Monthly Archives: December 2014

Undang-undang No. 11 Tahun 2014 tentang Profesi Keinsinyuran; Siapa yang Mengambil Manfaatnya?

Tahun 2014 tepatnya Tanggal 25 Februari kemarin Panitia khusus (Pansus) DPR berhasil merampungkan Undang-undang No. 11 Tahun 2014 tentang Profesi Keinsinyuran. Persatuan Insinyur Indonesia (PII) sebagai motor penggerak di dalam mengupayakan disahkannya UU ini memang sudah bekerja lebih dari 15 tahun lalu, perjuangan yang cukup lama menguras waktu, tenaga dan juga pemikiran dan akhirnya menghasilkan produk yang cukup komprehensif dan imparsial.

Undang-undang ini bukan hanya lahir sebagai upaya untuk meningkatkan kontribusi dan peran serta keinsinyuran, peningkatan taraf hidup Insinyur Indonesia tapi juga Insinyur-insinyur kita dituntut untuk lebih bisa mendeliver hasil engineering, manufacturing, construction, operation and maintenance yang berkualitas dan bisa dipertanggungjawabkan di depan hukum dan juga masyarakat dan industri sebagai pengguna produk keinsinyuran tadi.

Berbeda dengan negara-negara maju di dunia seperti US, Australia dan Canada mereka sudah memiliki UU ini lebih dari 3 dekade, mereka sangat sadar bahwa Engineers are fully responsible terhadap pekerjaan mereka. Mereka sadar masyarakat butuh jaminan terhadap desain dan konstruksi yang dilakukan oleh Engineer. Pemerintah mereka menitikberatkan keselamatan publik dan masyarakat terhadap hasil karya Insinyur-insinyur lokal mereka. Untuk bisa melakukan pekerjaan engineering mereka haruslah memiliki syarat-syarat khusus seperti pengalaman yang mumpuni, uji kompetensi teknis, dan pendampingan oleh Insinyur-insinyur yang lebih senior kepada Insinyur yang masih muda pengalaman.

Bahkan di negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura bahkan Vietnam dalam satu dekade terakhir ini juga telah menerapkan undang-undang profesi keinsinyuran bahkan mereka sudah mengatur profesi ini lebih terinci dan terstruktur dalam bentuk peraturan pemerintah, keputusan presiden dan keputusan menteri.

Pasal 3 UU No. 11 Tahun 2014 menyatakan bahwa pengaturan keinsinyuran antara lain bertujuan:

  1. memberikan landasan dan kepastian hukum bagi penyelenggaraan Keinsinyuran yang bertanggung jawab;
  2. memberikan perlindungan kepada pengguna Keinsinyuran dan Pemanfaat Keinsinyuran dari malapraktik Keinsinyuran melalui penjaminan kompetensi dan mutu kerja Insinyur;
  3. memberikan arah pertumbuhan dan peningkatan profesionalisme Insinyur sebagai pelaku profesi yang andal dan berdaya saing tinggi, dengan hasil pekerjaan yang bermutu serta terjaminnya kemaslahatan masyarakat;
  4. meletakkan Keinsinyuran Indonesia pada peran dalam pembangunan nasional melalui peningkatan nilai tambah kekayaan tanah air dengan menguasai dan memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi serta membangun kemandirian Indonesia; dan
  5. menjamin terwujudnya penyelenggaraan Keinsinyuran Indonesia dengan tatakelola yang baik, beretika, bermartabat, dan memiliki jati diri kebangsaan.

Siapa yang mengambil manfaatnya dari Insinyur-insinyur yang berkualitas, insinyur yang memiliki kompetensi yang mumpuni? Tentunya bukan hanya insinyur itu sendiri tetapi masyarakat atau industri sebagai end user dari hasil karya mereka. Bahkan dengan adanya insinyur-insinyur yang handal ini, pemerintah bisa mengambil manfaat dengan memberdayakan mereka sebagai aktor utama di dalam pembangunan nasional yang bisa memberikan nilai tambah dengan cara menguasai dan memajukan IPTEK serta membangun kemandirian bangsa.

Bagaimana cara mengontrol kualitas Insinyur yang akan melakukan praktek keinsinyuran? Menurut Pasal 10 dan Pasal 11,  Setiap Insinyur yang akan melakukan Praktik Keinsinyuran di Indonesia harus memiliki Surat Tanda Registrasi Insinyur yang dikeluarkan oleh Persatuan Insinyur Indonesia.  Untuk memperoleh Surat Tanda Registrasi Insinyur seorang Insinyur harus memiliki Sertifikat Kompetensi Insinyur. Sertifikat Kompetensi Insinyur diperoleh setelah lulus Uji Kompetensi. Uji Kompetensi dilakukan oleh lembaga sertifikasi profesi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Isi pasal 10 dan pasal 11 ini jelas-jelas mengharamkan seorang Insinyur berpraktek di luar sana tanpa adanya ijin kerja yang dikeluarkan oleh PII apakah itu berhubungan dengan infrastruktur dan fasilitas publik maupun industri (swasta). Karena ini sudah diatur maka ini harus dilaksanakan dengan konsekuen oleh praktisi-praktisi keinsinyuran saat ini.

Bagaimana apabila seorang Insinyur melakukan malpraktek dan bagaimana dengan Sarjana Teknik (ST) yang melakukan praktek tanpa Surat Tanda Registrasi (STRI) tadi? Mereka bukan hanya akan dikenakan sanksi administrasi dan denda dalam bentuk materi tapi juga bisa terjerat hukum pidana. Pasal 50 ayat 1 menyatakan bahwa Setiap orang bukan Insinyur yang menjalankan praktek Keinsinyuran dan bertindak sebagai Insinyur sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini dipidana dengan pidana penjara  paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Ayat 2 menyatakan, Setiap orang bukan Insinyur yang menjalankan praktek Keinsinyuran dan bertindak sebagai insinyur sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini sehingga mengakibatkan kecelakaan, cacat, hilangnya nyawa seseorang, kegagalan pekerjaan Keinsinyuran, dan/atau hilangnya harta benda dipidana dengan pidana penjara  paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pasal 51 bahkan juga mengatur tentang Insinyur Asing yang bekerja di Indonesia bisa terjerat hukuman pidana paling lama 5 tahun dan denda paling banyak satu milyar rupiah.

Manfaat yang bisa kita dapatkan dari UU ini seyogyanya juga memberikan kesempatan kepada Insinyur-insinyur Indonesia untuk bisa lebih berkiprah sebagai tuan rumah di negeri sendiri. Insinyur Asing yang masuk ke Indonesia menurut UU ini wajib melalui screening process di mana mereka harus memiliki ijin praktek keinsinyuran dari negaranya. Ijin ini dikenal dengan istilah Professional Engineer (PE/P.Eng) License. Insinyur asing yang tidak memiliki ijin/lisensi yang dimaksud haruslah mengikuti uji kompetensi keinsinyuran yang dilaksanakan oleh Persatuan Insinyur Indonesia. Insinyur Asing yang tidak memenuhi syarat-syarat tadi dinyatakan tidak bisa melakukan praktek keinsinyuran di Indonesia. Ini diatur pada Pasal 18 sampai dengan Pasal 22 Undang-undang ini.

Pertanyaan selanjutnya, berapa gaji Insinyur-insinyur Indonesia saat ini? Ternyata gaji Insinyur Indonesia masih jauh dibandingkan gaji dan benefit-benefit yang didapatkan oleh Insinyur luar negeri, bukan hanya di sektor Industri tapi di sektor Pekerjaan Umum (PU) atau proyek-proyek pemerintah mereka masih dibayar jauh dari standard. Hasil survey membuktikan kita sebagai bangsa belumlah menghargai Insinyur-insinyur kita yang notabene adalah aktor utama pembangunan nasional. Diharapkan turunan dari Undang-undang ini pun sangat perlu merumuskan tingkat remunerasi Insinyur lokal supaya mereka bisa hidup lebih sejahtera dan pada akhirnya lebih termotivasi untuk menghasilkan hasil karya keinsinyuran yang lebih baik sesuai dengan standard nasional dan internasional. Jangan lagi terjadi ketimpangan di mana gaji Insinyur kita hanya 20% dari gaji Insinyur asing yang bekerja di Indonesia.

Jayalah Insinyur Indonesia.

 

Narasumber Focus Group Discussion di BPPT 9 Desember 2014

Saya teringat semasa wisuda Sarjana S1 di kampus Ayam Jantan tahun 2004 lalu, ketika Prof. Rady A. Gani, sang rektor waktu itu memberikan pembekalan kepada alumni-alumni baru tentang tantangan dunia profesional di luar sana. Sang Professor mengingatkan bahwa ada dua keunggulan yang harus dimiliki oleh seorang alumni yakni menjadi seorang professional dan menjadi seorang networker di dunia orang-orang profesional khususnya dan di masyarakat pada umumnya.

Saya kira seperti inilah yang terus saya lakukan, selain menguasai bidang profesi dan keilmuan, saya juga terus berupaya membangun jaringan atau networks saya lebih luas lagi bukan hanya pada skala nasional tapi juga sudah menuju pada skala internasional. Memang networking event ini cukup menyita waktu kita bahkan terkadang meeting atau sekedar ngobrol warung kopi bisa terjadi sampai larut malam. Bahkan hampir setiap weekend pun saya terus berusaha menjalin silaturahmi, memperbanyak teman dan mempererat tali persahabatan.
BPPT_editSalah satu hikmah dari networking ini adalah ketika salah seorang karib merekomendasikan saya menjadi narasumber pada acara acara Focus Group Discussion (FGD) yang diorganize oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) bekerja sama dengan Petrokimia Gresik dan Kementerian Perindustrian. Walhasil, saya datang ke sana dan mempresentasekan kapabilitas perusahaan saya di bidang Migas khususnya pada Kajian Studi Gasifikasi Batubara baik menyangkut aspek teknis maupun komersialisasinya.

Acara sehari ini dibuka oleh Bapak Dr. Ir. Erzi Agson Gani, M.Eng selaku Direktur Teknologi Industri Rancang Bangun dan Rekayasa (TIRBR) dan dimoderasi oleh Ibu Dr. Nadirah, MSc., Direktur Pengembangan Teknologi Industri Proses (PTIP). Saya kebagian presentase di pagi hari setelah pembukaan dan diberi kesempatan selama kurang lebih 45 menit. Sesi tanya jawab menampilkan 2 penanya yang pada intinya ingin mengetahui lebih dalam tentang teknologi gasifikasi batubara di dunia dan bagaimana strategi menerapkan teknologi menjadi suatu bentuk investasi yang nyata sehingga batubara kalori rendah di Indonesia bisa dimonetisasi dan bernilai tambah buat kemakmuran rakyat dan bangsa Indonesia.

IMG01161-20141209-1001_edit

Pada akhir sesi tanya jawab, saya terus memberikan semangat kepada teman-teman BPPT untuk terus berkarya di dalam menghasilkan teknologi yang bisa dikomersialisasi dan digunakan untuk industri dan masyarakat. Akademisi, Business dan Government serta Community (ABCG) diharapkan bisa lebih bersinergi menciptakan sesuatu yang memberikan nilai tambah bagi kejayaan bangsa dan negara Indonesia.

 

 

Delivering the Presentation at CAFEO32 in Yangon, Myanmar, 10 – 13 November 2014

The CAFEO32 was held at Sedona Hotel, Yangon, Myanmar, 9th to 13th of November 2014. This is the annual event conducted by Southeast Asian Countries under the umbrella of ASEAN Federations of Engineering Organization (AFEO). For more details regarding AFEO please click www.afeo.org. Every year each country host brought up the unique theme which are actually relevant to their main focus to develop their countries and what sort of engineering contributions of each country engineering organization could perform. Integrated Solutions for Energy, transport and Infrastructure was the main topic of this conference. The event was not only attended by ASEAN delegates but Japan, Taiwan, Hong Kong and Australian were participating at this year’s event.

CAFEO32 Main EventEach subtheme was presented and discussed at technical paper sessions and most of the delegates of each country deliver and present their technical papers. I was the one of 4 Indonesian delegates who delivered and presented it in front of the technical sessions. My technical paper titled “The Key Factors Considered as Part of Feasibility Study on Development of Coal Gasification to Ammonia and Urea Project” I came up with with some backgrounds of why we need to raise this issue for Indonesian energy development.

 

 

 

 

The subthemes of the conference consist of:

  • Infrastructure Development in Transportation & Energy.
  • ASEAN Connectivity, Infrastructure Development, ICT.
  • Urban Transport for Competitive City.
  • Energy Cooperation ASEAN Power Grid, Trans-ASEAN Gas Pipeline.
  • Renewable Energy Sources: Solar, Wind, Biomass, Bioenergy, etc.
  • Rural Electrification Development.
  • Engineering and Technology for Infrastructure Development.
  • Engineering Education, Research and Innovation

Here is the abstract the paper“Indonesia is the second largest coal exporter in the world after Australia. Coal is abundant spreading over major islands such as Sumatera, Kalimantan, Sulawesi and Papua. Indonesian coal deposit is more than 21 Billion Ton (2011; Ministry of Energy and Mineral Resources). Total coal resources is 105 Billion Tons throughout Indonesia (2011; Ministry of Energy and Mineral Resources). It is estimated over 50% of total coal deposit are categorized as low-rank coal. Coal types are low rank coal called lignite. Since this low rank coal is not economical for exports due to the low CV and high water content, this is now emphasized by Indonesian government to be utilized locally. The solution for utilizing this low rank coal is coal gasification. One of the government programs through Indonesian Fertilizer State-Owned Company is trying to utilize the coal as the raw materials to produce Ammonia & Urea. Currently, the price of natural gas from the well is over 10 Dollars/MMBTU and tend to be in short supply in the near future due to the decrease of oil and gas lifting capacity in Indonesia. Due to the price and lack of supply, they start doing Feasibility Study on Coal Gasification to Ammonia & Urea”

WP_002025 @Sedona Hotel

 

 
CAFEO32 Presentation

ID Card

 

 

 

 

 

 

 
The paper concluded some bullet points were presented at the end of my session:

  • The coal reserves in Indonesia are abundant and more than 50 percent of those are categorized as low rank coals. The best solution to utilize these low rank coals is to go with gasification process.
  • There are three major types of gasification technology in the world, fixed bed, fluidized bed and entrained-flow technology.
  • The company and I could help perfoming feasibility studies (FS), front-end and engineering design (FEED), and engineering, procurement and construction (EPC) services to clients throughout the world.
  • The company has performed studies on Indonesian coal gasification. The company expertise and know-how is available to serve Indonesian clients and their future coal gasification and coal to chemical projects.

This was my first time visiting Yangon (previosly Rangon). The country is one of the ASEAN member and located at the north west side of Thailand. Myanmar is still a least developed country in the region, their infrastructures and urban city development is far behnind compared to Thailand, Malaysia, Singapore and Indonesia. They are trying to open and create investment climates and start inviting foreign direct investors to participate in building the country infrastructures and energy sectors.
CAFEO Presentation2_editJust for your info, if your country is Indonesia or any ASEAN countries, you can now travel to Myanmar by only using your passport, long before that, their governments really restricted the foreigners coming in to the country. Indonesia under former minister foreign affair, Mr. Marty Natalegawa had signed the agreement with U Wunna Maung Lwin, foreign affair minister of Myanmar in May 2014. Click the link http://www.tempo.co/read/news/2014/05/11/118576944/Indonesia-Myanmar-Sepakat-Bebas-Visa-Paspor-Biasa for more details info.

I traveled to Myanmar at 10th of November early morning from Terminal 2 Cengkareng Airport departed to Kuala Lumpur International Airport (KLIA1) for 1.5 Hours flight. After 5 hours transit at KLIA2 I continued the trip to Yangon using Air Asia Airlines for another 3.5 Hours. I arrived at Yangon International Airport around 20.00. The organizing committee of the CAFEO32 picked us up at the arrival gate and took us directly to Sedona Hotel to attend the CAFEO welcoming dinner. Other than me, there were 2 delegates also presenting originally coming from Makassar, South Sulawesi: Ir. Rahmat Muallim, Mine Engineer and Dr. Ir. Ayuddin, Lecturer of Gorontalo University and a Civil Engineer.
CAFEO33 has been decided to be held in Penang Malaysia. Be there and don’t forget to bring your paper and present. It’s gonna be awesome to contribute for ASEAN and also for PII & Indonesia. Salam Insinyur.

CAFEO32 Certificate Handshaking