Focus Group Discussion “Rintangan Bauran Energi Nasional 2025”, 8 Februari 2021

Fraksi Partai Nas-Dem DPR RI menggelar kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Daring dengan tema Rintangan Bauran Energi Nasional 2025 yang dilaksanakan hari ini Senin, 8 Februari 2021 yang berlangsung sekitar 3 jam.
Sesi FGD ini menghadirkan narasumber antara lain: Sugeng Suparwoto (Ketua Komisi VII DPR RI), DR. H. Kurtubi, SE, M. Sp.,M.Sc, Dr. Ir. Dadan Kusdiana, M. Sc (Dirjen EBTKE), Fabby Tumiwa (Direktur Eksekutif IESR) dan Ir. Habibie Razak, IPU., ASEAN Eng., ACPE ( Resources & Energy Specialist) dimoderasi oleh Rahmatul Hidayat (Tenaga Ahli Fraksi Partai NasDem DPR RI).

Sugeng Suparwoto sebagai Ketua Komisi VII DPR RI memberikan update terkait penyusunan RUU EBTKE yang digodok DPR saat ini. Harapannya UU ini akan memberikan aura positif di dalam menggenjot pengembangan investasi Energi Baru dan Terbarukan di Indonesia. Hadir sebagai pembicara kedua Dr. Ir Dadan Kusdiana memaparkan program pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM terkait pengembangan New and Renewable Energy di Indonesia. Program yang dimaksud termasuk transisi energi, substitusi energi primer, konversi energi primer fosil, penambahan kapasitas EBT dan pemanfaatan EBT non listrik/non BBM.

Dr. Dadan menambahkan, untuk program pengembangan PLTP untuk mencapai target 9.3 GW dalam beberapa tahun ke depan Pemerintah mencanangkan government drilling. Dalam rangka peningkatan kualitas data sebelum suatu wilayah ditawarkan kepada badan usaha, Badan Geologi KESDM akan melakukan eksplorasi panas bumi hingga pengeboran untuk 20 WKPdengan rencana pengembangan 60MW. Selain itu, sinergi BUMN terus ditingkatkan antara PT PLN, PT Geodipa dan PT Pertamina Geothermal Energi.

Narasumber ketiga menghadirkan Fabby Tumiwa – Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR). Fabby mengangkat topik pengaruh konsistensi dan kualitas kebijakan dan regulasi terhadap investasi energi terbarukan di Indonesia. Dalam paparannya, rata-rata pertambahan Kapasitas Terpasang tahun 2010 – 2014 hanya sekitar 357.84 MW sedangkan rata-rata penambahan kapasitas terpasang tahun 2015 – 2019 sekitar 349.02 MW. Jadi per tahunnya masih sangat kecil dibandingkan target bauran energi EBT yang diprogramkan oleh Pemerintah.

Narasumber terakhir, Ir. Habibie Razak memaparkan bahwa solusi implementasi Renewable Energy di Indonesia adalah dengan dengan program supergrid yang memberikan benefit antara lain: potensi EBT bisa sepenuhnya terutilisasi, pertukaran energi antara pulau dan/atau antar regional bisa dilakukan, meningkatkan level penetrasi variable renewable energy (angin, surya), menciptakan lebih banyak sumber-sumber EBT dan industri bisa lebih berkembang dekat dengan sumber bahan baku.

Oleh Ir Habibie ada beberapa isu penting terkait kendala pengembangan EBT di Indonesia antara lain: Ketersediaan lahan untuk RE project masih terbatas dan bahkan cenderung mahal. Lahan yang mahal sangat signifikan mempengaruhi keekonomian proyek, Konsep BOOT menjadi sangat berat ketika developer harus membeli lahan yang juga kemudian akan ditransfer ke PLN pada saat PPA sudah habis (misalnya: Solar PV Plant), PLN hanya bisa menerima maksimum 15-20% dalam satu sistem regional dan tetap diback-up oleh emergency power plant (spinning reserve) in case of VRE out of the grid. Sistem transmisi kita belum canggih menerima lebih banyak VRE, Tarif EBT masih diatas BPP, Sumber EBT tersebar di Kepulauan dan pemanfaatannya masih rendah karena aksesnya terbatas. Konsep KPBU untuk NRE belum digalakkan, No PDF & VGF.

FDG ditutup oleh Dr. Kurtubi sekaligus berpesan kepada Pemerintah untuk segera membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir dengan teknologi modern mengingat PLTN ini tarifnya hanya di kisaran USD Cent 5/kWH. PLTN adalah sumber energi murah dan ramah lingkungan menurut Dr. Kurtubi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Time limit is exhausted. Please reload CAPTCHA.