Kunjungan kerja Pimpinan Pusat Persatuan Insinyur Indonesia ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral disambut hangat Menteri ESDM, Sudirman Said didampingi oleh Staff khusus M. Said Didu. PII Pusat di bawah kepemimpinan Dr. Hermanto Dardak Ketua Umum PII mengawali diskusi interaktif ini dengan memberikan update implementasi UU No. 11 tentang Keinsinyuran. Beliau menyampaikan tujuan UU ini adalah untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat hubungannya dengan produk-produk keinsinyuran yang dikeluarkan oleh Insinyur Indonesia. Insinyur yang dimaksud adalah Insinyur yang teregistrasi yang bertanggung jawab terhadap produk keinsinyuran tadi. Beliau menambahkan, dengan adanya UU No. 11/2014 ini para Insinyur Indonesia juga akan mendapatkan perlindungan sekaligus dorongan untuk lebih maju dan berkembang dengan menciptakan iklim inovasi dan berdaya saing.
Sudirman Said menambahkan bahwa Persatuan Insinyur Indonesia (PII) adalah salah satu organisasi profesi sama halnya dengan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yang saat ini Beliau adalah Penasehat IAI diharapkan bisa lebih proaktif di dalam memberikan input kepada Pemerintah guna membantu percepatan Pembangunan Nasional Indonesia dan lebih khusus kepada sektor energi yang Beliau bawahi saat ini. Menteri ESDM mengingatkan lagi bahwa ada tiga (3) pilar penentu kesuksesan suatu bangsa antara lain: (1) Pemerintahan yang bersih dan profesional (2) Dunia usaha yang sehat dan (3) Civil society yang sehat, di mana organisasi profesi seperti PII bermain sebagai bagian dari civil society ini pemberikan pemikiran-pemikiran mutakhir kepada pemerintah dan iklim usaha sekaligus memberikan contoh yang baik bagaimana semestinya bersikap dan bertindak professional di semua lini kehidupan berbangsa dan bernegara. PII sebagaimana organisasi profesi lainnya memilih wakil ketua umum adalah praktek berorganisasi yang sehat dan edukatif dan begitu pun dengan mekanisme pemilihan secara demokratis. PII layaknya organisasi profesi lainnya menggalakkan program training dan sertifikasi dalam rangka mencerdaskan para anggotanya.
Studi McKenzie Tahun 2012 menyebutkan bahwa Indonesia akan menjadi negara maju di Tahun 2030 dan menurut Sudirman Said itu bisa terjadi apabila Indonesia sebagai bangsa memiliki syarat-syarat utama antara lain: (1) National leadership di semua layer harus kuat dan skills set yang dibangun haruslah benar dan tepat (2) Porsi real developer harus lebih banyak karena merekalah yang menjadi pelaku utama pada proyek-proyek fisik insfrastruktur dan (3) Reformasi birokrasi.
Kesempatan diskusi kali ini, Heru Dewanto, Waketum PII, memberikan gambaran tentang perkembangan program 35 Ribu Megawatt saat ini. Untuk bisa mencapai target, proyek-proyek yang terkait program ini tidak bisa lagi dilakukan dengan cara, struktur dan resources yang sama. Pemerintah diharapkan mampu keluar dengan maneuver yang jauh lebih agresif lagi, apabila memang target kesuksesan bahwa pembangkit listrik tadi harus beroperasi di kurun pemerintahaan Jokowi saat ini. Sebutlah, Coal Fired Power Plant dengan kapasitas 1000 MW fase EPC bisa dikerjakan selama kurang lebih 4 tahun, apabila konstruksinya tidak dimulai secepatnya tahun ini sepertinya hampir dipastikan tidak akan selesai sesuai rencana. Heru menambahkan, momen program 35 Ribu MW ini bukan hanya sekedar menyelesaikan proyek-proyek yang terkait program ini tapi juga merupakan momen penting untuk membangun kapasitas nasional seperti peningkatan industri manufaktur, sumber daya manusia, kapabilitas IPP dan juga membangun kapasitas perusahaan EPC Indonesia.
Pakar Gas Indonesia, Qoyum Tjandranegara, menyampaikan pandangannya tentang hilirisasi gas untuk peningkatan kapasitas industri dan dipergunakan semaksimalnya untuk kepentingan masyarakat Indonesia. Gas alam yang diambil dari perut bumi diharapkan lebih banyak digunakan di dalam negeri ketimbang diekspor ke luar negeri. Banyak perusahaan multinasional di luar negeri seperti Gas de France (saat ini ENGIE) tidak banyak memiliki bisnis di hulu tapi mereka sangat kuat di industri hilir. Ini menandakan bahwa industri hilir bisa memberikan nilai tambah buat perusahaan dan juga perekonomian nasional.
Bambang Praptono, pakar ketenagalistrikan, menyatakan bahwa tingkat keberhasilan proyek IPP di Indonesia saat ini hanya mencapai 25 persen, dalam artian bahwa dari semua perusahaan IPP yang mendapatkan PPA hanya sekitar 25 persen saja yang berhasil menyelesaikan hingga pembangkitnya beroperasi. Beliau menambahkan bahwa PLN sebagai pemilik proyek tidak hanya fokus pada penyelesaian pembangkit tapi juga proyek-proyek transmisi harus terselesaikan untuk menghindari penalty oleh perusahaan IPP.
Hal serupa disampaikan Djoko Winarno, pakar ketenagalistrikan EBTKE bahwa penentuan feed-in tariff untuk renewable project harus melibatkan para stakeholders seperti Pemerintah, Swasta dan PLN sehingga apa pun keputusannya harus dilaksanakan secara konsekuen. Proyek energi terbarukan ini sudah 15 tahun berjalan sejak dicanangkannya oleh pemerintah dan diharapkan bisa lebih dimaksimalkan lagi ke depannya.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Manajemen Proyek, Infrastruktur Minyak dan Gas, Ditjen Migas, Pudjo Suwarno melaporkan bahwa Direktorat Minyak dan Gas saat ini dalam tahap finalisasi Rencana Strategi Distribusi Gas seluruh Indonesia. Seluruh perusahaan BUMN terkait seperti PERTAMINA, PGN dan PLN memberikan input kebutuhan gas untuk bisnis mereka sehingga LNG supply, LNG Receiving Terminal dan pipanisasi gas bisa diproyeksikan lebih dini. Beliau mengusulkan agar ke depan proyek terkait infrastruktur gas ditenderkan langsung oleh Pemerintah sehingga semua stakeholder yang berkepentingan bisa terwadahi dan terakomodasi.
Di akhir diskusi yang berlangsung lebih dari 60 menit oleh Dr. Said Didu, staff khusus Menteri ESDM bahwa saat ini Pemerintah sementara dihadapkan pada pembahasan revisi UU Migas, UU Minerba dan upaya restrukturisasi perusahaan BUMN. Persatuan Insinyur Indonesia (PII) oleh Beliau diusulkan untuk melakukan diskusi rutin dengan pihak kementerian ESDM dan keluar dengan feedback atau pun rekomendasi terkait energi yang disampaikan minimal sekali dalam tiga bulan.
Diskusi interaktif ini juga dihadiri oleh Rudianto Handojo, Direktur Eksekutif PII, Tri Wahyu Widodo, Ketua Komite Hubungan Masyarakat dan Habibie Razak, Sekretaris Bidang Distribusi Gas PII. Sesi diskusi ditutup dengan foto bersama Menteri ESDM, Sudirman Said.