Category Archives: Opini Energi Alternatif

Menggapai Impian Melalui Focus Group Discussion Kerjasama IKATEK UH & IKA UH Jabodetabek, 11 Juli 2016

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1437 H, Taqabballallahu Minna Waminkum, saling bersalam-salaman sesama alumni Teknik Unhas pada event Halal bi Halal (HBH) Nasional yang diadakan mulai dari Tanggal 9 sampai Tanggal 11 Juli 2016 ini. HBH nasional yang diadakan tahun ini bukan hanya sukses karena menghadirkan lebih dari 2000-an alumni Teknik Unhas yang mayoritas bekerja dan berkarya di luar Sulawesi Selatan tapi juga istimewa karena rangkaian acara HBH kali ini berlangsung selama tiga hari dan terdiri dari berbagai ragam kegiatan seperti Turnamen Futsal, Penanaman secara simbolis bibit pohon di Kampus Gowa (Green Campus initiatives), Losari Kinclong (Bersih Losari), Rindu Kampus Tamalanrea, Gala Dinner sampai pada Focus Group Discussion (FGD) yang menghadirkan narasumber dari alumni Teknik Unhas yang bergelut di dunia minyak dan gas.

Photo-4

Focus Group Discussion (FGD) yang dilaksanakan pada Hari Senin, 11 Juli 2016 di Kantor Perwakilan PT Semen Tonasa Makassar, di mana menurut Mulyawan Samad, Upstream Oil & Gas Practitioner yang juga membawakan materi tentang project management di sektor Migas ini, “FGD ini harus menjadi tradisi bagi kita alumni Teknik untuk saling bertemu sapa dan bertukar informasi, pengetahuan dan pengalaman di saat para alumni terkonsolidasi di Makassar yakni di momen lebaran ini”. Senada dengan apa yang disampaikan Idham Chalid yang juga adalah ahli Subsea Engineering Technology yang hadir sebagai narasumber kedua di FGD sehari ini “FGD sejenis akan terus digalakkan bukan hanya untuk sharing pengalaman antar sesama alumni tapi juga menghadirkan para mahasiswa Teknik yang diharapkan akan mampu mengikuti jejak para senior-seniornya yang sudah lebih dulu mengenyam kenikmatan bekerja di sektor minyak dan gas”.

Photo-2

Mulyawan Samad selanjutnya dalam paparannya menjelaskan bahwa manajemen proyek sektor minyak dan gas harus lebih berfokus pada “risk and safety” karena proyek-proyek yang dilakukan melibatkan pekerjaan yang kompleks dan beresiko tinggi. Nilai proyeknya pun bisa mencapai milyaran dollar. Brown field project bahkan bisa lebih complex in term of interfacing coordination dengan fasilitas eksisting yang berpotensial mengganggu operasi yang berlangsung. SKK Migas sebagai satuan pengawas proyek hulu migas seringkali meminta garansi atau jaminan kepada perusahaan seperti misalnya Chevron dan BP untuk melakukan smooth tie-in tanpa adanya interupsi pada sisi operasi dimana kegiatan oil and gas lifting sedang berlangsung. Pemberhentian operasi sehari bahkan beberapa jam saja bisa mengakibatkan kerugian negara sampai jutaan US dollar.

Photo-6

Idham Chalid sebagai narasumber sesi kedua memberikan gambaran tentang subsea technology untuk shallow water sampai pada ultra-deep water application. Komponen subsea antara lain bisa berupa subsea well head, manifold, sampai pada flowlines yang diletakkan di dasar laut. Habibie Razak salah satu penanya juga meminta penjelasan tentang perbedaan aplikasi spread mooring dan turret mooring kepada narasumber karena aplikasi ini sudah banyak dijumpai dan dipasang di banyak proyek offshore oil and gas baik di Indonesia maupun di luar negeri.

Firmansyah Arifin, Project Manager PERTAMINA Drilling memandu jalannya sesi kedua ini setelah sesi pertama dimoderasi oleh Habibie Razak, Senior Project Manager Tractebel Engineering Indonesia. FGD ini dihadiri oleh lebih dari 20 professional yang bekerja di sektor energi termasuk beberapa dari mereka bekerja di luar negeri. Mereka sengaja datang ke acara ini untuk bertemu sapa dengan alumni lainnya sekaligus berbagi pengetahuan dan pengalaman. Ada juga terlihat beberapa akademisi, professor dari beberapa jurusan di Teknik UH.

Photo 7

Salah satu professional yang juga sekaligus memberikan rekomendasi dan kesimpulan akhir pada acara ini adalah Andi Razak Wawo, Direktur di salah satu perusahaan terkemuka yang bergerak di bidang exploration drilling. Dalam paparannya, Beliau mengharapkan ada sinergi antara para alumni Unhas yang bergelut di dunia minyak dan gas untuk saling memberikan informasi tentang aplikasi teknologi baru melalui mutual synergy antara pihak alumni praktisi, mahasiswa dan staff pengajar. Andi Razak Wawo yang biasa dipanggil Puang Aca Wawo juga adalah Ketua IKA Unhas Jabodetabek didampingi oleh Sapri Pamulu, Koordinator Ristek dan Dikti IKA Unhas pada acara HBH Nasional kali ini memaparkan konsep “Maritim, Energi dan Pangan yang terintegrasi” menuju Indonesia lebih maju secara keseluruhan dan Sulawesi Selatan pada khususnya.

Terima kasih kepada Asbar Amri dan kawan-kawan panitia lainnya atas terselenggaranya professional event ini. Asbar adalah electrical engineer yang bekerja di salah satu perusahaan IPP yang bergerak di bidang Renewable Energy.

Bravo Insinyur Migas Indonesia.

 

 

Project Management of 21 LNG Receiving Terminal; a Preliminary Execution Plan (Abstract)

The increase of the need of electricity throughout Indonesia, gas is one of the viable energy sources to meet the demand. The gas is not only cleaner than fuel oil but it is also competitively cheaper up to 40 percent. The PLN – State Owned Electricity Company is also trying to reduce the subsidy of electricity cost in Indonesia by shifting the fuel oil power plants to gas. In many parts of Indonesia, many power plants located in marginal locations and are still consuming diesel fuel as the base load power generation system. This situation considers to substituting the diesel to gas fuel and also trying to resolving the constraints of gas transportation from the island or location has plenty gas reserves to the island or location where the fuel oil power generations located. As the small to mid-scale LNG emerged, the option to build the LNG receiving terminal facilities becoming considered. PLN opened the public tender some time on January 2016 to invite the international players in LNG sectors for LNG supply for distributed gas power plants in central region of Indonesia. There are 21 locations considered as marginal and scattered requiring LNG to feed their existing and new power plants which will typically use dual fuel system (gas and diesel).

The scope of the projects tendered by PLN, a State-Owned Electricity Company consisted of (1) To provide LNG supply and distribution management master plan for power generation supply at central region of Indonesia (2) To supply and distribute gas to distributed gas power generation demand at central region of Indonesia continuously for 10 years and (3) To build LNG receiving terminals consisting of jetty, storage, and regasification facility for each power generation at central region of Indonesia. Those LNG receiving terminals will be operated by the consortium companies that win the bidding under the scheme of Build, Operate and Transfer (BOT) for 10-year operation. The capacity of new and existing power generations ranged from 5 to 450 MW and will require different LNG Receiving facility for each of those. The consortium that was bidding for this project requiring the EPC contractor who can undertake the portion of LNG Receiving Terminal facilities starting from Pre-FEED, FEED and EPC phases. If the EPC Contractor was part of consortium, then they will submit the price based on project phases mentioned earlier. But, if none of the leader or consortium members have those EPC capabilities then It would be subcontracted to the EPC contractor who can do these works. The project duration of these 21 LNG Receiving facilities is less than 24 months.

Kunjungan Pengurus IKA Unhas ke Kantor DEN, 2 Februari 2016

Hari Selasa, Tanggal 2 Februari 2016, Pengurus Ikatan Alumni Universitas Hasanuddin Wilayah Jabodetabek melakukan kunjungan singkat ke kantor Dewan Energi Nasional yang berlokasi di Jalan Gatot Subroto. Tim IKA Unhas yang dipimpin oleh Ir. Habibie Razak bersama anggota tim Ir. Sapri Pamulu, PhD – Koordinator Bidang Ristek, S. Alam – Direktur Eksekutif dan Ir. Amril Taufik Gobel –  Koordinator Bidang Komunikasi diterima dengan ramah oleh Prof. Ir. Syamsir Abduh, Anggota Dewan Energi Nasional.

IMG_20160201_191756Diskusi berlangsung alot dan interaktif membahas isu-isu kontemporer hubungannya dengan kebijakan pemerintah di sektor energi mencakup bidang pembangkitan listrik, minyak dan gas. Salah satu topik menarik yang menjadi bahan diskusi selama kurang lebih 2 jam ini adalah perdebatan panjang mengenai konsep pengembangan Blok Gas Abadi Masela yang lokasinya berbatasan dengan Timor Leste.

 

Blok gas yang dikembangkan oleh INPEX yang dimulai pada tahun 1998 ini semenjak ditandatanganinya PSC contract dengan Pemerintah diketahui bersama mengusulkan  ke Pemerintah Indonesia untuk memonetisasi cadangan gas dengan estimasi sebanyak 13 TCF ini dengan menggunakan konsep Offshore Floating LNG Production Unit menggunakan teknologi Shell. Di lain pihak, sebagian dari unsur kementerian Kemaritiman dan SDA dalam hal ini Rizal Ramli justru menawarkan konsep Onshore LNG plant yang diusulkan dibangun di pulau kecil terdekat, Pulau Aru atau Pulau Tanimbar.

IMG-20160201-WA0038

IKA Unhas Jabodetabek melalui tim kecil pembahas konsep pengembangan Masela yang diketuai oleh Habibie Razak menyampaikan ke Prof. Syamsir Abduh bahwa mereka juga akan memberikan pernyataan sikap perihal ini.

Kesempatan kali ini, Prof. Syamsir Abduh membuka peluang bekerja sama dengan IKA Unhas untuk melakukan kajian rutin sektor energi di kantor DEN dan mengundang para energy experts untuk memberikan ide, opini dan gagasan termasuk informasi terkini perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di  bidang minyak dan gas. Konsep Offshore Floating LNG (FLNG) misalnya, Black & Veatch sebagai kontraktor EPC minyak dan gas telah menyelesaikan 1 unit FLNG bekerja sama dengan salah satu Barge/Ship Fabricator di China dengan kapasitas 0.5 MMTPA dan saat ini membangun 3 tambahan unit lagi bekerja sama dengan salah satu Ship Fabricator di Singapura dengan kapasitas sampai dengan 2.5 MMTPA. “Konsep FLNG ini bisa menjadi kajian pertama kerjasama alumni Unhas dan DEN, memberikan wawasan sekaligus pencerahan kepada pihak Pemerintah, praktisi migas dan masyarakat umum bahwa konsep ini sudah proven dan bukan sesuatu yang baru lagi di bisnis LNG dunia” Ujar Habibie Razak, Koordinator Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, IKA Unhas Jabodetabek.

Tim alumni sebelum meninggalkan kantor DEN menyempatkan berfoto dengan Prof. Syamsir. Anggota DEN ini berpesan “Alumni Unhas diharapkan lebih proaktif di dalam memberikan input berupa ide, saran dan gagasan ke pihak Pemerintah termasuk DEN dan Kementerian ESDM sebagai bukti nyata bahwa alumni Unhas juga peduli sama halnya yang dilakukan alumni Perguruan Tinggi lainnya di Indonesia”.

 

 

 

Dibuang Sayang, Tidak Dibuang Sayang: Pengisian Bahan Bakar Pesawat Udara di Indonesia

Oleh:

Michael Goff – Black & Veatch Gasification Technology Manager

Habibie Razak – Energy Practitioner and Oil & Gas Project Manager

Ringkasan: Gasifikasi memungkinkan pemanfaatan limbah secara bertanggung jawab sambil mengurangi risiko biaya bahan bakar jet yang berubah-ubah.

Limbah padat perkotaan (Municipal Solid Waste/MSW) yang dihasilkan dari peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan ekonomi menjadi masalah pelik bagi setiap kota berkembang.

Di Indonesia, masalah ini sudah menjadi prioritas nasional seiring dengan pertumbuhan populasi yang tinggi. Indonesia memiliki penduduk sekitar 257 juta penduduk pada tahun 2015, dengan lebih dari separuhnya (53%) tinggal di daerah perkotaan.

Menurut Kepala Dinas Pertamanan dan Kebersihan Kota Makassar Kusayyeng, di Makassar, ibukota provinsi Sulawesi Selatan, volume sampah mencapai 1.000 ton per hari pada bulan April 2015 dan diperkirakan akan terus meningkat pada tahun-tahun mendatang. Sebagai perbandingan, 1.000 ton sampah setara dengan berat kurang lebih 500 mobil. Data United States Environmental Protection Agency pada tahun 2012 menunjukkan bahwa berat rata-rata kendaraan adalah 3.977 pounds atau 2 ton.

Sekali Dayung, Dua Pulau Terlampaui

Sebagai tambahan dari berbagai tindakan yang telah dilakukan pemerintah Indonesia untuk mengatasi masalah limbah ini, proses gasifikasi memberikan kesempatan untuk mengkonversi sampah perkotaaan menjadi gas sintetis (syngas) dan memprosesnya menjadi produk downstream yang memiliki nilai tambah.

Proses gasifikasi adalah konversi bahan organik padat, seperti MSW dan biomassa menjadi syngas melalui pemanasan. Proses gasifikasi biomassa, seperti batang jagung, sekam, dan bonggol jagung, serta produk-produk limbah pertanian lainnya dapat menghasilkan berbagai bahan baku bahan bakar sintetis. Setelah proses gasifikasi biomassa untuk menghasilkan syngas dilakukan, biomassa tersebut diubah melalui proses katalisasi menjadi produk downstream yang memiliki nilai tambah sehingga dihasilkan bahan bakar transportasi seperti etanol, diesel dan bahan bakar pesawat.

Dengan ukuran pengilangan gasifikasi biomassa yang lebih kecil dibandingkan pengilangan gasifikasi batubara atau petroleum coke (produk turunan padat yang mengandung karbon tinggi) yang digunakan pada industri listrik, kimia, pupuk dan penyulingan pada umumnya, maka pembangunannya pun lebih murah serta  membutuhkan lahan yang lebih kecil. Pabrik gasifikasi biomassa skala kecil dapat memproses 25-200 ton bahan baku per hari, atau seperlima dari volume sampah yang dihasilkan di Kota Makassar, dan hanya memakan tempat kurang dari 10 acres (4.05 hektar).

Realisasi

Di Amerika Serikat, kemajuan dalam pengembangan biofuel pesawat dan membantu industri penerbangan untuk mengurangi emisi karbon tengah mencapai momentumnya. Terbukti pada tahap percobaan yang didukung lembaga pemerintah A.S., Fulcrum Bioenergy sudah membangun pabrik gasifikasi pertamanya di Nevada yang akan menjadi pabrik gasifikasi skala komersial pertama di dunia. Para pelaku industri utama seperti American Airlines, United Airlines, dan Cathay Pacific telah melakukan investasi ekuitas yang signifikan dalam biofuel pesawat dan secara aktif terlibat dalam pengembangan teknologi ini.

Ambisi untuk menerapkan teknologi ini tidak hanya terbatas di wilayah Amerika Serikat, di Indonesia dan berbagai wilayah sudah terdapat kesepakatan-kesepakatan yang memungkinkan pengembangan teknologi ini. Pabrik gasifikasi di Nevada didesain berdasarkan teknologi yang telah dipatenkan dari tiga perusahaan utama: Vecoplan, ThermoChem Recovery International, Inc (TRI) dan Emerging Fuel Technology (EFT). Bersama-sama, teknologi pengolahan ini mampu memilah sampah menjadi pelet organik yang seragam, menggasifikasi material yang ada dan kemudian mengubah limbah menjadi cairan sintetis yang bernilai tambah.

Black & Veatch telah merancang dan membangun pembangkit listrik, pengolahan gas dan fasilitas infrastruktur lainnya di Indonesia selama lebih dari empat puluh tahun. Berdasarkan perjanjian kerjasama yang komprehensif dengan EFT, Black & Veatch dapat menduplikasi proyek Nevada di Indonesia, dengan menggunakan tim lokal yang mumpuni dalam melakukan rekayasa, pengadaan dan konstruksi fasilitas tersebut, serta menggunakan lisensi teknologi dari Vecoplan, TRI dan EFT.

Sistem reaktor/katalis dari Advanced Fixed Bed (AFB) Fischer-Tropsch EXT yang dipatenkan EFT dapat diterapkan dalam pembuatan gas sintesis yang hampir semua bahan bakunya berbasis karbon. Teknologi pemberi nilai tambah ini dapat menghasilkan produk yang sangat beragam mulai dari minyak mentah sintetis yang dapat dipompa hingga minyak dasar kualitas tinggi Grup III +, serta berbagai bahan bakar transportasi. Black & Veatch juga telah mengidentifikasi penghematan biaya dan efisiensi dengan menggabungkan pengolahan gas yang sudah dipatenkan (PRICO-C2®, PRICO-NGL® , dan LPG-PLUS ™) dan LNG PRICO® berbasis teknologi dengan platform EFT.

Salah satu pabrik percontohan saat ini tengah mengkonversi MSW menjadi bahan bakar pesawat. Pabrik percontohan TRI telah beroperasi lebih dari 1.200 jam dengan per harinya mampu menggasifikasi 4 ton MSW tersortir dan berukuran seragam untuk mengasilkan cairan FT yang cocok untuk meningkatkan bahan bakar pesawat terbarukan.

Perusahaan yang potensial untuk memanfaatkan bahan bakar pesawat ini di Indonesia mencakup PT Angkasa Pura, yang merupakan perusahaan milik negara dalam mengkoordinasikan semua urusan logisitik maskapai penerbangan di seluruh negeri.

ListrikIndonesiaOnline_11Feb16

 

Meskipun proses gasifikasi ini mampu mengkonversi lebih dari 200 ton sampah/hari untuk menghasilkan 700 barel bahan bakar pesawat per harinya, studi ekonomi secara mendalam perlu dilakukan untuk memahami bagaimana investasi permodalan sebaiknya dilakukan, biaya operasi, serta keuntungan investasinya.

Kedepannya, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perindustrian, Energi dan Sumber Daya Mineral dan departemen terkait lainnya dapat mempertimbangkan untuk bermitra dengan investor dan pemegang lisensi teknologi untuk memfasilitasi diskusi dengan para walikota. Simposium atau seminar terkait teknologi biomassa/gasifikasi MSW dapat diselenggarakan secara rutin untuk memperkaya pengetahuan dan wawasan bagi pebisnis, industri dan pemerintah baik dari aspek teknis maupun aspek keekonomian dari investasi.

 

 

#

Box out

Keuntungan dari proses gasifikasi biomassa mencakup:

  • Mengkonversi limbah menjadi barang yang bernilai tinggi
  • Mengurangi jumlah lahan yang dibutuhkan untuk menimbun limbah padat
  • Mengurangi emisi metana dari tempat pembuangan sampah
  • Mengurangi resiko pencemaran air dari tempat pembuangan sampah
  • Mengurangi produksi etanol dari sumber bukan makanan

Tentang Black & Veatch

Black & Veatch adalah perusahaan employee-owned (sahamnya dimiliki karyawan) yang merupakan pemimpin global dalam membangun Critical Human Infrastructure™ di bidang Energi, Air, Telekomunikasi dan Layanan Pemerintahan. Sejak 1915, kami telah membantu para klien untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat di lebih dari 100 negara melalui konsultansi, keahlian teknis, konstruksi, operasional, dan manajemen program. Pendapatan kami pada tahun 2014 mencapai US$3 miliar. Ikuti kami di www.bv.com dan di media sosial.

*Versi ringkas artikel ini juga dimuat di  http://listrikindonesia.com/efisien_dan_efektif_bersama_black_n_veatch_939.htm

 

Masyarakat Ekonomi ASEAN di Mata Insinyur ASEAN; Kuncinya adalah Sertifikasi ASEAN Chartered Professional Engineer (ACPE)

Oleh Ir. Habibie Razak, ACPE – Sekretaris Badan Registrasi Insinyur, Persatuan Insinyur Indonesia

Profesi Insinyur adalah salah satu dari 8 profesi yang terkena dampak dari dibukanya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di awal tahun 2016 ini. Tujuan dari MRA sektor jasa keinsinyuran adalah pertama, memfasilitasi pergerakan jasa keinsinyuran profesional serta sebagai sarana bertukar informasi dalam rangka mengupayakan adopsi pelaksanaan praktik terbaik pada standar dan kualifikasi keinsinyuran. Kedua, di dalam MRA ini, terdapat pendefinisian tentang apa saja yang diatur di dalam sektor jasa keinsinyuran sehingga diperlukan untuk menyeragamkan standar, ukuran, dan regulasi yang berbeda-beda di negara-negara ASEAN agar mempunyai satu ukuran yang konsisten, metode dan spesialisasi yang secara bersama diterima dan bisa diterapkan oleh negara-negara ASEAN.

Salah satu produk MRA untuk sektor jasa keinsinyuran ini adalah Sertifikasi ASEAN Chartered Professional Engineer (ACPE). Sertifikasi ACPE ini memberikan mobilitas yang lebih tinggi kepada para Insinyur di negara ASEAN untuk bisa bekerja di negara tetangga dengan mendapatkan pengakuan berupa kesamaan standarisasi kompensasi dan benefit. Menurut ACPE-Coordinating Committee, mereka para ACPEs sudah bisa memimpin tim proyek lintas negara ASEAN baik sebagai Project Manager bahkan sampai level Project Director.

Syarat-syarat yang wajib dipenuhi oleh Insinyur Indonesia dan Insinyur di negara-negara ASEAN untuk bisa memperoleh sertifikasi ACPE ini antara lain: Insinyur harus mendapatkan sertifikasi Insinyur Profesional setara Madya (IPM) dari institusi profesi keinsinyuran yang diakui oleh ASEAN dalam hal ini di bawah payung ASEAN Federation of Engineering Organization (AFEO). Syarat kedua yakni mengisi Formulir Aplikasi ACPE yang isiannya terdiri dari surat pernyataan bahwa Insinyur tersebut memiliki pengalaman minimum 7 tahun di bidang keinsinyuran dan di dalamnya termasuk pengalaman ekstensif minimum 2 tahun mengelola suatu proyek di mana dia memegang peranan penting seperti project manager atau pun project director.

Era Masyarakat Ekonomi ASEAN ini membutuhkan perhatian besar dari pemerintah kepada pada Insinyur Indonesia untuk mempersiapkan diri menghadapi liberalisasi keinsinyuran ini. Upaya-upaya yang harus terus dilakukan oleh Pemerintah antara lain: (1) Menambah jumlah Perguruan Tinggi berbasis Keteknikan seperti Institut Teknologi. Sebaran perguruan tinggi berbasis keinsinyuran dan teknologi ini diharapkan tidak tersentralisasi lagi di Pulau Jawa. Sisi pembangunan timur Indonesia diharapkan mendapatkan perhatian yang lebih besar lagi sehingga terjadi distribusi merata Insinyur yang bekerja di seluruh Indonesia (2) Sosialisasi UU No. 11 Tahun 2014 tentang Profesi Keinsinyuran harus terus dilanjutkan dan segera mengesahkan turunannya antara lain keputusan presiden dan peraturan pemerintah untuk bisa lebih memperkuat posisi dari Insinyur Indonesia. (3) Kebijakan pemerintah untuk tidak berorientasi pada penjualan hasil mentah atas sumber daya alam yang diperoleh dari bumi Indonesia dengan tujuan menciptakan lapangan pekerjaan yang lebih besar bagi para Insinyur. Insinyur Indonesia diharapkan menjadi pelaku utama pada pengembangan industri hulu, menengah dan hilir sehingga mereka memiliki pengetahuan dan pengalaman yang mumpuni dan diharapkan mereka bisa lebih terberdayakan di negaranya sendiri. (4) Profesi keinsinyuran ini memerlukan insentif dari pemerintah terutama kepada para insinyur yang telah memperoleh sertifikat ASEAN sebab jika tidak ada penghargaan lebih atau insentif dari pemerintah, maka dorongan bagi insinyur untuk mengambil sertifikasi ASEAN tidak akan terwujud.

Pertanyaan besar buat kita para Insinyur Indonesia, akankah mereka para Insinyur dari negara tetangga berbondong-bondong masuk ke tanah air atau justru Insinyur kita yang sudah tersertifikasi ASEAN ini yang akan mengisi posisi-posisi strategis untuk proyek-proyek infrastruktur publik, pembangkit listrik, minyak dan gas di Asia Tenggara? Sebutlah, Myanmar saat ini lagi haus akan tenaga ahli professional termasuk Insinyur untuk bisa membangun negeri mereka yang kaya akan sumber alam mulai dari minyak dan gas alam, komoditas tambang dan sumber alam lainnya. Apabila pertanyaannya buat saya, pribadi saya akan mencoba tantangan bekerja di Myanmar atau negara-negara berkembang lainnya dan merasakan kompensasi dan benefit yang lebih bagus dibandingkan bekerja di negeri sendiri. Mungkin seperti inilah benefit bekerja di dunia keinsinyuran dengan bekal Insinyur Profesional teregistrasi ASEAN.

Saga di Masela, Membahas dari Awal, Mengaji dari Alif

Oleh: Ir. A. Razak Wawo/Ir. Sapri Pamulu, PhD.

Belakangan rakyat Indonesia disuguhi sebuah adu argument menarik di internal pemerintahan Jokowi-JK mengenai alternatif teknologi yang sebaiknya dipakai oleh Inpex, pengelola Blok Abadi dalam mengalirkan hidrokarbon dari perut lapangan Abadi yang berada di pinggir wilayah RI berbatasan dengan Timor Leste.

Ikatan Alumni Universitas Hasanuddin (IKA Unhas) Jabodetabek menanggapi kontraversi yang terjadi dengan memberikan tanggapan agar persoalan ini tiAndi Razak Wawodak berlangsung berlarut-larut dan berpotensi kontraproduktif karena bakal ada tendensi investor akan lari dan tidak melanjutkan proyek ini.

Ketua IKA Unhas Jabodetabek, A Razak Wawo menandaskan bahwa “Salah satu kata yang termasuk paling banyak muncul dalam adu argumen ataupun pemberitaan mengenai proyek kepunyaan Inpex ini adalah ‘proyek’. Ya , ini adalah sebuah usaha kelanjutan dari dimenangkannya WKP atau Wilayah Kerja Pertaimbangan oleh Inpex.”

Perusahaan ini kemudian melakukan pekerjaan seismic atau penginderaan, mengebor sumur eksplorasi lalu kemudian masuk ke dalam kesimpulan bahwa lapangan ini punya nilai keekonomian yang cukup prospektif.

Lalu mulailah mereka menyusun rencana awal proyek.

Mulai dengan melakukan langkah-langkah appraisal atau visibility untuk menilai kembali keekonomian lapangan Abadi ini secara lebih rinci sambil secara bersamaan mulai menyusun rencana pengembangan lapangan (Plan of Development – POD) yang menjadi ukuran utama dari pemerintah Indonesia – si empunya lapangan sebenarnya – dalam hal persetujuan apa-apa saja yang akan dilakukan Inpex untuk lapangan itu dari mulai awal sampai akhir pemanfaatan WKP tersebut.

POD yang disuguhkan Inpex yang menggandeng Shell sebagai partnernya ini kemuadian dievaluasi oleh SKK Migas yang dalam hal ini sebagai perpanjangan tangan Menteri ESDM dan disetujui. Sekedar info saja bahwa dalam POD ini dicantumkan juga alternatif apa saja yang akan dilakukan atau dibangun oleh Inpex untuk mendapatkan hasil ekonomi yang sebanyak-banyaknya.

“Saya kok yakin bahwa alternatif FLNG dan Onshore LNG ada di dalamnya,” kata Razak.

“Mari kita kembali ke kata yang paling banyak disebutkan dan saya pilih untuk memulai diskursus ini. Proyek – sebuah proyek didefinisikan sebagai usaha temporer yang dilakukan untuk menghasilkan sebuah produk atau jasa atau hasil yang sifatnya unik. Karena sifatnya sementara maka ia terindikasikan mempunyai dimensi waktu mulai dan akhir.”

Akhir proyek bisa diklaim kalau ia sudah menghasilkan sesuatu yang menjadi target hasil proyek. Atau bisa saja berakhir jika tidak dapat atau diperkirakan tidak akan menghasilkan target yang direncanakan, ataupun pada saat dihasilkan, kebutuhan akan hasil itu sudah tidak ada lagi.

Ada 2 hal yang sangat diperhatikan oleh para pelaku proyek untuk menjaga proyek itu agar bisa memberi hasil dengan biaya dan jangka waktu yang sudah disetujui bahkan kalau bisa dengan biaya yang lebih murah dan waktu yang lebih cepat.2 hal itu dikenal dengan resiko dan peluang (risk and opportunity).

“Inilah memang faktor yang sangat menentukan untuk keberhasilan suatu proyek,” tambahnya.

Resiko, inilah kata yang juga jadi headline argumen di atas. Resiko mahalnya harga, resiko teknis pada saat loading LNG dari FLNG ke LNG cargo carrier, resiko buckling pada saat instalasi pipa bawah laut dan masih banyak sekali yang berkaitan dengan dua alternatif tersebut di atas.

Pada beberapa perusahaan oil and gas yang mapan, pengenalan dan identifikasi resiko adalah sesuatu yang jamak dan mutlak.Visibility dan assurance serta readiness dari sebuah proyek, apalagi proyek dengan hitungan trilyunan rupiah dapat ditentukan dengan sejauh mana proyek itu mengenali setiap resiko yang dapat terjadi.

“Saya ragu jika perusahaan seperti Inpex mempunyai tools dan processes yang kuat dalam mengenali resiko ini. Inpex ini banyak tercatat sebagai investing Company untuk proyek-proyek lapangan minyak dan gas diseluruh dunia tapi bukan sebagai operator langsung. Di Indonesia juga tercatat beberapa lapangan yang mempunyai sharing dengan perusahaan ini.”

Dengan sendirinya bisa dikatakan bahwa belum punya pengalaman yang memadai sebagai operator lapangan minyak dan gas seperti halnya Chevron, Exxon, Shell, Total, BP dan yang lainnya.

Untuk mengawal proses pengenalan dan mitigasi resiko ini, beberapa perusahaan terkenal di atas rela menginvestasikan jutaan dollar untuk menciptakan sistem pengenalan resiko yang handal dan juga identifikasi mitigasinya.

Sejumlah universitas dan institusi terkenal dunia diajak rembuk untuk memastikan standar manajemen resiko dimuat dan dikenali oleh sistem manajemen proyek mereka. Software yang berkorelasi dengan manajemen resiko diciptakan untuk memudahkan mereka.

Tabel implikasi terhadap fasilitas, lingkungan dan dan kerugian lainnya dalam bentuk tangible maupun intangible dibuat khusus dan distandarisasi.

Lebih jauh lagi di beberapa perusahaan itu, ada stage gate process atau tahapan penting dimana kualitas manajemen resiko proyek tertentu harus diuji kelayakannya untuk masuk ke fasa selanjutnya.

Dengan melihat sejauh mana para pemain minyak dan gas ini melakukan investasi serta keseriusan mereka dalam hal manajemen resiko, kita bisa melihat bahwa sebenarnya mereka besar kemungkinan sudah mengenali resiko apa saja yang dapat timbul dari dua alternatif tersebut.

Patut mungkin ditanyakan, apa proses yang sama seriusnya sudah dilakukan oleh kedua belah pihak yang beradu argumen. Sematang apa proses pengenalan resiko yang sudah mereka lakukan? Apa proses yang mereka gunakan?

Asumsi-asumsi apa yang dipakai dalam pengenalan dan mitigasi resiko? “Dan maaf, mudah-mudah2an itu tidak didapatkan hanya dari pembicaraan atau diskusi singkat tanpa melalui proses yang komprehensif.,” ujarnya.

“Indikasi yang sangat mengganggu pikiran saya adalah tidak diungkapkannya kemungkinan-kemungkinan2 mitigasi yang dapat dilakukan, paling tidak sepatutnya sepadan pemaparannya dengan resiko yang digembar-gemborkan.”

Kita lihat satu contoh saja, untuk pilihan onshore LNG dibutuhkan pergelaran pipa sejauh kurang lebih 600 km.

Menurut pihak yang mendukung alternatif ini, pergelaran pipa bisa dilakukan. Ketika ditanyakan bahwa ini akan sulit mengingat adanya palung/trench di area sea-bed lapangan Abadi, argumentasinya bahwa proyek lain sudah melakukannya.

“Sejauh yang saya tahu saya belum melihat adanya proyek yang sudah berani melakukan pergelaran pipa sejauh itu dengan kondisi nature trench yang dipunyai lapangan Abadi/Masela,” tambahnya.

Lebih jauh lagi dengan potensi impurities (komposisi kimia yang bisa menyebabkan korosi atau yang lainnya) seperti CO2 yang mungkin akan memperpendek umur pipa. Bagaimana metode instalasi yang akan dilakukan?

Mungkin juga dilihat aspek geoteknis dan analisa kegempaan di wilayah tersebut.

Banyak sekali resiko yang bisa di kenali hanya untuk satu ide pergelaran pipa, bisa dibayangkan resiko yang lain berkaitan dengan keseluruhan alternatif.

Sebuah studi awal untuk proyek pergelaran pipa pipa yang melewati Timor trench kepunyaan Negara tetangga kita Timor Timor menunjukkan resiko yang cukup besar yang akan berkorelasi pada kegagalan proyek.

Letak lapangan yang disebut Sunrise field yang akan dikembangkan mencoba men-design siystem perpipaan bawah laut dari lapangan tersebut ke Timor Leste, tempat dimana LNG akan juga dibuat.

Banyak hasil studi dan komentar para ahli tentang visibility proyek ini. Intinya adalah untuk menetapkan design awal dari siystem perpipaan ini saja mereka belum juga rampung.

Banyak resiko yang mereka harus tahu terlebih dahulu, menganalisanya dan melengkapi dengan mitigasi yang diperlukan. Sunrise field ini boleh dikatakan tetangga dengan Abadi field.

Bisa jadi ada beberapa kondisi lingkungan, kegempaan  dan juga kontur yang mirip atau bahkan identik.

Dengan contoh ini diharapkan masing-masing pihak sadar bahwa ide-ide mereka sangat bisa ditest keshahihannya dengan membuka ruang seluas-luasnya untuk informasi kemudian mengolahnya kedalam asumsi ide itu sendiri. Petunjuk sebenarnya bertebaran di mana-mana.

Dalam hal pengenalan dan manajemen resiko ini, Inpex terbantu dengan kehadiran Shell sebagai mitra dan juga pemegang sekitar 30-an persen. Shell terkenal mempunyai proses manajemen resiko yang baik.

Inpex juga bergerak cepat merekrut beberapa praktisi dan merayu karyawan dari beberapa perusahaan minyak dan gas lain yang terkenal kemampuannya dalam manajemen resiko untuk bergabung.

Pertanyaan yang sama selanjutnya kita boleh ajukan ke pihak Inpex dan Shell, apakah mereka sudah melakukan proses yang baik dalam mengenali resiko di setiap tahapan proyek?

“Saya berani mengatakan ya, sangat kuat dugaan saya mereka sudah melakukannya. Inpex terbantu dengan adanya Shell dalam tim mereka sebagai pemegang saham sejumlah lebih dari 30 persen, proses manajemen resiko untuk proyek Masela proyek bisa dianggap teratasi,” tegas Razak Wawo.

Dengan Front-End Engineering yang telah mereka lakukan selama berbulan-bulan, tentunya aspek resiko yang tadinya berada pada tahap pengenalan sudah diobservasi kembali validitasnya dan melewati beberapa pengujian yang lebih tajam ketimbang di fase sebelumnya.

Aspek mitigasi resiko juga dengan sendirinya akan lebih tajam. Jika di akhir fase ini ditemukan resiko besar dari alternatif FLNG ini, maka tidak usah capek-capek didebat, pihak Inpex dan Shell pasti sudah lama menghadap kembali ke SKK Migas dan mengajukan perubahan rencana preferensi tentang strategi fasilitias pengolahan gas dari Lapangan Abadi.

Pernyataan Tidak Beralasan

Sementara itu, Sapri Pamulu, PhD dari Divisi Ristek IKA UNHAS Jabodetabek, mengatakan, ”Pernyataan sebagian kalangan yang menyatakan bahwa teknologi Floating LNG Production Unit belumlah proven adalah pernyataan yang tidak beralasan. Di dunia saat ini, beberapa Proyek Floating LNG Production yang sementara melalui proses pengembangan bahkan sudah ada yang mulai beroperasi seperti proyek EXMAR FLNG Caribbean dengan kapasitas 0,5 Juta ton per tahun, Proyek Golar HILLI yang lagi proses konstruksi dengan kapasitas 2.5 Juta ton per tahun, proyek Shell di Australia kapasitas 3.6 Juta ton per tahun dan beberapa proyek floating LNG lainnya yang sementara dalam tahap Front-End Engineering and Design (FEED)”.

”Perusahaan-perusahaan seperti Shell dalam memutuskan untuk mengembangkan teknologi ini telah melalui kajian First of A Kind (FOAK) Analysis yang harus mendapatkan persetujuan dari Chief of Financing Officer perusahaan tadi”, tambahnya lagi.

“Kemaslahatan dan keuntungan sebesar-besarnya untuk negara yang didapatkan dari lapangan Abadi ini tidak akan terlaksana tanpa investasi dari pihak kontraktor,” kata Sapri.

Skema cost recovery meniscayakan kontraktor/investor untuk membangun semua fasilitas yang dibutuhkan dengan dana mereka di depan. Hanya setelah lapangan beroperasi, produksi yang dihasilkan sebagiannya akan mejadi hak kontraktor sebagai pengembalian dari investasi yang sudah ditanamkan.

Dalam mencari dana investasi ini tentunya Inpex harus bisa meyakinkan banyak stakeholder untuk menanamkan modalnya dalam proyek ini. Inpex sendiri tentunya juga harus yakin secara internal bahwa proyek ini visible untuk dilakukan. Dari semua aspek.

“Dengan sangat gampang bisa kita tanyakan pada diri kita sendiri, kalau kita jadi Inpex, apa kita nyaman dengan penundaan fase proyek hanya untuk menunggu jawaban tentang alternatif yang dipilih?”

Dan jika onshore LNG yang dipilih, bukankah mereka sudah melakukan proses pengidentifikasian alternatif hampir 10 tahun yang lalu? Kemudian di uji lagi dengan proses berbulan-bulan dalam tahapan FEED?

Inpex masih punya beribu resiko proyek yang harus mereka pikirkan, resiko sub-surface uncertainty, metode pengeboran yang paling tepat untuk mencapai target kedalaman, strategi fasilitas produksi, strategi fabrikasi, konstruksi dan instalasi, dan banyak lagi.

Semuanya masih bisa berujung pengunduran bahkan pembatalan proyek. Masih sangat banyak PR yang mereka belum dan harus lakukan.Sapri Pamulu

“Pertanyaaan-pertanyaan yang sama juga akan diajukan para calon investor dari proyek ini,” tambah Sapri.

“Penundaan proyek karena peninjauan kembali sebuah keputusan yang sudah disetujui, akan menimbulkan tanda tanya yang sangat besar tentang kelayakan proyek ini. Para investor ini bukan anak baru dalam bisnis energi. Mereka sudah menanamkan modalnya di banyak negara, puluhan tahun lamanya. Dan maaf, untuk investasi di Indonesia, stigma buruk sejenis ini sudah jauh hari ditempelkan. Selamat, Pak, stigma itu semakin kuat telah Anda tempelkan.”

“Sebaiknya tolong pikirkan dengan jernih. Kita bermimpi membuat rakyat Maluku dan sekitarnya sejahtera, tapi ketika terbangun dari tidur tentang mimpi patriotik itu, tak ada yang terlihat. Tak ada Onshore LNG atau FLNG,” kata Razak.

“Inpex dan para investornya sudah angkat kaki dan memilih tempat lain. Capek melihat ketika saling bertikai. Padahal bersama SKK Migas, mereka sudah kita libatkan dalam proses yang panjang. Membahas dari awal, mengaji dari alif. Oh ya, Inpex punya fasilitas dekat dari Lapangan Abadi, yang sudah mulai terbangun di benua Kanguru, Lapangan Ichtys namanya. Mungkin lebih baik begitu buat mereka.Ketimbang menunggu kita keluar dengan keputusan, yang bisa saja berubah lagi.”

Pemerintah di sisi lain berharap iklim investasi yang sehat dan kondusif sehingga bisa mengundang Foreign Direct Investment (FDI) namun pada kasus ini sepertinya kita akan membuat investor kita hengkang dari bumi pertiwi Indonesia karena ketidakpastian investasi yang sudah berlangsung selama beberapa tahun terakhir.

“Sebagai bagian dari masyarakat IKA Unhas Jabodetabek menuntut pemerintah memberikan porsi alokasi gas sebanyak-banyaknya buat kemaslahatan masyarakat dan kepentingan nasional,” katanya.

“Alokasi gas untuk nasional akan memberikan multiplier effect pada perekenonomian nasional dengan membangun industri nasional berbasis petrokimia seperti methanol sampai pada olefin, ammonia dan urea sampai pada produk turunannya. Alokasi gas kedua diharapkan dialokasikan untuk melakukan penghematan bahan bakar minyak dengan mengkonversi ke bahan bakar gas untuk pembangkit listrik (PLN) dan industri-industri nasional yang menggunakan bahan bakar minyak saat ini,” tegas Sapri Pamulu.(*)

Sumber: Tribun News

IKA Unhas Audiensi dengan Dirjen Migas, 22 Oktober 2015

Hari Kamis Tanggal 22 Oktober 2015, Pengurus Ikatan Alumni Universitas Hasanuddin (IKA UNHAS) yang dimotori oleh Bapak Ir. Andi Razak Wawo yang merupakan Ketua IKA Unhas Korwil Jabodetabek didampingi oleh Ketua Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral, Ir. Habibie Razak, Ir. Aminuddin Akil (bidang ESDM) dan Direktur Eksekutif,  S. Alam berkunjung ke ruang kerja Dirjen Migas Bapak Ir. Wiratmaja Puja guna membicarakan peluang dan tantangan pengembangan sektor minyak dan gas di Kawasan Timur Indonesia (KTI).

 

IMG-20151022-WA0025

 

 

 

 

 

 

 

IMG20151022175605

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Pertemuan yang berlangsung singkat di mulai dari Pukul 05.15 sampai 06.00 sore melahirkan beberapa points of discussion antara lain:

  1. Bapak Wiratmaja menyampaikan bahwa membangun KTI harus dimulai dari sisi downstream yakni dengan melihat apa yang menjadi kebutuhan masyarakat dan kendala-kendala yang mereka hadapi saat ini.  Contohnya,  kendala yang dihadapi nelayan yang berada di pulau-pulau marginal di mana pada musim tertentu harga bahan bakar minyak seperti solar maupun bensin bisa mencapai Rp. 40,000 – 50,000/liter. Ini disebabkan karena tidak ada kontinuitas supply minyak di pulau-pulau marginal ini. Solusinya antara lain dengan membangun tempat penyimpanan bahan bakar dan memperbanyak stasiun depot BBM di pulau-pulau tadi sehingga keberlanjutan supply BBM terjaga.
  2. Bapak A. Razak Wawo mengharapkan Unhas sebagai Universitas terkemuka di KTI diberikan porsi yang lebih besar di dalam pengembangan sektor migas KTI. Selama ini kajian-kajian mengenai migas belum pernah sekali pun melibatkan Unhas. Bapak Dirjen menyampaikan Unhas dan alumni tetap bisa berpartisipasi untuk tender kajian-kajian Migas melalui mekanisme lelang secara online.
  3. Respon dari Bapak Wirat, panggilan mahasiswanya kepada Beliau, bahwa Beliau selama menjabat berkali-kali mengundang pihak Pemerintah Daerah di Kawasan Timur membahas tentang pengembangan sektor energi namun sepertinya mereka tidak melek. Hal ini mungkin karena kurangnya pengetahuan maupun wawasan Pemerintah Daerah akan pentingnya energi. Dirjen Migas meminta IKA Unhas turut serta di dalam memberikan pencerahan tentang arti pentingnya energi bagi pengembangan KTI.
  4. Kurangnya serapan anggaran Tahun 2015 yang nilainya hingga 3 Trilyun yang sebagian porsi anggaran diberikan untuk KTI. Alasan utamanya seperti disebutkan di point 3 di atas, ini karena kurang meleknya pihak Pemerintah di KTI akan pentingnya pemenuhan kebutuhan energi.
  5. Dirjen Migas mencanangkan pembangunan transmisi dan distribusi pipa baru dari induk pipa Donggi Senoro untuk kebutuhan city gas di daerah itu. Anggaran diharapkan dari APBN. Dengan adanya program ini akan merangsang pertumbuhan daerah itu dimulai dengan dibangunnya kawasan Industri dengan supply gas yang tersedia tadi.
  6. Sebagai salah satu upaya pengembangan Indonesia Timur khususnya sektor migas, Dirjen Migas akan melaksanakan program sosialisasi di sejumlah kampus di Indonesia Timur terkait dengan program dan kebijakan Migas. Bapak Wiratmaja Puja mengajak Alumni Unhas untuk berperan serta di dalam kegiatan ini dengan menjembatani pertemuan-pertemuan formal dengan pihak Unhas.
  7. Bapak A. Razak Wawo menyinggung adanya keinginan Unhas untuk segera mendirikan jurusan Perminyakan di Fakultas Teknik Unhas sebagai wujud keseriusan Unhas di dalam berkontribusi pada pengembangan sector migas KTI. Dirjen Migas mendukung upaya ini dan sekaligus meminta juga dibuatnya program studi yang berhubungan dengan pengembangan potensi-potensi yang ada di Indonesia Timur seperti potensi angin untuk pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) dan gelombang di mana 2 potensi ini sangat perlu dikembangkan segera.

Diskusi selama kurang lebih 40 menit ini kemudian diikuti dengan foto bersama dengan Bapak Wirat. Habibie Razak di akhir diskusi sambil becanda menyampaikan bahwa ada mantan mahasiswa Beliau yang titip salam katanya dia dapat nilai A di mata kuliah Mechanical Engineering Design yang diajarkan oleh Beliau.

 

Kunjungan Pabrik Gasifikasi Batubara di China, 20 – 26 September 2015

Pagi itu, Hari Minggu Tanggal 20 September 2015 berangkat dari Fatmawati Jakarta Selatan menuju Bandara Internasional Soekarno Hatta. Pesawat Cathay Pacific CX 718 yang menerbangkan kami bertolak Pukul 08.20 dan tiba di Hong Kong Pukul Pukul 15.00. Setelah transit kurang lebih 2 jam kami harus naik pesawat lagi menuju Beijing menempuh 3 jam perjalanan menggunakan maskapai penerbangan Dragon Air KA974, afiliasi dari Cathay Pacific Airlines.

IMG_20150921_133615Beijing International Airport menanti kedatangan tim kami dan setelah baggage clearing kami dengan menggunakan bis jemputan menuju Capital Airport Hotel yang lokasinya tidak begitu jauh dari Terminal kedatangan kami. Kessokan harinya, kami check-out dari hotel dan balik lagi menuju Terminal kedatangan internasional untuk menjemput rombongan Client yang menggunakan maskapai penerbangan berbeda dari Jakarta.

Kunjungan pertama adalah Pabrik Gasifikasi Batubara yang letaknya di Propinsi Jilin tepatnya di kota kecil yang bernama Changshan sekitar 2 jam perjalanan darat dari Ibukota Propinsi, Changchun. Siang hari kami dari tim konsultan berjumlah 3 orang dan dari Client kami terdiri dari 2 Direktur dan 2 Business Analyst tiba di Bandara Changchun dan kemudian melanjutkan perjalanan menuju South Lake Hotel, Changchun.

IMG20150920194015Setelah beristirahat sejenak kami bertemu dengan gasifier technology licensor dan formal meeting selama kurang lebih 2 jam di hotel meeting room. Diskusi sangat interaktif melihat Client kami banyak menanyakan concern-concern mereka baik yang sifatnya teknis maupun komersil. Sangat kelihatan bahwa Direktur dari salah satu perusahaan terkemuka ini memahami bisnis ini secara komprehensif.

Hari ketiga, Tanggal 22 September kami mengunjungi Pabrik Gasifikasi yang berlokasi di Changshan. Pabrik ini berdiri semenjak Tahun 1969 di mana end product yang dihasilkan adalah ammonia dan urea. Proyek ekspansi yang sekiranya startup bulan September kemarin akan menghasilkan total produksi ammonia 300,000 Ton/Tahun. Sekedar informasi, di China saat ini total 77 pabrik gasifikasi batubara dibangun dengan menggunakan teknologi mutakhir baik China maupun luar China. Semangat memonetisasi batubara kian tingginya di negara ini mengingat mereka juga memiliki lebih banyak cadangan batubara di dunia saat ini.

IMG_20150921_181917Setelah kurang lebih sejam di lokasi pabrik Changshan ini, kami balik ke South Lake Hotel beristirahat seenak dan dilanjutkan dengan dinner malam harinya di salah satu restoran di kota Changchun. Hidangan Chinese food bersama Client kami diiringi diskusi lepas dan candaan membuat kami semakin akrab.

Hari keempat, kedua direktur harus berangkat ke Changchun airport menuju Beijing dan flying back to Jakarta dengan pesawat tengah malam. Tim Client yang tersisa 2 orang dan 3 dari tim kami melanjutkan perjalanan menuju Yinchuan dengan menggunakan pesawat Air China CA1662 dan tiba di Yinchuan Airport sekitar Pukul 14.00 siang.

IMG_20150922_134438IMG_20150922_130057

 

 

 

 

 

 

 

Dari Yinchuan airport kami berangkat menuju Kempinsky Hotel sekitar sejam perjalanan dan checkin di sore hari menjelang malam. Dinner time Jam 7 malam memaksa kami untuk turun lagi ke lobby hotel dan bergegas menuju salah satu restoran yang menyajikan hotpot di kota Yinchuan ini.

Keesokan harinya kami checkout dan menuju salah satu hotel di mana salah seorang professional dari technology licensor gasifier terkenal dan sama sama menuju lokasi Pabrik Gasifikasi batubara yang berlokasi di Shenhua tepatnya di Kawasan Industri Ningdong. Kawasan ini memiliki area ratusan hektar ditempati oleh banyak perusahaan dan berbagai jenis industri. Pabrik yang kami kunjungi adalah pabrik gasifikasi batubara menjadi methanol dan polypropylene. Di kawasan ini juga sementara dibangun coal to liquid project menggunakan teknologi fischer tropsch yang dulunya sempat menjadi patent dari Shell company.

IMG_20150923_182110

Setelah beberapa jam di kawasan industri ini kami kemudian kembali ke hotel dari professional dari salah satu gasifier technology licensor dan dilanjutkan dengan makan siang dan gasification plant presentation yang baru baru kita kunjungi.

IMG_20150923_194201Sore harinya kami harus berangkat lagi ke Yinchuan airport dan bertolak menuju Beijing International Airport. Malam hari Pukul 20.00 kami menuju kota Beijing dan menginap di Traders Hotel salah satu hotel di area Jianguomen Road di mana kantor kami berlokasi.

Hari keenam, start di pagi hari kami menuju Tembok Raksasa China yang lokasinya sekitar 2 jam perjalanan dari kota Beijing. Di sana kami mendaki tembok raksasa atau bisa dikenal dengan The Great Wall yang panjang temboknya ternyata lebih dari 3000 km. Sudah pasti dong selama menanjak ke puncak great wall kami menyempatkan mengambil foto bersama maupun gaya selfie supaya memori tentang trip ini bisa direcord dan menjadi kesan yang tidak akan pernah terlupakan.

IMG_20150924_130252Setelah kunjungan tembok raksasa kami mengundang client ke kantor kami di Beijing dan mengajak mereka dinner sebelum akhirnya checkout dan balik menuju airport untuk pesawat tengah malam menuju Jakarta.

Hari ketujuh, Sabtu pagi kami pun akhirnya berangkat menuju Beijing airport dan bertolak menuju Jakarta dan sebelumnya transit di Hong Kong International Airport.

 

 

This was an amazing and exciting trip, indeed, combination between business and a bit of pleasure supaya jiwa dan raga ini tetap sehat dan relax selama trip.

IMG_20150925_111201

Bravo Indonesia, jayalah para professional Indonesia, sukses selalu Insinyur Indonesia….Amin.

 

IMG_20150925_183155

 

Oil & Gas Subsea System Training BK Mesin PII, 11 – 14 Agustus 2015

Badan Kejuruan Mesin Persatuan Insinyur Indonesia (BKM-PII) kembali mengadakan professional oil & gas training yang kali ini dilaksanakan Pada Tanggal 11-14 Agustus 2015 di Hotel Puri Denpasar, Kuningan Jakarta Selatan. Topik training ini adalah The Engineering & Technology of Subsea System pada sektor Migas dan dibawakan oleh Bapak Prof. Ir. Jaswar Koto – Staff Pengajar dan Peneliti Institut Teknologi Malaysia yang juga Beliau saat ini adalah Presiden International Society of Ocean, Mechanical and Aerospace for Scientist and Engineers.

Foto-4

Laporan Training oleh Ketua Bidang Engineering BKM-PII Bapak Ir. Ade Irfan dan Pembukaan sekaligus pengantar training oleh Ketua BKM PII Bapak Prof. Ir. Tresna Priyana Soemardi. Prof. Tresna dalam sambutannya menyampaikan biaya penelitian sampai menghasilkan inovasi teknologi sangatlah mahal dan membutuhkan waktu bertahun-tahun sampai produk dari hasil penelitian tersebut bisa dikomersialisasikan. Indonesia saat ini membutuhkan para peneliti-peneliti handal dan semestinya ditopang oleh sumber pendanaan yang lebih besar lagi oleh Pemerintah. Acara pembukaan training ini juga dihadiri oleh Bapak Ir. Bambang Purwohadi dan Bapak Ir. Rudi Purwondho, Wakil Ketua dan Sekjen BKM PII.

Foto-5

Prof. Jaswar pada hari pertama training memberikan gambaran umum tentang klasifikasi proyek subsea sektor Migas berdasarkan kedalaman bawah laut yaitu: shallow water subsea di mana kedalaman laut sampai pada 300 meter, 300 meter sampai pada kedalaman  1500 meter dikategorikan sebagai deep-water dan kedalaman 1500 ke atas sudah ditageorikan sebagai ultra deep-water subsea project. Perencanaan dan instalasi subsea untuk ketiga kategori di atas pun berbeda-beda.

Konsep six degree freedom yang merupakan motion yang terjadi pada offshore dan marine structure yang terdiri dari surge, sway, dan heave yang merupakan three translations of the ship’s center of gravity in the direction of the x,y, and z axes dan tiga rotasi yaitu roll aboutt the x-azis, pitch about the y-axis dan yaw about z-axis juga dijelaskan secara filosofis oleh Beliau.

Foto-1

Hari kedua training ini kami mengerjakan case study salah satu proyek subsea pipeline terpanjang di Eropa di masanya menggunakan beberapa jenis software. Salah satu yang menarik adalah efek buckling  pada pipeline akibat adanya tekanan fluida atau gas dari dalam pipa sehingga pipa menjadi buckle pada panjang dan tinggi amplitudo tertentu. Seorang subsea pipeline engineer harus bisa menghitung berapa panjang pipa dan tinggi amplitudo yang mengalami buckling dan mendesain pipe sleeper yang ideal di dasar laut. Tentunya spesifikasi dan grade material untuk subsea haruslah lebih tinggi dari onshore pipeline work.

Foto6

Jenis-jenis mooring dan riser dipresentasekan di hari ketiga training di antaranya yang cukup menarik adalah perbedaan antara catenary system and taut leg system pada mooring system. Distribusi pada mooring system pun dibagi menjadi dua yaitu turret mooring lines and spread mooring lines. Sedangkan spread mooring by technology licensor dibagi menjadi 4 besar yaitu omni-directional mooring for a spar platform, asymetric spead mooring for a fixed platform, symetric spread mooring for a semi sub, dan grouped mooring management for a spar platform.

Foto-10

Konsep riser sebagai production flow-line maupun sebagai drilling flow-line juga dibahas pada training ini. Riser dengan dan tanpa penggunaan buoys atau floating devices lainnya dibagi dua yaitu catenary riser di mana riser ini free hanging tanpa intermediate buoys or floating devices dan flexible riser adalah free-hanging riser dengan menggunakan intermediate buoys atau floating devices lainnya. Tipe riser juga bisa dibagi menjadi dua berdasarkan seleksi materialnya yaitu rigid riser dan flexible riser. Konfigurasi flexible risers bisa berupa free hanging, lazy S, lazy wave, step S, step wave, Chinese lantern dan beberapa lainnya.

Foto-11

Prof. Jaswar Koto juga memaparkan loading mechanism on floater adalah steady and fluctuating wind, wave and wave drift dan current. Sedangkan untuk loading pada mooring lines harus memperhatikan top end surge motions, wave, current dan seabed friction.

Hari keempat training banyak mendiskusikan tentang instrument dan control system pada subsea system. Pemaparan konfigurasi dan jenis equipment subsea seperti X-Tree, Manifold, Pipe-line, Flow-line, Subsea separator, dan lainnya mengundang banyak pertanyaan dari peserta training.

IMG20150811144143Training ini dihadiri oleh 16 orang. Beberapa rekan profesional seperti Benhard Hutajulu (I&C Engineer), Budy Wening (Rotting Engineer), Baso Rizal (Pipeline Engineer) dan Irwansyah Rosneng (Electrical Engineer) juga menghadiri training bergengsi ini. Perusahaan seperti Tripatra, Pertamina Gas, Pertamina Hulu Energi, Wijaya Karya tidak ketinggalan mengirimkan engineer-engineer terbaik mereka untuk mengikuti professional training ini.

 

 

Habibie Razak, seorang project manager yang bergelut di bidang Oil & Gas juga menjadi bagian dari training dan bahkan di akhir sesi hari ketiga Habibie memberikan sedikit sharing knowledge tentang Floating LNG Production Unit Concept. Konsep LNG production plant di atas air ini menjadi sangat booming saat ini menggantikan konsep onshore traditional LNG plant. Fasilitas FLNG plant atau LNG FPSO pertama di dunia yang selesai dibangun dan mulai beroperasi adalah EXMAR Floating LNG Production Unit menggunakan teknologi LNG yang diberi nama PRICO merupakan milik Black & Veatch www.bv.com.

fffOverall, this was an exciting training bagi siapa pun yang berminat mengikuti sesi training berikutnya bisa menghubungi Bapak Arfi Yesso, Staff BKM PII, Email Address: arfi.yesso@gmail.com

 

 

 

 

IMG_20150814_114135

Bravo BKM PII, Bravo Insinyur Indonesia.

foto bersama - Copy

 

MSW to Jet Fuel Product; Solution to Utilize Municipal Solid Waste into High Value Product in Indonesia

by Habibie Razak – Energy Practitioner and Project Manager.

The high urban community growth and also the increase of infrastructure development in every sector causes several problems such as urbanizations, poverty, poor real estates and housing, municipal wastes, etc. The major concern in bigger cities such as Jakarta, Surabaya, Makassar city and other developed cities right now in Indonesia is municipal wastes.

The rapid development of metropolis cities in Indonesia, followed by the increase of urbanization with the ideas the villagers can get better life in big cities. This will affect the increase of populations and also the increase of wastes both from industry and housing. Unfortunately, this situation is not followed up by the improvement of facility and infrastructures provided by the government and slightly reducing the quality of the environment, especially the increase of municipal wastes and how to handle it to be more environmental friendly.

Kepala Dinas Pertamanan dan Kebersihan Kota Makassar, Kusayyeng said http://makassar.tribunnews.com/2014/02/28/volume-sampah-di-makassar-bertambah-menjadi-800-ton-per-hari, the volume of wastes in Makassar increased to become 800 tons per day as of February 2014. Estimated waste volume will keep increasing to become 1000 tons per day at early of 2015.

One of the solutions to manage the municipal wastes is to convert it to synthetic gas (syngas) through gasification process. Gasification is thermochemical conversion process of solid organic to gas. This gasification involves to the partial oxidations and combustion process at 900 – 1100 Degree Celsius or more. Like pyrolysis, gasification process producing gas the calorific value about 4000 kJ/Nm3.

Benefits of Biomass Gasification such as: Converting what would otherwise be a waste product into high value products, reduced need for landfill space for disposal of solid wastes, Decreased methane emissions from landfills, Reduced risk of groundwater contamination from landfills, Production of ethanol from non-food sources. For gasification of biomass can be read further at this link http://www.gasification.org/gasification-applications/biomass/

The government of Indonesia through the Ministry of Industry, Energy & Mineral Resources and related ministries should put more emphasis in inviting investors and technology licensors and facilitate the communications with the city mayors. The symposium or seminars on biomass/MSW gasification related technology should be done frequently to enrich the knowledge and insights of the business players (industry) and government for both technical and economical aspects of the investment.

One of the projects finished their demonstration plant construction and currently in operation is for converting municipal solid waste (MSW) to jet fuel using TRI gasification and EFT Fischer Tropsch process technologies. The TRI pilot plant has operated over 1,200 hours gasifying 4 tons per day of sorted and sized MSW (aka RDF) producing FT liquids suitable for upgrading to jet fuel which is considered renewable. This process is not yet commercially proved.

Fulcrum Bioenergy is licensing the TRI and EFT process technologies and is developing a project in the US which will use TRI’s gasification process and EFT’s Fischer Tropsch process. The EPC work has started for this project.

As being said before, there are several big cities such as Jakarta, Makassar (South Sulawesi), Surabaya (East Java), Bogor (West Java), Bandung (West Java) that can collect over 500ton/day of MSW. The potential off-takers for jet fuel would be PT Angkasa Pura, a State-owned Air Business Company which is coordinating all airlines logistic in Indonesia.

Gasifying and converting over 200 ton/day waste can produce 700 barrel/day of jet fuel considered to become feasible and will need to conduct some economic study and see how the investment works-out in term of CAPEX, OPEX, IRR, NPV and payback period.