Quo Vadis Lembaga Kemahasiswaan FT-UH? Dan Bagaimana Eksistensi Perannya di dalam Melahirkan Generasi Berkualitas Masa Depan Bangsa

Oleh:

Habibie Razak – Praktisi Mining, Power, Oil & Gas 

Wakil Ketua Bidang Energi dan Kelistrikan Persatuan Insinyur Indonesia Pusat Periode 2012/2015

Pernah menjabat sebagai Ketua I Himpunan Mahasiswa Sipil FT-UH Periode 2001/2002, Cooperative Program Student (COOPS) Inco – Unhas Angkatan IV

Habibie _Bibie_ Razak

 

Kita sama-sama sepakat bahwa ada tiga pelaku utama dalam suatu perguruan tinggi, mahasiswa, alumni dan dosen yang pada dasarnya adalah berasal dari sumber yang sama yaitu sama-sama pernah menjadi mahasiswa. Begitu pun dosen mereka juga alumni walaupun mereka memutuskan untuk mengabdi menjadi dosen. Lantas bagaimana dengan alumni? Alumni banyak yang terjun ke berbagai bidang setelah mereka sarjana yang pada dasarnya kita bisa bagi menjadi 3 peran yaitu profesional atau spesialis, pengusaha dan tenaga pendidik (guru maupun dosen).

Tulisan ini akan sedikit memberikan gambaran bagaimana seharusnya hubungan antara mahasiswa, alumni dan dosen dan bagaimana peranan mereka di dalam membangun lembaga kemahasiswaan. Ketika saya ditanya, bagaimana seharusnya hubungan ketiganya (mahasiswa, dosen dan alumni)? Ya, seharusnya hubungan mereka baik-baik saja lah. Lanjut cerita, saya adalah alumni suatu perguruan tinggi negeri di bagian timur Indonesia yang dikenal dengan julukan ‘Ayam Jantan dari Timur’ dan menyelesaikan studi di Fakultas yang sering dijuluki atau kadang menjuluki diri sendiri sebagai ‘We are the Champion’. Namun, kalo berbicara sejujurnya, saya pun lebih banyak bergaul dengan profesional, praktisi dan pendidik di luar alumni dan almamater saya. Bahkan mereka dari alumni lain dan perguruan tinggi lainnya lebih mengenal saya ketimbang alumni dan perguruan tinggi sendiri. Bahkan mereka lebih akrab dan lebih dekat dengan saya dibanding kedekatan dengan alumni sendiri. Saya pernah dihubungi seorang Professor ternama di suatu perguruan tinggi terbaik di Indonesia untuk menjadi sponsor penerbitan buku agenda perguruan tinggi tersebut, saya juga pernah dimasukkan di Milist group alumni lain oleh seorang senior alumni mereka, saya juga sering diundang menjadi pembicara untuk workshop dan seminar energi dan kelistrikan oleh alumni dan perguruan tinggi lainnya. Makna yang saya bisa tangkap dari pengalaman saya ini, bahwa mereka lebih inklusif terhadap alumni lain, lebih open minded dari professional-professional yang walaupun mereka tidak satu almamater.

Bagaimana hubungan mahasiswa, alumni dan dosen di almamater saya? Sangat buruk, kalo diratingkan dari 0 – 10 saya bisa memberi nilai 2 atau 3 saja. Ini mungkin sangat subyektif tapi seperti inilah yang saya rasakan. Mahasiswa dan dosen termasuk pengelola fakultas beberapa tahun terakhir ini tidak pernah langgeng, bahkan ikatan alumni fakultas yang seharusnya menyatukan ketiga komponen nanti belum dianggap sebagai wadah ikatan alumni yang sesungguhnya. Ini terbukti ketika beberapa alumni yang coba memberikan input untuk kemajuan kampus termasuk pengembangan mahasiswa hanya dicap sebagai provokator dan dianggap kontraproduktif terhadap program-program yang dicanangkan pimpinan fakultas. Kondisi ini sangat berbanding terbalik ketika para pimpinan universitas dan fakultas seharusnya mengajak alumni untuk masuk dan berperan serta di dalam memajukan sistem pendidikan tinggi, memantapkan kurikulum yang ada, berkontribusi di dalam memberikan pemahaman dunia kerja kepada mahasiswa junior maupun senior melalui program kuliah tamu, workshop, seminar dan kegiatan ilmiah lainnya. Bukan hanya itu, dosen dan alumni profesional dan praktisi pun belum sepenuhnya saling bertukar pikiran satu sama lain, satu pihak mengerti teorinya secara mendalam dan satunya lagi memiliki pengalaman yang empirik yang sudah berbasis aplikasi industri. Sayang sekali ini tidak terjadi dan heran juga mengapa ini tidak terjadi sampai sekarang? 

Mahasiswa adalah generasi penerus bangsa dan seharusnya mereka dibekali kompetensi menyambut dunia kerja setelah mereka sarjana nanti. Kompetensi yang saya pahami perlu mahasiswa dapatkan selama mereka beraktifitas di kampus adalah kompetensi teknis dan kompetensi perilaku (behavioral competency) .sering disebut sebagai soft skill. Kompetensi pertama, disebut sebagai kompetensi teknis ini sangat memungkinkan mahasiswa peroleh dari bangku perkuliahan dan juga dari kerja praktek  (KP) dan kuliah kerja nyata (KKN) namun kembali lagi peranan alumni di dalam memberikan masukan-masukan tentang technical competency di industri sangatlah penting. Berdasarkan pengalaman saya, ilmu dasar bisa didapatkan dari kampus seperti ilmu termodinamika, konversi energi, struktur beton, struktur baja, arus lemah, arus kuat dan seterusnya namun aplikasi dan terapannya alumni-alumni profesional di bidangnya sejujurnya jauh lebih paham dan mengerti dan lebih gamblang menjelaskannya kepada mahasiswa. Kompetensi kedua, adalah behavioral competency  di mana calon sarjana dituntut mampu bekerja sama dalam suatu tim kerja, mampu memimpin dan tidak pernah susah untuk dipimpin, mampu menyelesaikan masalah (problem solver), berpikir kreatif dan mengambil suatu keputusan dengan cepat, mampu meng-influence others, achievement motivation, commitment to continuous learning, dan seterusnya.

Kompetensi kedua yang saya sebutkan ini tidak akan pernah kita dapatkan di bangku perkuliahan hanya dengan melalui proses belajar mengajar tatap muka di kelas, sebaliknya, di sinilah peranan lembaga kemahasiswaan di dalam mengasah behaviors (soft skills) dari pelaku organisasi sehingga ketika mereka terjun ke dunia kerja mereka tidak canggung lagi untuk berinteraksi, berkomunikasi, bekerja sama dan memimpin suatu tim kerja. Di lembaga kemahasiswaan, untuk bisa mengembangkan kompetensi ini mahasiswa diberikan tugas dan tanggung jawab di dalam membuat berbagai kegiatan seperti seminar, workshop, sarasehan, kursus dan training, pembinaan mahasiswa baru dan kegiatan positif lainnya. Melalui kegiatan-kegiatan yang saya sebutkan mereka diberi target seperti waktu pelaksanaan kegiatan, jumlah dana yang dibutuhkan, bentuk acara dan pesertanya, pembicara-pembicara yang akan hadir, pengaturan logistik dan lain sebagainya. Untuk bisa melakukan kegiatan yang dimaksud mereka membentuk kepanitiaan yang terdiri dari unsur ketua, sekretaris, bendahara sampai pada koordinator masing-masing divisi dan anggotanya.  Melalui kegiatan inilah mahasiswa-mahasiswa aktifis organisasi menjadi jauh lebih terampil, lebih teruji, dan lebih berdedikasi terhadap tugas dan tanggung jawab yang diamanahkan organisasi kepadanya sehingga secara langsung dapat mereka rasakan ketika mereka bekerja nantinya di suatu perusahaan (organisasi profit) mereka akan lebih mudah beradaptasi dan tentunya jauh lebih mature dalam posisinya sebagai karyawan perusahaan mulai dari posisinya sebagai assistant engineer, engineer, senior engineer, project engineer, project manager, project director, bahkan sampai pada posisi vice president and president director. Apakah ada metode lain untuk mengembangkan soft skill (behaviors) ini? Bagaimana dengan kegiatan-kegiatan seperti UKM olahraga dan tari atau lomba tali-temali? Apakah ini bisa dijadikan ajang pengembangan diri? Kalo ini sih saya tidak perlu banyak berpikir seperti memikirkan isi proposal kegiatan saya, membentuk tim kerja yang solid, mencari pembicara, mencari peserta dan mencari dana untuk kegiatan olahraga, seni dan lomba tali-temali yang dimaksud, saya tidak perlu memutar otak saya untuk memikirkan konsep acara yang menarik dan saya tidak perlu memiliki semangat keep on fighting till the end karena tantangannya sangat minim ha ha ha….Saya rasa lebih sulit membuat seminar transportasi, seminar pembangkit listrik geothermal atau pun seminar high rise building

HMS FT-UH Ketua I

Anggapan yang menyatakan bahwa mahasiswa itu tidak perlu lagi berorganisasi atau berlembaga adalah salah besar. Bahkan mahasiswa yang ikhlas dan sadar mendaftarkan diri pada lembaga kemahasiswaan diberi sanksi skorsing tidak mengikuti perkuliahan selama 6 bulan. Inilah yang terjadi pada almamaterku tercinta. Entah dengan dasar apa pimpinan fakultas melakukan itu tapi saya menganggap ini suatu kebodohan yang paling fatal. Ancaman yang diberikan kepada mahasiswa baru dan mahasiswa lama oleh pimpinan fakultas betul-betul merusak minat mahasiswa untuk berlembaga, mengembangkan behavioral competency yang mereka miliki, sungguh memalukan. Tidak jarang di antara dosen atau pimpinan fakultas mengatakan “kalian tidak usah ikut-ikut kegiatan mahasiswa kalian kuliah saja kalo tidak mau kena skorsing”. Bagi orang tua mahasiswa (i) yang membaca opini saya ini, mohon jangan hanya melihat lembaga mahasiswa hanya dari sisi negatifnya yang mungkin bukan lembaganya yang tidak benar tapi pelaku organisasinya yang perlu diluruskan. Saya meyakini masih banyak hal-hal positif yang bisa didapatkan dari kegiatan berorganisasi di lembaga kemahasiswaan dan akan menjadi modal adik-adik mahasiswa di dalam menjalani kehidupan di dunia kerja, dunia profesional dan dunia industri.

Channel 09 Redaktur Pelaksana

Sebagai alumni saya merasa perlu untuk menyampaikan ini kepada para pengambil kebijakan di kampus termasuk dosen & pimpinan fakultas dan juga para orang tua mahasiswa (i) di rumah bahwa kualitas generasi penerus bangsa sangat bergantung pada bentuk-bentuk perlakuan kita kepada mereka, mengayomi dan memberikan mereka contoh yang baik termasuk memberikan mereka kesempatan di dalam mengembangkan technical dan behavioral competency supaya mereka bisa mencapai cita-cita dan mengejar masa depan mereka kelak. Ketika pimpinan Fakultas  Tercinta belum membuka diri menerima masukan dari alumni melalui wadah ikatan alumni  maka tidak akan pernah muncul win-win solution antara mahasiswa dan pimpinan fakultas yang pada akhirnya membuat iklim akademik dan berlembaga tidak akan pernah kondusif dan harmonis. Begitu pun kualitas mahasiswa baru yang dikader melalui UKM olahraga, seni dan lomba ‘tali-temali’ tadi tidak akan lebih bagus dari generasi-generasi sebelumnya.  Saya meyakini dan memahami bahwa yang dilakukan oleh pimpunan fakultas  pada mahasiswa baru saat ini adalah metode ‘trial & error’. Hasilnya? Yakin dan percaya, waktu yang akan membuktikan kelak.

6 thoughts on “Quo Vadis Lembaga Kemahasiswaan FT-UH? Dan Bagaimana Eksistensi Perannya di dalam Melahirkan Generasi Berkualitas Masa Depan Bangsa

  1. habibierazak Post author

    Dinda Adhit,
    Setuju. Karena mereka tidak pernah berpikir komprehensif ketika melihat suatu permasalahan makanya mereka tidak akan pernah memahami apa yang lembaga mahasiswa lakukan. Mereka hanya bisa langsung mencontek apa yang dilakukan di luar negeri sedangkan mereka sendiri tidak memahami mengapa misalnya kampus-kampus di luar negeri melakukan itu. Mereka tidak pernah melihat substansi permasalahan secara universal, holistik dan komprehensif.
    Sekolah di luar negeri bukanlah sesuatu yang luar biasa dinda, kalian semua kalo tammat di lembaga mahasiswa bisa sampai mengambil 3x S2 dan S3 apabila betul-betul memahami esensi berorganisasi dan sungguh-sungguh mengembangkan potensi yang kalian miliki.

    Jaman saya dulu, masih ada Almarhum Dr. Kasim Pateha, seorang PhD Perancis tapi Beliau paham tidak bisa sepenuhnya menerapkan metode Perancis di dalam perkuliahan dan kegiatan di kampus karena Beliau sadar Unhas tidak berada di Perancis tapi berada di Makassar. Ada value dan culture yang kita miliki yang semestinya kita pegang teguh dan mendifferentiate kita dengan mereka-mereka di luar negeri bahkan Perguruan Tinggi di Jawa.

    Salam Perjuangan,
    Habibie

    Reply
  2. Tian

    Selama masih ada semangat KOFTTE dalam diri kita, niscaya keajaiban pasti terjadi. Solidaritas, loyalitas, dan senioritas adalah nyata ketika para antek bisa melangkah bersama untuk menghadapi kenyataan. Tak peduli apakah itu fakultas, pemerintah, atau bahkan organisasi kemahasiswaan wajib kita lawan (luruskan) saat hak – hak mahasiswa dicabut dan dikekang. Bersikap keras adalah satu tindakan bijak saat aspirasi kami tak dihiraukan. Asalkan para mahasiswa kritis bisa tetap bersatu, perubahan sekecil apapun pasti bisa terjadi.

    Reply
    1. habibierazak Post author

      Setuju Chris,
      Tetaplah bersuara untuk kebenaran dan kalian berjuang bukan untuk kepentingan individu melainkan kepentingan seluruh mahasiswa untuk cita2 yang murni, sebagai generasi penerus masa depan bangsa. Salam perjuangan.

      Reply
  3. KendaBTalyor

    Excellent post. Keep posting such kind of information on your blog.
    Im really impressed by your blog.
    Hi there, You have done a fantastic job. I will certainly digg it and
    individually recommend to my friends. I’m sure they will be benefited from this website.

    Reply
  4. Iwan

    kegiatan event organisasi mahasiswa hanya mewadahi aktivis yang memang dari sono nya punya bakat leadership. Tidak semua mahasiswa punya gen leadership.
    Contoh gamblangnya tidak semua lulusan Akabri akan beruntung menjadi Panglima TNI.
    You know what I meant

    Reply
    1. habibierazak Post author

      Setuju Pak asalkan lembaga mahasiswa tidak dibatasi di dalam mengembangkan bakat kepemimpinan para pengurusnya. Salam.

      Reply

Leave a Reply to Tian Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Time limit is exhausted. Please reload CAPTCHA.