Category Archives: Kritik & Saran

Menjadi Peserta Focus Group Discussion tentang Penyiapan Regulasi Pemanfaatan Teknologi Gasifikasi Batubara di Indonesia

Follow up dari Konferensi Underground Coal Gasification dan Coal Gasification yang dilaksanakan oleh IBC Singapore bulan lalu, saya diundang oleh Puslitbang Tekmira, MINERBA Kementerian ESDM pada Tanggal 10 Desember 2013 di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan. Pembicara dan fasilitator yang diundang hadir tidak hanya dari perwakilan Dirjen Minerba tapi juga dari perwakilan Dirjen Minyak dan Gas Bumi.

ID FGD

FGD CG&UCG 10 Des 2013 - Copy

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Pada kesempatan FGD ini terjadi pertukaran informasi tentang kesiapan bahan baku, regulasi feedstock dan pengusahaan teknologi pemanfaatan batubara yang dilakukan oleh berbagai pihak di Indonesia dengan sasaran sebagai berikut:

  1. Mengetahui perkembangan teknologi gasifikasi batubara, UCG dan CWM.
  2. Mengetahui kesiapan feedstock untuk implementasi teknologi gasifikasi batubara, UCG dan CWM.
  3. Tersusunnya masukan bagi regulasi pemerintah untuk pengusahaan teknologi gasifikasi batubara, UCG dan CWM.
  4. Mengetahui usulan tataniaga produk gasifikasi batubara, UCG dan CWM.
  5. Mempercepat penerapan teknologi gasifikasi batubara, UCG dan CWM.

Acara yang dibuka oleh Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara, Kementrian ESDM, Ibu Dra. Retno Damayanti Dipl. EST dan juga dimoderasi oleh Bapak Prof. Bukin Daulay melahirkan beberapa pembahasan yang akan dilanjutkan ke tahapan selanjutnya antara lain:

  1. Permitting issues. The processing permit of UCG & coal gasification to produce syngas will be under the department of coal & mineral.
  2. Permitting issues. The permit for trading & specification of coal gasification products consist of SNG, DME, & all other type of fuels will be by the department of oil & gas.
  3. Permitting issues. The permit for trading & specification of all petrochemical products will be by department of industry.
  4. Permitting issues. The permit for trading & specification of the coal gasification products for public electricity by the electricity department.
  5. The law and regulation pushing to utilize the coal and mineral resources to add value for domestic need, Law No. 4 Year 2009 will be released starting January 2014. The requirement is to build smelter and processing plant in Indonesia instead of just exporting in raw materials form.
  6. The background on why the government utilized the coal as fuel and raw material for petrochemicals
  • Coal resource is abundant
  • The decrease of domestic oil lifting production.
  • The increase of fuel consumption
  • The increase of import of fuel for domestic consumption
  • President Instruction No. 5/2006, the target for coal to liquids utilization in 2025 shall be over or equal to 2% of energy mix

7. Challenges on coal gasification

  • High investment
  • Limited infrastructures for coal to liquids and coal gasification supply chain
  • CO2 control

8. Government policy to push forward on coal gasification

  • Study and research on coal gasification and coal liquefaction
  • Facilitate the cooperation and joint study for this type of project
  • Facilitate the cooperation for supply guarantee of coal for petrochemical raw materials
  • Possibility to give investment incentives for this type of projects
  • Develop supply chain and specification on coal gasification products.

      9.  The coal price is estimated USD 14/Ton (I think this is low rank coals) for coal gasification sectors to produce fuels and chemicals. This will be added on the regulation.

     10.  Coal to DME will also be the option to displace the need for LPG for community and housing needs.

     11.  CWM is used to substitute the MFO in the industry.

     12.  Concerns from several companies such as MEDCO, Bukit Asam, Pupuk Indonesia & subsidiaries regarding the complexity of the permitting and licensing since all these business will involve both department of coal and mineral & oil and gas. The permitting for mining exploration and exploitation themselves are complicated.

     13.  Black & Veatch added the concerns on environment regulations and standards included in the new regulation to support & trigger the investment. The world bank and some international financing institution provided several requirement on environmental things. For example: Carbon capture mechanism to control emission, UCG EHS, etc. All requirements with regard to this concern have been sent to ministry ESDM.

Semoga dengan inisiatif yang dilakukan oleh Kementerian ESDM ini membuahkan hasil yang mumpuni dalam rangka mewujudkan regulasi coal gasification, underground coal gasification dan coal water mixture sehingga kebijakan ini menjadi dasar tumbuhnya iklim investasi industri di sektor ini. Dengan pemanfaatan batubara kita yang berkalori rendah melalui proyek-proyek gasifikasi akan meningkatkan ‘value added’ dan neraca kerja Insinyur Indonesia, multiplier effect sampai ke masyarakat lokal, meningkatkan jumlah lapangan pekerjaan, dan pada akhirnya meningkatkan pertumbuhan ekonomi sektor riil domestik Indonesia.

PII & Kode Etik Insinyur Indonesia; Peranannya terhadap Profesi Keinsinyuran & Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

oleh:

Ir. Habibie Razak, MM., IPM., ASEAN Engineer – Praktisi Keinsiyuran, Wakil Ketua Bidang Energi dan Kelistrikan Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Periode 2012 – 2015

Persatuan Insinyur Indonesia (PII) adalah organisasi yang berdiri sejak Tahun 1952 didirikan oleh Bapak Ir. Djuanda Kartawidjaja dan Bapak Ir. Rooseno Soeryohadikoesoemo  di Bandung, merupakan organisasi profesi tertua kedua di Indonesia setelah Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Dalam sejarahnya PII telah banyak menelurkan cendekiawan-cendekiawan dan profesional-profesional yang memegang peranan penting di tanah air kita dalam beberapa dekade ini. PII di dalam menjalankan proses kaderisasi insinyur melalui continuous development program (CPD) yang isi programnya selain berisikan pengetahuan keinsinyuran (sains dan teknologi) juga menitikberatkan pada pengenalan dan pemantapan pembahasan mengenai ‘etika profesi Insinyur’. Sarjana Teknik diharapkan setelah menjadi Anggota PII diwajibkan memegang teguh etika profesi keinsinyuran yang dituliskan dalam Kode Etik Insinyur Indonesia, Catur Karsa Sapta Dharma Insinyur Indonesia*.

Catur karsa adalah 4 prinsip dasar yang wajib dimiliki oleh Insinyur Indonesia antara lain: (1) mengutamakan keluhuran budi, (2) menggunakan pengetahuan dan kemampuannya untuk kepentingan kesejahteraan umat manusia, (3) bekerja secara sungguh-sungguh untuk kepentingan masyarakat sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya dan (4) meningkatkan kompetensi dan martabat berdasarkan keahlian profesional keinsinyuran. Saya membaca 4 prinsip dasar ini menyimpulkan Insinyur Indonesia dituntut menjadi insan yang memiliki integritas (budi pekerti luhur) dan semata-mata bekerja mendahulukan kepentingan masyarakat dan umat manusia dari kepentingan pribadi dengan senantiasa mengembangkan kompetensi dan keahlian engineeringnya.    

Sapta Dharma adalah 7 tuntunan sikap dan perilaku Insinyur yang merupakan pengejawantahan dari catur karsa tadi antara lain: (1) mengutamakan keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, (2) bekerja sesuai dengan kompetensinya, (3) hanya menyatakan pendapat yang dapat dipertanggungjawabkan, (4) menghindari pertentangan kepentingan dalam tanggung jawab tugasnya, (5) membangun reputasi profesi berdasarkan kemampuan masing-masing, (6) memegang teguh kehormatan dan martabat profesi dan (7) mengembangkan kemampuan profesional. Apabila kita baca lagi lebih seksama, sapta dharma substansinya adalah sama dan seiring dengan catur karsa, bahwa Insinyur Indonesia dituntut untuk memegang teguh etika dan integritas di dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya di mana pun dia bekerja sehingga dia bisa tetap mempertahankan reputasi profesinya dari waktu ke waktu. Substansi utama kode etik Insinyur menurut saya tidak lain adalah etika dan integritas. Apa pun yang Insinyur lakukan entah itu dalam rangka pengembangan kompetensi keinsinyuran atau pun dalam rangka membangun hasil karya keinsinyuran tetap saja selalu mengacu pada prinsip etika dan integritas.

Penulis lebih dalam lagi mengupas salah satu tuntunan sikap dan perilaku Insinyur yakni membangun reputasi profesi berdasarkan kemampuan masing-masing. Beberapa uraian dari sikap dan perilaku ini adalah antara lain: memprakarsai pemberantasan praktek-praktek kecurangan dan penipuan; tidak menawarkan, memberi, meminta atau menerima segala macam bentuk perlakuan yang menyalahi ketentuan dan prosedur yang berlaku, baik dalam rangka mendapatkan kontrak atau untuk mempengaruhi proses evaluasi penyelesaian pekerjaan. Dua uraian ini memaparkan betapa perlunya seorang Insinyur di dalam menjalankan praktek-praktek keinsinyuran mengikuti etika dan aturan hukum yang berlaku, on how the engineers should act. Insinyur dituntut untuk tidak tergoda dengan segala bentuk penyuapan atau gratifikasi atau bribe dalam istilah Inggris. Bahkan Insinyur dituntut untuk memkampanyekan anti-kecurangan, anti-penipuan termasuk anti-penyuapan dan berbagai bentuk korupsi dalam ruang lingkup organisasi di mana dia berada,  ruang lingkup masyarakat, bangsa dan negara bahkan dalam ruang lingkup proyek-proyek internasional yang melibatkan banyak negara.

Kode etik profesi keinsinyuran yang dikeluarkan oleh Persatuan Insinyur  Indonesia adalah sangat relevan dengan cita-cita Pancasila dan UUD 1945, seiring sejalan dengan program-program yang dicanangkan oleh lembaga -lembaga anti-korupsi di dalam mengurangi bahkan memberantas praktek-praktek korupsi di bumi nusantara. Korupsi, suap dan segala bentuk lainnya bukan hanya mengganggu keberlanjutan pembangunan nasional Indonesia tetapi juga bisa menjadi contoh buruk dan tidak terpuji yang akan kita tularkan ke generasi penerus selanjutnya, sehingga menjadi tugas kita bersama, korupsi dan segala bentuknya ini harus diberantas dan dibumihanguskan dari tanah air tercinta. Kode etik Insinyur ini memang hanya berlaku untuk Insinyur Indonesia saja tetapi apabila semua anggota Persatuan Insinyur Indonesia (PII) yang selanjutnya diberi gelar sebagai Insinyur bisa memberikan keteladanan kepada profesi-profesi lainnya di Indonesia saya yakin ini bisa menjadi preseden positif di dalam menggiring bangsa ini menuju bangsa yang lebih sejahtera dan bermartabat.

Tahun 2011 lalu Pemerintah mencanangkan program MP3EI dengan tujuan mempercepat dan memperluas pembangunan ekonomi melalui pengembangan delapan (8) program utama meliputi sektor industri manufaktur, pertambangan, pertanian, kelautan, pariwisata, telekomunikasi, energi dan pengembangan kawasan strategis nasional. Target yang ingin diraih bukanlah main-main. Tahun 2011 PDB kita US$846 miliar dengan PDB per kapita US$3.495 dan menjadikan Indonesia peringkat ke-16 dunia, maka pada 2025 PDB Indonesia diperkirakan akan mencapai US$4.000 miliar dengan PDB per kapita US$14.250 dan berada di peringkat ke-11 dunia. Prediksi yang lebih jauh lagi pada 2045, saat 100 tahun kemerdekaan Indonesia, PDB ditargetkan akan mencapai US$15.000 atau berada di peringkat ke-6 dunia dengan PDB per kapita US$44.500. Untuk mengarah kesana ada beberapa hal yang bisa menjadi pendorong percepatan, yakni: (1) investasi berbagai kegiatan ekonomi di 6 koridor ekonomi: Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali-Nusa Tenggara dan Papua-Kepulauan Maluku, semuanya senilai Rp2.226 triliun; (2) konektivitas yang sejatinya adalah pelengkapan infrastruktur senilai Rp1.786 triliun; dan (3) penyiapan SDM nasional dan penguasaan Iptek.

Insinyur dalam kerangka MP3EI adalah sebagai aktor utama pembangunan, menjalankan profesi keinsinyuran pada proyek-proyek infrastruktur mulai terlibat dari fase inisiasi, fase perencanaan, fase eksekusi dan monitoring dan fase project close-out dan ini tidak main-main, pemerintah membutuhkan insinyur-insinyur handal yang mengedepankan profesionalisme, etika dan integritas dengan menjunjung tinggi dan menjalankan kode etik profesi Insinyur. “Insinyur-insinyur Indonesia diharapkan menjamin kehandalan serta keunggulan mutu, biaya dan waktu penyerahan hasil dari setiap pekerjaan dan karyanya”, salah satu uraian dari tuntunan sikap dan perilaku Insinyur. Output dari proyek-proyek MP3EI ini sangat bergantung pada kualitas Insinyur-insinyur kita, semakin mature mereka (from technical and attitudes stand point) maka semakin bagus pula product deliverables proyek-proyek yang terselesaikan. Ini juga menjawab betapa pentingnya eksistensi organisasi PII di dalam mendidik dan membina Insinyur-insinyur pembangunan yang juga pastinya akan memegang peranan strategis pada segala lini kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara.

Muncul satu pertanyaan pamungkas seorang mahasiswa kepada saya beberapa waktu lalu “Bagaimana dengan Insinyur-insinyur yang bekerja pada suatu lembaga kementerian atau lembaga pemerintahan misalnya, walaupun sudah tidak terlibat langsung dalam pelaksanaan proyek di lapangan apakah mereka masih diikat oleh kode etik Insinyur tadi?”. Jawabannya iya, di mana pun mereka berada, apa pun posisi dan jabatannya, sekali insinyur dia tetap adalah Insinyur dan akan tetap memegang teguh kode etiknya sebagai insinyur bahkan ketika menduduki posisi strategis di negeri ini mereka harusnya diharapkan lebih leluasa mengkampanyekan program pemberantasan praktek-praktek kecurangan, penipuan, bahkan praktek korupsi. Mereka harus menjadi leader yang memberikan keteladanan tentang bagaimana Insinyur bersikap dan berperilaku sesuai dengan catur karsa sapta dharma Insinyur Indonesia.

Penulis berandai-andai, seandainya periode depan ternyata yang terpilih menjadi Presiden Indonesia adalah Insinyur maka sepantasnyalah dia terus bersikap dan berperilaku sebagai Insinyur Indonesia dengan mengimplementasikan kode etik Insinyur di dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pemimpin negara dan teladan rakyat. Mungkinkah ini terjadi lagi setelah Ir. Soekarno dan Ing. BJ Habibie? Saya mengharapkan demikian.  

Bravo Insinyur Indonesia.

*Catur Karsa Sapta Dharma Insinyur Indonesia bisa ditelaah lebih lanjut di http://pii.or.id/profil/kode-etik 

 

 

Quo Vadis Lembaga Kemahasiswaan FT-UH? Dan Bagaimana Eksistensi Perannya di dalam Melahirkan Generasi Berkualitas Masa Depan Bangsa

Oleh:

Habibie Razak – Praktisi Mining, Power, Oil & Gas 

Wakil Ketua Bidang Energi dan Kelistrikan Persatuan Insinyur Indonesia Pusat Periode 2012/2015

Pernah menjabat sebagai Ketua I Himpunan Mahasiswa Sipil FT-UH Periode 2001/2002, Cooperative Program Student (COOPS) Inco – Unhas Angkatan IV

Habibie _Bibie_ Razak

 

Kita sama-sama sepakat bahwa ada tiga pelaku utama dalam suatu perguruan tinggi, mahasiswa, alumni dan dosen yang pada dasarnya adalah berasal dari sumber yang sama yaitu sama-sama pernah menjadi mahasiswa. Begitu pun dosen mereka juga alumni walaupun mereka memutuskan untuk mengabdi menjadi dosen. Lantas bagaimana dengan alumni? Alumni banyak yang terjun ke berbagai bidang setelah mereka sarjana yang pada dasarnya kita bisa bagi menjadi 3 peran yaitu profesional atau spesialis, pengusaha dan tenaga pendidik (guru maupun dosen).

Tulisan ini akan sedikit memberikan gambaran bagaimana seharusnya hubungan antara mahasiswa, alumni dan dosen dan bagaimana peranan mereka di dalam membangun lembaga kemahasiswaan. Ketika saya ditanya, bagaimana seharusnya hubungan ketiganya (mahasiswa, dosen dan alumni)? Ya, seharusnya hubungan mereka baik-baik saja lah. Lanjut cerita, saya adalah alumni suatu perguruan tinggi negeri di bagian timur Indonesia yang dikenal dengan julukan ‘Ayam Jantan dari Timur’ dan menyelesaikan studi di Fakultas yang sering dijuluki atau kadang menjuluki diri sendiri sebagai ‘We are the Champion’. Namun, kalo berbicara sejujurnya, saya pun lebih banyak bergaul dengan profesional, praktisi dan pendidik di luar alumni dan almamater saya. Bahkan mereka dari alumni lain dan perguruan tinggi lainnya lebih mengenal saya ketimbang alumni dan perguruan tinggi sendiri. Bahkan mereka lebih akrab dan lebih dekat dengan saya dibanding kedekatan dengan alumni sendiri. Saya pernah dihubungi seorang Professor ternama di suatu perguruan tinggi terbaik di Indonesia untuk menjadi sponsor penerbitan buku agenda perguruan tinggi tersebut, saya juga pernah dimasukkan di Milist group alumni lain oleh seorang senior alumni mereka, saya juga sering diundang menjadi pembicara untuk workshop dan seminar energi dan kelistrikan oleh alumni dan perguruan tinggi lainnya. Makna yang saya bisa tangkap dari pengalaman saya ini, bahwa mereka lebih inklusif terhadap alumni lain, lebih open minded dari professional-professional yang walaupun mereka tidak satu almamater.

Bagaimana hubungan mahasiswa, alumni dan dosen di almamater saya? Sangat buruk, kalo diratingkan dari 0 – 10 saya bisa memberi nilai 2 atau 3 saja. Ini mungkin sangat subyektif tapi seperti inilah yang saya rasakan. Mahasiswa dan dosen termasuk pengelola fakultas beberapa tahun terakhir ini tidak pernah langgeng, bahkan ikatan alumni fakultas yang seharusnya menyatukan ketiga komponen nanti belum dianggap sebagai wadah ikatan alumni yang sesungguhnya. Ini terbukti ketika beberapa alumni yang coba memberikan input untuk kemajuan kampus termasuk pengembangan mahasiswa hanya dicap sebagai provokator dan dianggap kontraproduktif terhadap program-program yang dicanangkan pimpinan fakultas. Kondisi ini sangat berbanding terbalik ketika para pimpinan universitas dan fakultas seharusnya mengajak alumni untuk masuk dan berperan serta di dalam memajukan sistem pendidikan tinggi, memantapkan kurikulum yang ada, berkontribusi di dalam memberikan pemahaman dunia kerja kepada mahasiswa junior maupun senior melalui program kuliah tamu, workshop, seminar dan kegiatan ilmiah lainnya. Bukan hanya itu, dosen dan alumni profesional dan praktisi pun belum sepenuhnya saling bertukar pikiran satu sama lain, satu pihak mengerti teorinya secara mendalam dan satunya lagi memiliki pengalaman yang empirik yang sudah berbasis aplikasi industri. Sayang sekali ini tidak terjadi dan heran juga mengapa ini tidak terjadi sampai sekarang? 

Mahasiswa adalah generasi penerus bangsa dan seharusnya mereka dibekali kompetensi menyambut dunia kerja setelah mereka sarjana nanti. Kompetensi yang saya pahami perlu mahasiswa dapatkan selama mereka beraktifitas di kampus adalah kompetensi teknis dan kompetensi perilaku (behavioral competency) .sering disebut sebagai soft skill. Kompetensi pertama, disebut sebagai kompetensi teknis ini sangat memungkinkan mahasiswa peroleh dari bangku perkuliahan dan juga dari kerja praktek  (KP) dan kuliah kerja nyata (KKN) namun kembali lagi peranan alumni di dalam memberikan masukan-masukan tentang technical competency di industri sangatlah penting. Berdasarkan pengalaman saya, ilmu dasar bisa didapatkan dari kampus seperti ilmu termodinamika, konversi energi, struktur beton, struktur baja, arus lemah, arus kuat dan seterusnya namun aplikasi dan terapannya alumni-alumni profesional di bidangnya sejujurnya jauh lebih paham dan mengerti dan lebih gamblang menjelaskannya kepada mahasiswa. Kompetensi kedua, adalah behavioral competency  di mana calon sarjana dituntut mampu bekerja sama dalam suatu tim kerja, mampu memimpin dan tidak pernah susah untuk dipimpin, mampu menyelesaikan masalah (problem solver), berpikir kreatif dan mengambil suatu keputusan dengan cepat, mampu meng-influence others, achievement motivation, commitment to continuous learning, dan seterusnya.

Kompetensi kedua yang saya sebutkan ini tidak akan pernah kita dapatkan di bangku perkuliahan hanya dengan melalui proses belajar mengajar tatap muka di kelas, sebaliknya, di sinilah peranan lembaga kemahasiswaan di dalam mengasah behaviors (soft skills) dari pelaku organisasi sehingga ketika mereka terjun ke dunia kerja mereka tidak canggung lagi untuk berinteraksi, berkomunikasi, bekerja sama dan memimpin suatu tim kerja. Di lembaga kemahasiswaan, untuk bisa mengembangkan kompetensi ini mahasiswa diberikan tugas dan tanggung jawab di dalam membuat berbagai kegiatan seperti seminar, workshop, sarasehan, kursus dan training, pembinaan mahasiswa baru dan kegiatan positif lainnya. Melalui kegiatan-kegiatan yang saya sebutkan mereka diberi target seperti waktu pelaksanaan kegiatan, jumlah dana yang dibutuhkan, bentuk acara dan pesertanya, pembicara-pembicara yang akan hadir, pengaturan logistik dan lain sebagainya. Untuk bisa melakukan kegiatan yang dimaksud mereka membentuk kepanitiaan yang terdiri dari unsur ketua, sekretaris, bendahara sampai pada koordinator masing-masing divisi dan anggotanya.  Melalui kegiatan inilah mahasiswa-mahasiswa aktifis organisasi menjadi jauh lebih terampil, lebih teruji, dan lebih berdedikasi terhadap tugas dan tanggung jawab yang diamanahkan organisasi kepadanya sehingga secara langsung dapat mereka rasakan ketika mereka bekerja nantinya di suatu perusahaan (organisasi profit) mereka akan lebih mudah beradaptasi dan tentunya jauh lebih mature dalam posisinya sebagai karyawan perusahaan mulai dari posisinya sebagai assistant engineer, engineer, senior engineer, project engineer, project manager, project director, bahkan sampai pada posisi vice president and president director. Apakah ada metode lain untuk mengembangkan soft skill (behaviors) ini? Bagaimana dengan kegiatan-kegiatan seperti UKM olahraga dan tari atau lomba tali-temali? Apakah ini bisa dijadikan ajang pengembangan diri? Kalo ini sih saya tidak perlu banyak berpikir seperti memikirkan isi proposal kegiatan saya, membentuk tim kerja yang solid, mencari pembicara, mencari peserta dan mencari dana untuk kegiatan olahraga, seni dan lomba tali-temali yang dimaksud, saya tidak perlu memutar otak saya untuk memikirkan konsep acara yang menarik dan saya tidak perlu memiliki semangat keep on fighting till the end karena tantangannya sangat minim ha ha ha….Saya rasa lebih sulit membuat seminar transportasi, seminar pembangkit listrik geothermal atau pun seminar high rise building

HMS FT-UH Ketua I

Anggapan yang menyatakan bahwa mahasiswa itu tidak perlu lagi berorganisasi atau berlembaga adalah salah besar. Bahkan mahasiswa yang ikhlas dan sadar mendaftarkan diri pada lembaga kemahasiswaan diberi sanksi skorsing tidak mengikuti perkuliahan selama 6 bulan. Inilah yang terjadi pada almamaterku tercinta. Entah dengan dasar apa pimpinan fakultas melakukan itu tapi saya menganggap ini suatu kebodohan yang paling fatal. Ancaman yang diberikan kepada mahasiswa baru dan mahasiswa lama oleh pimpinan fakultas betul-betul merusak minat mahasiswa untuk berlembaga, mengembangkan behavioral competency yang mereka miliki, sungguh memalukan. Tidak jarang di antara dosen atau pimpinan fakultas mengatakan “kalian tidak usah ikut-ikut kegiatan mahasiswa kalian kuliah saja kalo tidak mau kena skorsing”. Bagi orang tua mahasiswa (i) yang membaca opini saya ini, mohon jangan hanya melihat lembaga mahasiswa hanya dari sisi negatifnya yang mungkin bukan lembaganya yang tidak benar tapi pelaku organisasinya yang perlu diluruskan. Saya meyakini masih banyak hal-hal positif yang bisa didapatkan dari kegiatan berorganisasi di lembaga kemahasiswaan dan akan menjadi modal adik-adik mahasiswa di dalam menjalani kehidupan di dunia kerja, dunia profesional dan dunia industri.

Channel 09 Redaktur Pelaksana

Sebagai alumni saya merasa perlu untuk menyampaikan ini kepada para pengambil kebijakan di kampus termasuk dosen & pimpinan fakultas dan juga para orang tua mahasiswa (i) di rumah bahwa kualitas generasi penerus bangsa sangat bergantung pada bentuk-bentuk perlakuan kita kepada mereka, mengayomi dan memberikan mereka contoh yang baik termasuk memberikan mereka kesempatan di dalam mengembangkan technical dan behavioral competency supaya mereka bisa mencapai cita-cita dan mengejar masa depan mereka kelak. Ketika pimpinan Fakultas  Tercinta belum membuka diri menerima masukan dari alumni melalui wadah ikatan alumni  maka tidak akan pernah muncul win-win solution antara mahasiswa dan pimpinan fakultas yang pada akhirnya membuat iklim akademik dan berlembaga tidak akan pernah kondusif dan harmonis. Begitu pun kualitas mahasiswa baru yang dikader melalui UKM olahraga, seni dan lomba ‘tali-temali’ tadi tidak akan lebih bagus dari generasi-generasi sebelumnya.  Saya meyakini dan memahami bahwa yang dilakukan oleh pimpunan fakultas  pada mahasiswa baru saat ini adalah metode ‘trial & error’. Hasilnya? Yakin dan percaya, waktu yang akan membuktikan kelak.