*Oleh: Ir. Habibie Razak – Regional Director (Energy), Surbana Jurong Group
Industri Data Centre saat ini “booming” karena adanya permintaan untuk data dan pertumbuhan pesat artificial intelligence (AI). Di Indonesia, setidaknya ada 7 perusahaan data centre yang sangat aktif di bisnis ini antara lain Telkomsigma, Nex Data Center, DCI Indonesia, Indosat Ooredoo Hutchison, Biznet Data Center, Lintasarta dan EdgeConnex.
Beberapa pemain asing yang mengembangkan sayapnya di Indonesia seperti Microsoft, Mitra Informatika Gemilang, Alibaba Cloud, Google Cloud, Amazon Web Services (AWS), Keppel Data Centers, Space DC, NTT Communications, Equinix, Digital Realty and Mitsubishi Corporation, Princeton Digital Group (PDG), ST Telemedia Global Data Centres (STT GDC) dan beberapa pemain lainnya.
Faktor-faktor apa saja yang mendrive pertumbuhan data centre di dunia dan khususnya di Indonesia saat ini. Setidaknya beberapa hal di bawah yang menjadi main driver, antara lain:
- Penggunaan layanan cloud computing dan aplikasinya yang berkembang sangat pesat.
- AI, minat terhadap Generative AI telah melahirkan kompetisi untuk mengembangkan teknologi, yang kemudian membutuhkan banyak high density data-centres.
- Edge computing, pendekatan ini membawa pemrosesan data lebih dekat ke sumbernya, yang dengan momentum saat ini banyaknya permintaan untuk pemrosesan data yang lebih cepat.
- Internet of Things, Amerika Serikat adalah leading markets untuk industrial IoT-driven technologies.
- Tax incentives, pertumbuhan data centre lebih terkonsentrasi di wilayah atau region yang memberikan tax incentives.
Selain drivers pertumbuhan data centre di atas, ada beberapa tantangan di dalam pengembangan industri data centre ini antara lain:
- Power demand
- Data centre cooling
- Data management issues
- Cybersecurity and protection from data breaches
- Space and scalability
- Data centre challenges and sustainability
Menurut analisa dari McKinsey bahwa permintaan akan AI-ready data centre capacity akan meningkat pada rata-rata 33% per tahun antara tahun 2023 and 2030.
Dua aspek teknis dan keekonomian yang berpengaruh pada investasi data centre adalah kebutuhan listrik yang besar dan sumber kebutuhan pendinginan untuk infrastruktur data centre ini. Data centre dikenal sebagai power hungry infrastructure di era transisi energi ini tentunya didorong menggunakan sumber energi listrik yang berasal dari energi baru terbarukan atau setidaknya energi transisi (LNG & Gas).
Penyiapan energi listrik untuk data centre saat ini masih mengambil listrik dari grid PLN di Indonesia yang belum sepenuhnya mengadopsi 100 persen cleaner energy. Berdasarkan pengalaman Surbana Jurong Group www.surbanajurong.com pada beberapa proyek DC yang dikerjakan saat ini di Indonesia dan ASEAN, ada beberapa strategi penyiapan energi listrik yang lebih hijau yang bisa kemudian diadopsi dan dikembangkan antara lain:
- Hybrid renewable energy
Mengintegrasikan solar, wind, dan sumber energi terbarukan lainnya untuk menjalankan operasi data centre secara berkelanjutan. Penggunaan hybrid RE ini juga mengurangi ketergantungan pada grid power and carbon footprint serta mengurangi Power Usage Effectiveness (PUE).
- Combined Heat and Power (CHP)
Mensupply energi listrik dan pendinginan secara langsung ke data centre dengan efisiensi yang tinggi. Dengan konsep ini kita juga mampu meminimalkan energy losses dan meningkatkan overall operational efficiency, mengurangi PUE dan penggunaan air tidak langsung (indirect water usage).
- Impor melalui Subsea
Memberikan akses kepada sumber energi bersih (seperti hydropower) dari lokasi-lokasi yang remote melalui subsea cables. Konsep ini tentunya menyiapkan stable, low-carbon power supply dan berkontribusi pada penurunan Power Usage Effectiveness (PUE). Kalimantan misalnya yang kaya sumber energi dari hydropower dengan teknologi subsea cable (HVDC) mampu mentransmisi listrik ke pulau-pulau yang akan menjadi pusat-pusat pertumbuhan data centre.

Gambar 1 – Surbana Jurong Group Green Data Centre Solutions
- Centralized Power Distribution (CPD)
Mengurangi energy losses dengan mengoptimalkan distribusi energi listrik pada berbagai infrastruktur data centre dan meningkatkan efisiensi dan berkontribusi untuk mencapai PUE yang lebih rendah.
- Solid Oxide Fuel Cells (SOFC)
Menyiapkan energi dengan efisiensi tinggi menggunakan bahan bakar atau sumber energi bersih seperti hidrogen atau gas alam. Menghasilkan listrik dengan emisi minimum dan panas yang bisa digunakan kembali untuk pendinginan, meningkatkan PUE dan WUE.
- Battery Energy Storage Systems (BESS)
Menyimpan energi terbarukan untuk penggunaan energi sesuai kebutuhan, memastikan ketersediaan energi pada saat kondisi beban puncak atau pada saat outages. Konsep BESS juga mendukung penggunaan energi yang lebih efisien, menstabilkan PUE dan sekaligus mempromosikan green energy integration.
- Carbon Capture
Menangkap dan menyimpan emisi CO₂ dari pembagkit listrik yang ada (seperti konsep CHP atau SOFC). Meningkatkan keberlanjutan dari data centre dan berkontribusi pada reduced indirect carbon-related water consumption.
Sedangkan solusi pendinginan data center yang melibatkan teknologi terbaru di luar pendinginan konvensional seperti air-cooled, water-cooled, glycol-cooled dan chilled water system antara lain:
- Cryogenic Polygen
Mengutilisasi cryogenic cooling dan mengintegrasikan pembangkit listrik, cooling, and thermal storage untuk ultra-efficient cooling. Cryogenic polygen juga mampu mengurangi ketergantungan pada energy-intensive traditional cooling methods, meminimalisir Power Usage Effectiveness (PUE). Dan yang tak kalah pentingnya, teknologi ini mampu menangkap dan menggunakan kembali waste cold energy, selanjutnya mengoptimalkan Water Usage Effectiveness (WUE).
- Combined Heat and Power (CHP)
Menghasilkan energi listrik dan pendinginan sekaligus dari sumber bahan bakar tunggal (single fuel source). Konsep ini memberikan reliable & efficient cooling dan mengurangi energy losses, dan meningkatkan PUE. Tak kalah pentingnya, CHP juga mampu mengurangi konsumsi air dengan menginkorporasi teknik pendinginan yang lebih advanced, secara positif mempengaruhi WUE.
Satu proyek yang dikerjakan oleh SJ Group di Singapura adalah Floating Data Centre dengan Onsite Power Generation di mana LNG diubah menjadi gas melalui suatu proses regasifikasi sebelum dikirim ke pembangkit listrik. Dalam kondisi cool environment, data centre mengambil kebanyakan energi, konsep yang memungkinkan penggunaan energi efisien dengan memanfaatkan waste cold dari proses regasifikasi untuk mendinginkan data centre.

Gambar 2 – Floating Data Centre with Onsite Power Generation
Indonesia ke depannya akan membangun hyperscale Data Centre untuk bisa memenuhi kebutuhan data dan informasi yang semakin pesat dalam hal penyimpanan, pengaturan, pemprosesan, dan pengiriman data berkala besar untuk menunjang kinerja bisnis, aktivitas ekonomi dan pemerintahan.
Insinyur Indonesia pun dituntut untuk memiliki kompetensi dan relevant & unique skills untuk mampu bekerja secara tim di dalam mendesain dan membangun infrastruktur data centre di Indonesia maupun di dunia.
*Artikel ini akan dimuat di Konstruksi Media edisi April 2025.