyai proses manajemen resiko yang baik.

Inpex juga bergerak cepat merekrut beberapa praktisi dan merayu karyawan dari beberapa perusahaan minyak dan gas lain yang terkenal kemampuannya dalam manajemen resiko untuk bergabung.

Pertanyaan yang sama selanjutnya kita boleh ajukan ke pihak Inpex dan Shell, apakah mereka sudah melakukan proses yang baik dalam mengenali resiko di setiap tahapan proyek?

“Saya berani mengatakan ya, sangat kuat dugaan saya mereka sudah melakukannya. Inpex terbantu dengan adanya Shell dalam tim mereka sebagai pemegang saham sejumlah lebih dari 30 persen, proses manajemen resiko untuk proyek Masela proyek bisa dianggap teratasi,” tegas Razak Wawo.

Dengan Front-End Engineering yang telah mereka lakukan selama berbulan-bulan, tentunya aspek resiko yang tadinya berada pada tahap pengenalan sudah diobservasi kembali validitasnya dan melewati beberapa pengujian yang lebih tajam ketimbang di fase sebelumnya.

Aspek mitigasi resiko juga dengan sendirinya akan lebih tajam. Jika di akhir fase ini ditemukan resiko besar dari alternatif FLNG ini, maka tidak usah capek-capek didebat, pihak Inpex dan Shell pasti sudah lama menghadap kembali ke SKK Migas dan mengajukan perubahan rencana preferensi tentang strategi fasilitias pengolahan gas dari Lapangan Abadi.

Pernyataan Tidak Beralasan

Sementara itu, Sapri Pamulu, PhD dari Divisi Ristek IKA UNHAS Jabodetabek, mengatakan, ”Pernyataan sebagian kalangan yang menyatakan bahwa teknologi Floating LNG Production Unit belumlah proven adalah pernyataan yang tidak beralasan. Di dunia saat ini, beberapa Proyek Floating LNG Production yang sementara melalui proses pengembangan bahkan sudah ada yang mulai beroperasi seperti proyek EXMAR FLNG Caribbean dengan kapasitas 0,5 Juta ton per tahun, Proyek Golar HILLI yang lagi proses konstruksi dengan kapasitas 2.5 Juta ton per tahun, proyek Shell di Australia kapasitas 3.6 Juta ton per tahun dan beberapa proyek floating LNG lainnya yang sementara dalam tahap Front-End Engineering and Design (FEED)”.

”Perusahaan-perusahaan seperti Shell dalam memutuskan untuk mengembangkan teknologi ini telah melalui kajian First of A Kind (FOAK) Analysis yang harus mendapatkan persetujuan dari Chief of Financing Officer perusahaan tadi”, tambahnya lagi.

“Kemaslahatan dan keuntungan sebesar-besarnya untuk negara yang didapatkan dari lapangan Abadi ini tidak akan terlaksana tanpa investasi dari pihak kontraktor,” kata Sapri.

Skema cost recovery meniscayakan kontraktor/investor untuk membangun semua fasilitas yang dibutuhkan dengan dana mereka di depan. Hanya setelah lapangan beroperasi, produksi yang dihasilkan sebagiannya akan mejadi hak kontraktor sebagai pengembalian dari investasi yang sudah ditanamkan.

Dalam mencari dana investasi ini tentunya Inpex harus bisa meyakinkan banyak stakeholder untuk menanamkan modalnya dalam proyek ini. Inpex sendiri tentunya juga harus yakin secara internal bahwa proyek ini visible untuk dilakukan. Dari semua aspek.

“Dengan sangat gampang bisa kita tanyakan pada diri kita sendiri, kalau kita jadi Inpex, apa kita nyaman dengan penundaan fase proyek hanya untuk menunggu jawaban tentang alternatif yang dipilih?”

Dan jika onshore LNG yang dipilih, bukankah mereka sudah melakukan proses pengidentifikasian alternatif hampir 10 tahun yang lalu? Kemudian di uji lagi dengan proses berbulan-bulan dalam tahapan FEED?

Inpex masih punya beribu resiko proyek yang harus mereka pikirkan, resiko sub-surface uncertainty, metode pengeboran yang paling tepat untuk mencapai target kedalaman, strategi fasilitas produksi, strategi fabrikasi, konstruksi dan instalasi, dan banyak lagi.

Semuanya masih bisa berujung pengunduran bahkan pembatalan proyek. Masih sangat banyak PR yang mereka belum dan harus lakukan.Sapri Pamulu

“Pertanyaaan-pertanyaan yang sama juga akan diajukan para calon investor dari proyek ini,” tambah Sapri.

“Penundaan proyek karena peninjauan kembali sebuah keputusan yang sudah disetujui, akan menimbulkan tanda tanya yang sangat besar tentang kelayakan proyek ini. Para investor ini bukan anak baru dalam bisnis energi. Mereka sudah menanamkan modalnya di banyak negara, puluhan tahun lamanya. Dan maaf, untuk investasi di Indonesia, stigma buruk sejenis ini sudah jauh hari ditempelkan. Selamat, Pak, stigma itu semakin kuat telah Anda tempelkan.”

“Sebaiknya tolong pikirkan dengan jernih. Kita bermimpi membuat rakyat Maluku dan sekitarnya sejahtera, tapi ketika terbangun dari tidur tentang mimpi patriotik itu, tak ada yang terlihat. Tak ada Onshore LNG atau FLNG,” kata Razak.

“Inpex dan para investornya sudah angkat kaki dan memilih tempat lain. Capek melihat ketika saling bertikai. Padahal bersama SKK Migas, mereka sudah kita libatkan dalam proses yang panjang. Membahas dari awal, mengaji dari alif. Oh ya, Inpex punya fasilitas dekat dari Lapangan Abadi, yang sudah mulai terbangun di benua Kanguru, Lapangan Ichtys namanya. Mungkin lebih baik begitu buat mereka.Ketimbang menunggu kita keluar dengan keputusan, yang bisa saja berubah lagi.”

Pemerintah di sisi lain berharap iklim investasi yang sehat dan kondusif sehingga bisa mengundang Foreign Direct Investment (FDI) namun pada kasus ini sepertinya kita akan membuat investor kita hengkang dari bumi pertiwi Indonesia karena ketidakpastian investasi yang sudah berlangsung selama beberapa tahun terakhir.

“Sebagai bagian dari masyarakat IKA Unhas Jabodetabek menuntut pemerintah memberikan porsi alokasi gas sebanyak-banyaknya buat kemaslahatan masyarakat dan kepentingan nasional,” katanya.

“Alokasi gas untuk nasional akan memberikan multiplier effect pada perekenonomian nasional dengan membangun industri nasional berbasis petrokimia seperti methanol sampai pada olefin, ammonia dan urea sampai pada produk turunannya. Alokasi gas kedua diharapkan dialokasikan untuk melakukan penghematan bahan bakar minyak dengan mengkonversi ke bahan bakar gas untuk pembangkit listrik (PLN) dan industri-industri nasional yang menggunakan bahan bakar minyak saat ini,” tegas Sapri Pamulu.(*)

Sumber: Tribun News