Monthly Archives: May 2014

Kembali Menjadi Pemateri Cost Planning pada Kursus Pembinaan Profesi Persatuan Insinyur Indonesia, 21 May 2014

Kursus Pembinaan Profesi Persatuan Insinyur Indonesia (KPP PII) yang diadakan pada Hari Selasa, Rabu dan Kamis bertepatan 20, 21 dan 22 Mei 2014 di Menara Kadin Kuningan kembali memberi pengalaman bermakna khususnya buat diriku. Hari Selasa seharian penuh saya diberi amanah menjadi moderator dan pada hari kedua diminta menjadi pemateri menggantikan salah satu pemateri senior untuk topik Cost Planning pada Proyek-Proyek Konstruksi.

Front viewSejujurnya materi Cost Planning ini cukup berat untuk disajikan karena bidang cost engineering ini adalah salah satu disiplin ilmu engineering yang spesifik dan tidak banyak yang bergelut di bidang ini. Pemateri yang sekiranya direncanakan mengisi materi ini berhalangan hadir karena ada acara keluar kota dan beberapa hari sebelumnya pihak panitia KPP tidak mendapatkan pemateri pengganti. Pucuk di cinta ulam pun tiba mereka akhirnya meminta saya untuk menyajikan materi ini karena dianggap bisa menggantikan pemateri senior PII dan melihat latar belakang saya sebagai manajer proyek di beberapa proyek besar minyak dan gas yang tentunya ada aspek biaya yang sudah menjadi sarapan sehari-hari saya di proyek.

Definisi Cost Engineering menurut AACE ( American Asociation of Cost Engineer ) adalah “suatu bidang engineering, yang meliputi penerapan prinsip-prinsip ilmiah dan teknik, dengan menggunakan pengalaman dan pertimbangan engineering dalam masalah estimasi biaya, pengendalian biaya dan ekonomi teknik“

Q&A SessionPada saat cost engineering belum berkembang perhitungan biaya konstruksi selalu mengalami penyimpangan yang cukup besar, salah satu contoh adalah pembangunan torowongan “Great Bore“ di Massachussets pada kurun waktu Tahun 1851 – 1875. Penggunaan peralatan terowongan yang pertama kali dibuat oleh John Wilson ( thn 1856). Rencana biaya awalnya sebesar USD 3,88 juta, realisasinya membengkak menjadi USD 17,30 juta. Merespon semua kondisi yang terjadi pada perencanaan dan pelaksanaan proyek maka dibentuklah Asosiasi Cost Engineer th.1956 di USA, dengan nama “the American Association of Cost Engineer – AACE”.

Salah satu kunci di dalam menghasilkan proyek yang sukses baik dari segi biaya maupun schedule adalah dengan melakukan proses yang dinamakan pre-project planning. Pre-project planning adalah suatu proses yang dilakukan oleh project owner dimulai dari pre-FS, pre-FEED, sebelum melakukan proses FEED dan EPC. Ketika pre-project planning ini dilakukan dengan benar sesuai dengan data statistik dari CII hasilnya adalah biaya proyek bisa kurang 4% dari budget dan schedule pekerjaan bisa lebih cepat 13% dari schedule awal.

Sides View FarPeserta KPP PII kali ini berjumlah 30 calon Insinyur berasal dari beberapa perusahaan nasional dan multinasional seperti McConnel Dowell,  Holcim, Krakatau Engineering dan lainnya. Mereka sangat antusias dengan materi Cost Planning ini karena di awal materi Pembicara sudah memberikan pesan positif kepada peserta untuk bisa memahami cost engineering ini dan apabila perlu menguasai bidang ilmu ini dan kemudian tersertifikasi sebagai Certified Cost Engineer (CCE).

Ini adalah kali ketiga saya membawakan materi Cost Planning setelah diundang oleh Pengurus PII Cabang Makassar di Tahun 2011 dan 2012 lalu. Saya tidak merasa canggung lagi membawakan materi karena apa yang diajarkan di kuliah ini juga saya selalu aplikasikan di dalam keseharian saya sebagai salah seorang Project Manager di sebuah perusahaan Engineering dan EPC Contractor yang berkantor pusat di Negeri Paman Sam yang jauh di sana.

 

Diundang PLN Unit Manajemen Konstruksi V Indonesia Timur Memberikan Kuliah LNG Project Management (8 Mei 2014)

Untuk kesekian kalinya, memenuhi undangan dari berbagai instansi negara maupun swasta dalam rangka knowledge sharing session tentang Teknologi LNG dan Manajemen Proyek EPC Minyak dan Gas. Peserta yang dihadiri oleh kurang lebih 40 professional dari unit 5 Manajemen Konstruksi yang bertanggung jawab terhadap wilayah Indonesia Timur meliputi Sulawesi, Maluku dan Papua.

Undangan ini diinisiasi oleh teman kuliah di Unhas, Bapak Ir. Sunandar Usman yang sekarang menjabat sebagai Asisten Manager Manajemen Konstruksi Unit 5 (UMK5) memberikan kesempatan selama 2 jam buat saya memperkenalkan teknologi paten LNG milik Black & Veatch, PRICO Single Mixed Refrigerant (SMR) Technology dan sekaligus memberikan pemaparan tentang strategi eksekusi model kontrak Engineering, Procurement and Construction (EPC) untuk proyek-proyek Oil & Gas di Indonesia maupun di dunia.

PLN1 PLN

 

 

Presentase saya ini sangat relevan dengan PLN di dalam usahanya mengurangi subsidi BBM pada pembangkit listrik mereka melalui program Mini LNG Projects Business Schemes di mana mereka menawarkan 2 skenario yaitu: Skenario pertama; PLN membeli gas di sisi sumur (hulu) dan kemudian bersama-sama dengan mitra bisnisnya membangun LNG plant, LNG transportation, LNG regasification facility dan infrastruktur pendukung lainnya memastikan gas terkirim ke pembangkit-pembangkit listrik mereka. Skenario kedua; PLN membeli dan menerima gas dari plant gate (sisi pembangkit listrik) yang artinya gas developer dan mitranya yang akan membangun LNG plant, LNG transportation, LNG regasification facility dan infrastruktur pendukung lainnya.

PLN2

 

Studi kasus yang saya angkat pada sesi kali ini adalah proyek EXMAR FLSRU – Floating, Liquefaction, Storaging, and Regasification Unit yang sementara ini dikonstruksi di Nantong Cina, Wison fabrication yard. Proyek ini melalui beberapa tahapan pengembangan dimulai dari Pre-FEED, FEED dan EPC stage. EXMAR project saat ini onschedule dan akan mulai beroperasi pada kuarter pertama Tahun 2015 dan sekaligus menjadi the World First Floating LNG Production Unit di dunia.

Saya memberikan sedikit banyak penjelasan mengapa proyek-proyek Oil & Gas mengharuskan melakukan FEED stage sebelum lanjut ke EPC. Menurut AACE INT. RP #18R-97 tentang estimate classification, fase Class 3 yang biasa disebut FEL-3 Phase atau FEED, output dari fase ini akan menghasilkan estimasi -10% to 20% (typical B&V estimate: +/- 10-15%). Mengapa bisa demikian akuratnya? Karena pada fase FEED project definition sudah lebih jelas sampai pada level 40% clarity, deliverables FEED itu sendiri antara lain: Block Flow Diagram (BFD), Plot Plans, Process Flow Diagram (PFD), Utility Flow Diagram (UFDs), Piping & Instrument Diagrams (P&IDs), Heat & Material Balances, Process Equipment List, Utility Equipment List, Electrical One-Line Drwawings, Specifications & Datasheets dan termasuk Equipment Arrangement Drawings. Output atau deliverables ini memberikan informasi yang mumpuni untuk mendevelop estimasi akurasi +/- 10 to 15% dan memberikan kenyamanan yang lebih luas bagi client untuk melakukan Final Investment Decision (FID) dan moving to EPC stage.

PLN3Diskusi mengenai manajemen proyek yang dijalankan teman-teman PLN UMK. Mereka bertanggung jawab melakukan supervisi di lapangan selama fase konstruksi dan melakukan program quality control sampai pada commissioning dan startup. Ada beberapa proyek yang dikerjakan EPC contractor dari China dan permasalahan yang dihadapi kerap kali adalah kontraktor China ini tidak melakukan pekerjaan sesuai dengan standar dan spesifikasi internasional seperti ASME, ANSI, NEMA, IEC dan lainnya. Kebanyakan material dan equipment yang disupply juga di bawah standard internasional. Lessons learnt yang bisa dipetik adalah memastikan kontrak antara PLN dan kontraktornya memasukkan code, spesifikasi dan standard termasuk material dan equipment yang disupply dan juga bagaimana mereka melakukan pekerjaan konstruksi. Sebaiknya pada saat melakukan evaluasi penentuan pemenang, tidak hanya melihat harga termurah tetapi lebih fokus pada penilaian teknis sehingga kontraktor yang terpilih bisa menghasilkan kualitas pekerjaan sesuai dengan yang ditargetkan oleh PLN.

PLN4

 

Bahan pembelajaran buat semuanya adalah  proyek adalah suatu investasi jangka panjang, jangan hanya terfokus pada sisi capital expenditure saja tapi juga harus melihat berapa lama ekspektasi ROI, payback period dan IRRnya. Mungkin CAPEXnya agak tinggi tetapi Operational  Expenditurenya (OPEX) jauh lebih murah karena kehandalan equipment dan material yang terpasang sehingga memungkinkan sistem pembangkit listrik bisa beroperasi sepanjang tahun tanpa mengalami down time yang signifikan. Gas turbine dari GE atau Siemens mungkin bisa lebih mahal dari gas turbine merek lain karena merek seperti ini bisa beroperasi sampai 345 hari per tahun dibandingkan gas turbine yang sering sesak nafas dan batuk-batuk dan beroperasi kurang dari 250 hari per tahun. Sekarang mana yang lebih cepat periode pengembaliannya? Proforma economic analysis akan menjadi referensi untuk memilih system yang lebih robust dan reliable.

Dua jam berlalu dan tibalah saatnya mengakhiri tanya jawab dan presentase ini, Pak Rachman Tinri sebagai host dari knowledge sharing session kali ini menutup sesi ini diikuti oleh tepuk tangan dari para peserta.

 

 

Menjadi Pembicara, Panelis, Chairperson dan Moderator di LNG Asia Summit 2014 (24 & 25 April 2014)

Oleh: Habibie Razak, P. Eng – Project Manager & Seller Doer, Oil & Gas, Black & Veatch International Company

LNG Asia Summit 2014 kali ini diadakan di Swiss Belhotel Jl. Kartini Mangga Besar menyisakan kenangan yang tak pernah terlupakan di mana pada event ini saya diutus sebagai pembicara dan panelist diskusi oleh perusahaan saya dan sekaligus diminta menjadi Chairperson pada sesi pagi hari pertama dan menjadi moderator pada diskusi panel sesi pagi juga di hari pertama. Undangan menjadi chairperson dan moderator datang tak disangka-sangka minus satu hari H dari conference organizer meminta kesiapan saya hari esok. Apa daya saya memang orangnya suka menerima tantangan, ya sudahlah saya terima undangan itu dan melaksanakannya keesokan harinya.

???????????????????????????????

 

Acara ini berlangsung selama satu setengah hari di mana pada hari pertama lebih mengfokuskan kepada beberapa topik antara lain: Indonesian LNG Industry Outlook pada sesi pagi dan pada siang hari dilanjutkan dengan topik FSRU & FLNG Development in Asia. Pada sesi FLNG development saya mempresentasekan kapabilitas Black & Veatch dan aliansinya di dalam suatu tema: FLNG: Meeting the Domestic Demand in Indonesia’s Archipelago. Presentase berlangsung selama 25 menit dan diikuti babakan tanya jawab. Pembicara hari pertama menampilkan Nusantara Regas, PLN, Galway Group dan beberapa perusahaan terkemuka lainnya.

Sedikit berbicara tentang FLNG berikut beberapa kutipan dari slides deck saya:

  • Floating LNG monetizing stranded offshore reserves
  • Floating LNG applications – Export onshore pipeline gas
  • Near-shore or dock side application
  • Protected waters – benign (met ocean conditions)
  • Moored at jetty / wharf or sea-island
  • Small to mid-scale LNG supply volumes – 0.5 – 2+ MMTPA
  • Move away from traditional onshore plants

Why do we need to move floating LNG production unit?

  • Fit for small to mid scale  production plants
  • Less complex
  • Low capital and operating costs
  • Faster schedule

SELECTION OF LIQUEFACTION TECHNOLOGY FOR OFFSHORE APPLICATION

  • Most important criteria – minimize the footprint
  • Simple to operate
  • Efficiency
  • Mitigating vessel motion – marinization
  • Flexibility to expand – scalability
  • Flexibility to changes in Feed gas
  • Turndown and rapid startup

Based on the above selection criterias, Black & Veatch PRICO SMR LNG Process  is the only one patented technology which met all requirements for offshore applications

???????????????????????????????????????

 

 

Hari kedua lebih fokus pada LNG Shipping & Transport and Current LNG Market Trends from Legal Perspective. Pembicara hari kedua menampilkan beberapa perusahaan transportasi LNG seperti PT Humpuss Intermoda, Mann Teknik AB dan beberapa perwakilan perusahaan lokal dan internasional lainnya.

Konferensi seperti ini tidak hanya melahirkan wawasan dan pengetahuan baru tentang dunia LNG secara umum tapi juga sebagai wadah untuk networking di antara pada pelaku bisnis LNG dimulai dari pemerintah, pengusaha dan investor untuk pembangunan liquefaction process, regasification, transportation and distribution sampai pada end user. Tak ketinggalan Black & Veatch sebagai LNG industry pioneer yang telah bermain di ranah ini selama 50+ tahun dengan lebih dari 50 proyek LNG di seluruh dunia menggunakan teknologi patent PRICO LNG process membuat posisi Black & Veatch tak terkalahkan dari engineering & EPC contractor lainnya di dunia. B&V lebih fokus dan terdepan untuk small to mid scale LNG development, tak terkalahkan.

???????????????????????????????

 

 

Kesimpulan akhir dari slides deck presentation saya antara lain adalah:

????????

  • Barge LNG moving forward – The world’s first FLNG will be LNG barge (PRE-EXMAR FLRSU – Q1 2015)
  • Cost effective and shorter schedule;
  • Bankability
  • Integrated WISON-Black & Veatch solution – Simple process and simple barge
  • Barge LNG proving to be good option for small to midscale facility

Saya merasa bangga dengan pencapaian yang saya miliki selama ini masih terus diberi kesempatan mewakili perusahaan di dalam mempromosikan B&V LNG qualification and experiences. Menjadi pembicara dari Indonesia bersanding dengan pembicara internasional yang sudah malang melintang di bisnis ini. Maju terus Habibie Razak menjadi pioneer LNG business di Indonesia dan Asia Tenggara.